Semua Bab AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA: Bab 21 - Bab 30
117 Bab
Bab 21
Mobil kembali berjalan di jalanan mulus. Hati Ronald menggerutu kesal. Kacau sudah rencananya untuk malam ini. Gara-gara lelaki yang hanya seorang office boy itu rencananya hancur berantakan. Malam ini, Ronald harus menahan hasratnya untuk sementara. Jika memaksakan kehendak, bisa-bisa Za justru akan akan menghindar. Dia akhirnya mengantarkan Za ke rumahnya. “Bye,” ucap Za saat dia sudah berada di depan rumah. Ronald membalas lambaian tangan Za kemudian berlalu. “Shit! Keparat! OB sialan! Kacau rencana gue malam ini,” umpat Ronald dalam mobil setelah jauh dari rumah Za. Dia kemudian mengambil benda pipih dari saku kemeja dan mulai menghubungi seseorang. “Halo. Kamu lagi kosong malam ini? OK, aku ke situ.” Klik. Ronald menutup sambungan teleponnya. Laju mobilnya menyepat menuju tempat yang bisa memberikannya kepuasan untuk m
Baca selengkapnya
Bab 22
“Eh, maksudku … dia bukan tipe aku untuk dijadikan suami,” elak Za gugup. “Oh, begitu. Kenapa emang? Dia kan, ganteng, sukses, lulusan luar negeri pula,” timpal Ayu. “Ya, nggak aja. Kamu mau emang? Kalau mau ambil aja.” “Ya udahlah, aku juga nggak maksa. Lagian aku juga nggak mau sih. lebih menarik Albany sih menurutku. Adem-adem gimana gitcuuuhh,” celoteh Ayu sambil mengerjapkan matanya. Za menanggapinya dengan tawa. “Jadi Sabtu depan kita ke puncak ya? Naik bis atau mobil pribadi aja?” Ayu kembali bertanya. “Perusahaan nyediain bis buat karyawan, tapi kalau mau berangkat pakai mobil pribadi juga boleh-boleh aja.” “Ok, siap, Bos!” Ayu mengangkat tangannya menghormat. Za terkekeh melihatnya. ** “Kalian udah denger pengumum
Baca selengkapnya
Bab 23
“Hai, Za. This is for you.” Ronald menyerahkan secangkir minuman panas. Za yang kebetulan sudah menghabiskan minumannya sejak tadi langsung menerimanya. “Minum, biar hangat,” ujar Ronald dengan sebuah senyuman manis. Za pun membalas senyuman Ronald dan menyesap minuman yang ada di tangannya. Lelaki itu tersenyum bahagia setiap melihat wanita di sampingnya meneguk minuman yang dia beri. “Enak?” tanya Ronald. Za hanya mengangguk pelan. Ronald mengembus napas panjang dan meneguk minuman di tangannya. “Kita cari temanmu itu. Ayo,” ajak Ronald. Za yang merasa tidak tahu harus berbuat apa hanya mengiyakan ajakan Ronald. Lagipula, suasana akan terasa lebih seru jika ada Ayu di antara mereka. “Ke mana ya mereka?” tanya Ronald sambil terus melangkah keluar dari vila. “Mungkin mereka berjalan-jalan di sekitaran sana. ayo,&rd
Baca selengkapnya
Bab 24
“Pak, tolong selamatkan dia,” pinta Za. Para lelaki itu kemudian mengangkat tubuh besar Al dan membawanya ke arah vila. Desas-desus terdengar. Banyak yang menanyakan apa yang telah terjadi dengan Albany. Ayu histeris dan segera menghampiri orang-orang yang menggotong tubuh lelaki pujaannya yang bersimbah darah. Tetesan cairan berwarna merah itu malah terlihat terus mengucur sepanjang perjalanan. “Al, dia kenapa, Za?” tanya Ayu panik. Namun, Za tak ingin menghiraukan. “Nanti saja, Yu,” jawab Za pada temannya.  “Pak, bawa Albany ke mobil saya!” teriaknya pada para lelaki yang membawa tubuh suaminya. “Tapi, Bu, darahnya terus mengucur. Nanti bisa-bisa mengotori jok mobil Ibu,” ucap seorang dari mereka. “Terus? Apa kita mau biarkan dia begitu saja? Kalian ini! Nyawa dia jauh lebih berharga daripada jok mobil saya. Ayo cepat masukan. H
Baca selengkapnya
Bab 25
Za tidak menghiraukan pertanyaan Ayu. Dia lebih focus pada Hendro yang terlihat khawatir pada anaknya. Dia merasa tidak nyaman jika harus menjelaskan sesuatu di hadapan orang yang dibicarakan. Rasanya sangat tidak etis. Ayu menekuk wajahnya karena merasa dicuekin. “Luka-lukanya cukup panjang begini. Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Hendro melirik pada Za dan Albany. Al diam tak menjawab. Beruntung dia harus tengkurap, jadi bisa berpura-pura tidur. “Al nyelametin aku, Om. Kemarin Ronald sepertinya mau melecehkan aku saat di puncak. Lalu, Albany datang dan mereka berkelahi.” Za menjelaskan. “Lho, berkelahi kok bisa terluka di punggung? Ini pasti Al diserang dari belakang,” ucap Hendro menilik setiap luka yang Al alami. “Iya, Om. Saat Al bopong aku, Ronald menikamnya dari belakang. Maaf, Om. Gara-gara aku Albany jadi t
Baca selengkapnya
Bab 26
“Neng Za, kamu ke sini, Sayang? Ibu kangen banget,” ujar Bu Ningsih menghambur pada menantunya. Sepersekian detik dia baru menyadari ada sesuatu yang terjadi pada putra semata wayangnya. Dia meringis saat berdiri di samping Za. “Al, kamu kenapa? Sakit?” tanyanya dan mengecek kondisi tubuh anaknya setiap inci. Albany meringis saat sang ibu menyentuuh bagian belakang tubuhnya. “Ini kenapa?” tanya Bu Ningsih panik. Za tersenyum sekilas. “Sedikit kecelakaan, Bu. Mas Al terpeleset, lalu kegores benda tajam. Kemarin sempat dirawat, tapi sekarang udah baikan,” jawab Za sembari sesekali melirik pada suaminya. Albany mengerti, jika Za berbohong agar ibunya tak khawatir. Mulut Bu Ningsih melongo dan mengangguk-anggukan kepalanya. “Sekarang udah baikan, ya? Makasih ya Neng udah mau ngerawat anak
Baca selengkapnya
Bab 27
Za tersenyum miris. Dia merasa tersentuh hatinya dengan perkataan sang ibu mertua. Dia yang setiap hari bisa makan enak, hidup nyaman, kadang tak merasa bersyukur. Lalu, kini, dia melihat orang yang perekonomiannya berada di bawahnya, jangankan makanan mewah, makanan sederhana pun sudah terasa sangat nikmat. “Kalau kapan-kapan Za ajak Ibu ke restoran, mau?” tawarnya dengan tatapan sendu. Bu Ningsih malah tersenyum. “Oalaah, malah merepotkan kamu. udah nggak usah. Makanan kampung malah lebih sehat,” timpalnya diselingi tawa.Suara dehaman membuyarkan obrolan keduanya. Begitu juga dengan Ani yang dari tadi hanya menjadi tim penyimak sambil mengucek pakaian langsung menoleh ke sumber suara. “Mas, kamu mau kemana?” tanya Za yang hendak membersihkan ayam yang akan diungkebnya. “Emh, itu … aku mau mandi. Masih ada Ani ya?” ucapnya kikuk.
Baca selengkapnya
Bab 28
Za menjerit saat melihat kepulan asap sudah membumbung. Bu Ningsih yang masuk dari pintu belakang disusul oleh Ani yang membawa sepiring makanan pun ikut menjerit karena kaget. Za bergegas mematikan kompor dan menatap kecewa pada ayam yang sudah dengan susah payah dia olah. “Neng, waduh Ibu lupa kalau kamu lagi ngungkep ayam. Tadi Ibunya Ani manggil nawarin makanan. Ibu sama Ani malah ikut ke sana berdua.” Terlihat wajah menyesal dari Bu Ningsih. “Iya, Bu, nggak apa-apa. Aku juga teledor, tadi apinya nggak dikecilin,” jawab Za, tak ingin memperpanjang masalah. Sebetulnya tadi apinya sudah dikecilin, tapi berhubung kegiatan menyekanya berlanjut dengan sesuatu, jadi ungkep ayamnya terlupakan. “Nasib ayam kamu sekarang tinggal kenangan.” Bu Ningsih terkekeh. “Ini namanya ayam negro, Bu. Resep baru dari aku. Gampang, kan, bikinnya?” Za menimpali candaan ibu
Baca selengkapnya
Bab 29
“Mas, aku berangkat kerja dulu ya. Nggak enak juga ninggalin kerjaan lama-lama,” ujar Za berpamitan. “Jangan lupa minum obatnya.” Al hanya mengangguk dan menerima uluran tangan sang istri yang mencium punggung tangannya sebelum berangkat. “Za,” panggil Al. wanita berpakaian formal itu berhenti dan berbalik. “Ya?” “Hati-hati,” ucapnya. Al seakan berat ditinggalkan sang istri pergi. Za lalu tersenyum dan mengangguk. Rasa bahagia meliputi hati keduanya.  “Ani, nanti aku minta tolong masakin buat yang kerja pasang pompa air, ya?” pinta Za saat melihat gadis itu sedang menyapu  di halaman rumahnya. Za mendekati gadis yang memegang sapu lidi itu. “Oh, iya Teh.” “Masakin juga buat Ibu dan Mas Al. ini uangnya kamu pegang, ya.” Za meny
Baca selengkapnya
Bab 30
“Za, kamu comblangin aku sama si Al, ya. please,” rengek Ayu sambil menangkupkan kedua tangannya di dada. Kalau boleh jujur, demi apapun, saat ini Za ingin sekali tertawa. Berasa sangat lucu, saat seorang wanita minta dijodohin dengan suaminya sendiri. Apa kata dunia? Namun, hatinya merasa kasihan juga dengan Ayu. ‘Bagaimana cara jelasinnya ya?’ bisik hati Za, bingung. Dia mengembus napas kasar dan menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. “Yu, bisa lain kali nggak kamu curhatnya? Aku cape banget, swear. Lemes banget badanku. Mana kerjaan numpuk pula abis ditinggalin seminggu,” keluh Za. Sinar wajahnya memang terlihat lelah. “Eh, iya. Kamu cape banget ya? Keliatan sih, kayak abis begadang,” timpal Ayu nggak enak hati. ‘Gimana nggak, dua jam nonstop,’ bisik hati Za tapi tak kuasa mengucapkan.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status