All Chapters of Sepiring Tumis Pepaya Muda: Chapter 21 - Chapter 30
70 Chapters
Bab 21
"Lidahmu memang sangat tajam Vira," cibirku. Gadis sombong itu tak sendiri datang ke sini, dengan mesra ia menggandeng lengan Mas Bima. Kulihat, tak jauh dari mereka juga ada mama dan papa nya Mas Bima yang datang menghadiri acara ini. "Zia ...?" Panggil Mas Bima. Aku hanya memberinya segores senyum datar. "Ini acara pernikahan seorang pengusaha kaya, banyak pejabat dan pengusaha yang diundang ke acara ini. "Apa kau sedang menemani seorang pejabat kesini, penjual gorengan?" Hina gadis sombong itu padaku. ***Aku hanya mencebik kesal padanya, gadis sombong ini memang perlu diberi pelajaran, sepertinya Mas Bima belum menceritakan tentang rencana pernikahanku dengan Mas Rangga padanya. "Jaga mulutmu, Vira!" Hardikku. "Kenapa melihatku seperti itu? Apa perkataanku ini benar? Kau tidak mungkin bisa membeli gaun semahal itu jika bukan menjadi seorang simpanan pejabat," hina Vira lagi padaku. Aku hanya diam, mataku saja yang berputar kearah Mas Bima, melihat sikap diam yang kutunjuk
Read more
Bab 22
Akupun berjalan menuju ruang dimana akad nikah selesai dilakukan. Mas Rangga menyambutku dengan senyum mengembang disana. Tak lama kami pun menandatangani dokumen pernikahan bersama. "Selamat ya, Zia." Kalimat dan nasehat penuh haru disampaikan Mbak Soraya dan Pak Lukman padaku. Membuatku terisak. Ah, andai bapak dan ibu masih ada, tentu mereka sangat bahagia melihat pernikahanku saat ini. ****Pagi ini, aku bangun sedikit terlambat, aku juga bahkan terlambat mengerjakan sholat subuh. Sejak bangun tadi, aku tak melihat Mas Rangga. Kulirik ranjang pengantin kami masih sama seperti saat kutinggal tidur semalam. Kelopak kelopak bunga mawar yang ditebar diatas ranjang king size hotel mewah ini tak berubah. Masih berbentuk tanda hati yang manis. Karena lelah, kemarin malam, aku masuk lebih dulu kekamar pengantin kami, sebab mas Rangga bilang ia masih ada urusan sebentar, setelah selesai mandi aku pun mengambil sebuah bantal dan selimut, lalu memutuskan untuk tidur saja disofa. Kemarin
Read more
Bab 23
"Disampingmu, Zia. Aku tak bisa menjauh dari darimu. Tadinya aku berniat memindahkanmu ke atas ranjang, tapi tak jadi, karena kau tiba tiba memegang lenganku, akhirnya kuputuskan untuk menarik sofa yang lain dan menyusunnya lalu tidur disebelahmu," Ucapannya langsung membuat wajahku memerah. Benarkah begitu?Ah, sial, lagi lagi aku tidak ingat apapun. Ponsel Mas Rangga berbunyi, ia membalikkan badan sambil menatap layar ponselnya, tak lama ia sudah berdiri ditepi jendela, lalu membuka gordennya dan menerima panggilan teleponnya. Samar kudengar, ia menyebutkan sebuah nama. Eliza, dalam percakapannya. ***Aku menaruh pakaianku di lemari pakaian milik Mas Rangga. Aku tak mengira jika ia sudah mengosongkan tempat dan memberikan ruang untukku di lemarinya agar aku bisa menaruh pakaianku didalamnya. Ini adalah kamar Mas Rangga, seharusnya masih ada satu malam lagi jatah menginap di hotel yang sudah dipesan oleh Mbak Soraya untuk tempat kami berdua menghabiskan malam pengantin. Hanya saja
Read more
Bab 24
Jika kau ingin mengatakan sesuatu, lebih baik katakan saja padaku, karena Zia hanya menuruti keinginanku." Perkataan Mas Rangga kembali membuatku melotot tajam padanya. Mas Bima masih menatapku sinis, tak lama ia mengeluarkan kata kata hinaan padaku. "Ucapan mama dan Vira ternyata benar, tadinya aku tak yakin dengan tuduhan mereka padamu, tapi aku melihat sendiri dengan mataku, betapa murahnya kau, Zia. Tak kusangka, kau memang wanita yang hanya mengincar uang dan kekayaan saja, kau merayu laki laki ini demi membiayai hidupmu, bukan?"***Ucapan mama dan Vira ternyata benar, tadinya aku tak yakin dengan tuduhan mereka padamu, tapi aku melihat sendiri dengan mataku, betapa murahnya kau, Zia. Tak kusangka, kau memang wanita yang hanya mengincar uang dan kekayaan saja, kau merayu laki laki ini demi membiayai hidupmu, bukan?" Plak! Sebuah tamparan keras kulayangkan padanya, mata Mas Bima melotot tajam padaku, tak kusangka, Mas Rangga tiba tiba menarik bahuku kebelakang dan maju selang
Read more
Bab 25
Ah, aku jadi ingat kejadian malam pertama kami semalam. Begitu masuk kedalam kamar hotel, kulihat ia sudah tertidur pulas disofa. Salahku juga meninggalkannya sendirian terlalu lama. Tadinya aku ingin langsung masuk kekamar, hanya saja aku takut, Zia akan histeris dan takut jika berdua saja denganku di kamar. Karena tragedi malam itu masih membekas dalam di hatinya. "Andai saja malam itu aku masih bisa mengontrol diriku." Karena melihat Zia yang tak juga kunjung keluar dari kamarnya, membuat ku akhirnya berdiri. Dengan langkah malas aku menuju kamarnya dan mengetuk pintunya. "Zia ...!" Kusebut namanya pelan. Cklek. Pintu itu terbuka, wajah masam diperlihatkannya padaku. "Ada apa mas? Kau ingin tidur? Masuk saja ke kamar bapak disebelah. Tidur saja disana. Aku tak mau tidur disebelahmu lagi seperti semalam," ketusnya. Aku tak bicara apapun, karena percuma saja bicara pada wanita yang sedang kesal, as segera, kusodorkan saja sekotak pizza yang tadi kubawa padanya. "Makanlah, a
Read more
Bab 26
"Pernikahan kita karena terpaksa, mas," ucapku getir. "Zia ... Aku mengerti kau belum sepenuhnya menerima pernikahan ini. Sesuai dengan janjiku padamu, aku tak akan menuntut kewajiban seorang Istri padamu, hingga kau sendiri yang datang memintanya. Hanya saja satu keinginanku. Mulailah menerimaku, Zia. Karena bagiku menikah itu cukup hanya satu kali saja."Aku hanya mengangguk pelan tanda mengerti apa yang dikatakannya, hanya saja lidahku kelu untuk membicarakan bagaimana pernikahan ini kedepannya. "Zia ...!" "Boleh aku minta sesuatu?" "Katakan saja." "Ikutlah pulang bersamaku kerumah, papa mulai mengkhawatirkanmu, ia pikir jika ada pelayan di rumah yang berbuat kesalahan padamu. Kau tahu apa yang terjadi kemarin begitu aku pulang, kulihat papa memarahi semua pelayan dirumah, ia sangat kesal karena tak melihatmu ada di rumah." Aku menggigit bibirku, ada rasa bersalah dalam diriku. Karena lupa berpamitan dengan papa mertua kemarin. "Baiklah mas, setelah sarapan kita akan pulang,"
Read more
Bab 27
"Apa yang kau rencanakan, Zia?" "Melakukan hal seperti yang kau lakukan saat di rumahku, mas. Akan kulayani mantan pacarmu itu," ucapku sambil mencubit keras kulit leherku di beberapa bagian hingga memerah. "Kau yakin nak?" Tanya papa, mencemaskanku. Aku hanya tersenyum." Tak akan ada hal buruk yang akan terjadi padaku apalagi di rumahku sendiri, pa. Sudah, papa tenang saja." Aku mulai melangkah menuju dimana mantan pacar suamiku itu menunggu, akan kulayani semua wanita wanita tak tahu malu itu, dan memberi tahu kepada mereka siapa nyonya rumah ini sesungguhnya. ****"Akan kuberitahu dia siapa nyonya dirumah ini sekarang, seenaknya saja datang kemari dan mencari suami orang," aku terus menggerutu saat berjalan menuju ruang tamu. Seorang wanita dengan balutan blouse putih tanpa lengan, memandang tajam padaku, ketika aku dan Bi Ijah menuruni anak tangga. Senyum sinis juga tersungging di wajahnya, aku melirik pakaianku, yang hanya memakai kaos berlengan panjang dan rok dengan model
Read more
Bab 28
"Om Lukman!" panggil Eliza dengan suara parau. "Kau sudah berkenalan dengan menantu Om? Kenalkan, ini Zivara, istrinya Rangga," ucap papa mertuaku tersenyum lebar. "Ada perlu apa dengan Rangga? Zia adalah istrinya. Kau bisa membicarakan masalahmu dengannya," lanjut papa mertuaku lagi. "Jadi gadis ini benar istrinya, Rangga?" Tanya Eliza pada om Lukman, masih tak percaya. ***"Iya, itu benar. Rangga dan Zia sudah menikah, jika tak ada halangan, akhir tahun ini acara resepsi mereka akan diselenggarakan," Jawab papa mertuaku itu santai. "Zia, papa masuk kekamar dulu ya. Nak Eliza, silakan dilanjut obrolan kalian. Maaf, Om tinggal ya!" Papa mertuaku langsung melangkah meninggalkan ruangan ini, Bi ijah juga kuminta pergi meninggalkan kami. "Lalu, hal apa yang ingin kau bicarakan dengan suamiku itu?" Sengaja kutekankan kalimat itu padanya. Ia diam, seperti kehabisan kata kata, aku yakin saat ini ia merasa malu. Itupun juga jika ia masih punya rasa malu. "Maaf, aku tak tahu jika kau a
Read more
Bab 29
Aku mengucek mata beberapa kali demi memastikan apa yang baru saja kulihat. Terlihat disana Mas Rangga sudah berada di luar kantornya sedang berbicara dengan seorang wanita. Siapa dia? wanita itu sangat cantik, terlihat elegan dan berkelas. Apakah wanita itu Laura? Aku keluar dari dalam mobil dan mengintip dari balik mobil. Rasa penasaran membuatku ingin mendengar percakapan mereka. "Ingat Rangga, kau sudah berjanji mengabulkan satu keinginanku." "Aku tak lupa, katakan apa yang kau inginkan?" "Habiskan satu malam bersamaku." ucapan Wanita itu sukses membuat wajahku memerah, menahan amarah. ****Apa maksud ucapannya, menghabiskan satu malam bersama? Apakah itu semacam ...? Ah tidak! Pikiranku mulai berprasangka buruk, kukepalkan tanganku kuat, amarahku mulai naik.Panasnya siang ini tak seterik matahari di hatiku saat ini, rasanya persis seperti ada api yang membakar tubuhku sekarang. Wanita itu berpenampilan cukup berani. Dress sebatas lutut dengan belahan cukup tinggi yang mempe
Read more
Bab 30
Bi Ijah menunduk sebentar, tak lama ia mulai bercerita. "Non Eliza adalah pacarnya den Rangga saat masih kuliah, dulu waktu mereka masih pacaran, Mbak Eliza sering main kesini, tapi Almh. Nyonya, tidak begitu suka dengan non Eliza, karena kadang sikapnya kurang sopan. Mas Rangga sering membelanya waktu itu, dan beralasan jika sikap Eliza seperti itu karena ia cukup lama tinggal di luar negeri, jadi kebiasaan itu terbawa sampai kemari." Ia diam sejenak"Lalu non Laura ...?" tanyaku tak sabar.***"Setahu bibi. Setelah hubungan den Rangga dan Non Eliza berakhir, Non Laura masuk menggantikan posisi Non Eliza. Mereka pacaran cukup lama, meskipun tuan besar, menyetujui hubungan mereka, tetap saja ia tak menyukai Non Laura." "Kenapa bisa begitu, apa bibi tahu alasannya?" Tanyaku penasaran. "Bibi pernah dengar tentang janji Tuan Besar untuk menjodohkan den Rangga pada seorang anak temannya, waktu itu den Rangga menolak keras perjodohan itu, dan berniat melamar Non Laura agar terbebas dari
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status