All Chapters of Sepiring Tumis Pepaya Muda: Chapter 41 - Chapter 50
70 Chapters
Bab 41
"Kenalkan, namaku Kinanti, Sekar Kinanti Pramudhita Ardhani," ucapnya dengan suaranya yang lembut. Untuk beberapa saat, aku hanya terdiam, wanita ini, sangat sopan, ramah, anggun dan berkelas. Rasanya aku hampir tidak percaya jika ia yang menjebak Mas Rangga pada malam itu. Apakah mungkin jika wanita ini memiliki kepribadian ganda? ****Angin lembut menerpa wajahku, juga membuat harum wangi parfum mewahnya menguar. Aku memandangnya sejenak, Meski ragu, aku menyetujui permintaannya. Kuikuti langkah kakinya menuju cafe itu, jujur saja didalam hati, aku masih mengagumi kecantikan yang dimilikinya, wanita ini nyaris memiliki apa yang diinginkan oleh setiap perempuan.Sebuah meja yang berada disudut ruangan menjadi pilihannya, sebuah meja yang menghadap ke arah jalan. Aku tak membantahnya, kuikuti saja keinginannya, hingga akhirnya, beberapa detik kemudian, kami berdua sudah duduk saling berhadapan di tempat ini. "Bagaimana kabarmu, Zivara?" Ia bertanya beberapa saat setelah kami dudu
Read more
Bab 42
Zia ...!" Terdengar seseorang seperti memanggil namaku. Siapa? Perlahan kubuka mataku, seraut senyum menawan langsung menyambutku, ketika kedua kelopak mata ini terbuka sempurna."Mas Rangga!" Panggilku pelan. "Kau ketiduran, Zia. Tak biasanya kau tertidur tanpa mengganti bajumu, biasanya kau selalu mengganti baju dulu sebelum tidur. Apa kuliahmu sangat melelahkan hari ini, hingga kau tak sempat menggantinya?" Tanya Mas Rangga. Aku tak menjawabnya, memilih beranjak turun dari ranjang ini, mengucek sebentar mataku, lalu berjalan menuju wastafel, mencuci wajahku. Kulirik jam yang masih melingkar di tanganku, ah, sudah jam enam sore lewat lima belas menit, artinya sudah hampir dua jam aku tertidur. "Aku ketiduran sepulang kuliah tadi, mas." Jawabku. "Kau belum mau pakai kamar mandinya kan? Aku mau mandi sebentar," ucapku melangkah ke arah lemari pakaian, mengambil piyama, lalu menarik handuk. "Belum," Jawabnya pendek. Aku langsung masuk kekamar mandi, menyalakan showernya, lalu m
Read more
Bab 43
"Zia ...! Apa kabar?" terdengar suara seorang wanita menyapaku. Aku menoleh mencari asal suara, tampak seorang wanita lengkap dengan pakaian kerjanya telah berdiri didekatku. Aku menoleh mencari asal suara, tampak seorang wanita lengkap dengan pakaian kerjanya telah berdiri didekatku."Aku tak menyangka kita akan bertemu disini," desis wanita itu. "Kau?" ****"Kau ... Eliza? Ah, maaf, Mbak Eliza," ralatku.Wanita berparas bule itu tersenyum padaku, aku mempersilakan ia duduk didepanku."Duduk Mbak, sekalian pesan makanan ya, temani aku makan disini," Pintaku."Minum saja, aku masih kenyang," tolaknya halus."Baiklah." "Kau sendiri? Mana Mas Rangga?" Tanyanya sambil menoleh ke kanan dan kiri."Aku datang sendiri kesini, Mas Rangga mungkin masih dikantornya," ucapku melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan, yang menunjukkan pukul 17. 30 sore."Jam segini mungkin ia masih dijalan," terangku sambil memanggil seorang pelayan, untuk memesan segelas minuman untuk Eliza.Mantan ke
Read more
Bab 44
"Shitl!" Raut wajahnya benar benar terlihat sangat kesal. Tak lama kulirik ia mengepalkan tangannya, membuatku kembali menunduk "Sejak kapan kau mengenalnya? Kapan kalian bertemu?" Tanyanya lagi.***Aku diam, lidahku tiba tiba kaku. "Zia, tolong bicaralah. Aku ingin tahu semuanya." Aku menelan salivaku, perlahan kuangkat wajahku, jantungku semakin berdegup kencang ketika pandangan mata kami bertemu. "Kinanti ... mencariku dikampus mas, kami bicara sebentar," ucapku pelan."Dia mencarimu sampai ke kampusmu?" Tegas Mas Rangga menyipitkan matanya. "I-iya mas," Jawabku terbata lalu mengangguk. "Lalu, apa yang kalian berdua bicarakan?" Aku menggigit bibirku, lidahku kembali mendadak kelu untuk mengatakan isi pembicaraan kami di cafe kemarin. Tapi, aku tak bisa menghindarinya tatapan matanya yang kini semakin tajam padaku. Ia masih menunggu jawaban dariku. Tubuhku mendadak mengeras ketika kedua tangannya kini memegang bahuku. "Zia, lihat aku baik baik, ceritakan padaku apa yang Kin
Read more
Bab 45
Untuk beberapa saat lamanya aku hanya bisa diam, bolehkah jika aku sedikit gembira? Hanya saja rasa gembira ini tiba tiba terasa hambar saat kuingat kembali wajah Kinanti dan niat buruknya. Kepalaku kini terus memikirkan rencana buruk apa yang Kinanti siapkan untuk merebut Mas Rangga dariku. Aku yakin wanita licik itu, saat ini sudah mulai menjalankan rencananya. Semoga ini bukan kegembiraan semu, kutepis jauh pikiran buruk dan ancaman Kinanti dalam pikiranku, karena hal itu akan merusak liburanku bersama Mas Rangga. Aku tak boleh lengah! ***rira_faradina***Mobil ini terus melaju, Mas Rangga membawa mobilnya melaju cukup kencang, tak sampai satu Jam mobil inipun sudah tiba di Bogor. Mas Rangga sesekali kulihat memainkan kaca spion tengah mobilnya, entahlah hanya saja cukup aneh melihat sikapnya. Aku membuang pandanganku keluar jendela, tampak jalanan yang masih ramai di kota hujan ini. Mas Rangga masih fokus dengan kemudinya. Tak lama, mobil mewah ini berhenti dipertigaan ketika
Read more
Bab 46
Aku sedikit tertegun saat melihat sepiring tumis pepaya muda yang disajikan Bi Imas diatas meja makan sebagai menu makan malam kami. Buah pepaya muda itu oleh Bi Imas, ditumis pedas, dicampur dengan jamur kancing serta sedikit potongan daging ayam.Cukup lama aku menatap lauk itu, rasanya sudah lama sekali tak mencicipinya. Mengingatkan akan kehidupanku dulu sebelum menikah dengan Mas Rangga. "Ada apa, Zia. Apa ada masalah?" Tanya Mas Rangga, sontak membuyarkan lamunanku. *** rira-faradina ***"Tak ada apa apa mas, hanya saja begitu melihat tumis pepaya ini, jadi teringat sesuatu," jawabku. Ia tersenyum sambil menggeser piring berisi tumis pepaya itu kehadapanku."Kau lihatlah ini, Zia. Sepiring Tumis Pepaya Muda yang disajikan ini terlihat mewah dan menarik. Bahan dasarnya memang hanya buah pepaya muda, Tapi, Bi Imas membuatnya terlihat menarik. Karena diberi tambahan jamur dan potongan daging ayam." "Ini sama denganmu," lanjutnya sambil tersenyum menatapku. Aku semakin tak meng
Read more
Bab 47
"Mas Rangga ...." Aku mencoba berteriak memanggilnya, namun sayang, suaraku tak bisa keluar bersamaan dengan kesadaranku yang semakin menghilang***PoV. Rangga Aku melirik Zia yang mengambil sebuah cardigan dari dalam lemari lalu memakainya. Aku ingat Cardigan itu milik Mbak Soraya yang sering dipakainya semasa ia belum menikah dulu, terlihat sangat cocok dipakai oleh Zia. Cuaca pagi ini dingin, terasa menusuk kulit, meski aku telah mengatur suhu AC di kamar ini ke mode kipas, tetap saja masih membuat tubuh ini kedinginan. Ada pekerjaan yang masih belum kuselesaikan kemarin dan harus kuselesaikan pagi ini, Karena masih pagi, kupikir lebih baik aku mengurus pekerjaanku sebentar, lalu setelah sarapan, aku akan mengajak Zia jalan jalan. Berkali-kali istriku itu melirik ke arahku, mungkin ia bosan, tak lama kemudian ia meraih topi rajut yang ada di dekat tempat tidur, yang tadi sempat ia keluarkan dari lemari. "Aku mau jalan jalan sebentar kehalaman depan," cetus Zia sambil memakai
Read more
Bab 48
"Zia ...! Jika kau mendengar, ayo cepat pulang!" teriakku.Hening. Tak ada jawaban. Tak lama Mang Ujang mendekat. "Hati hati den! Semalam gerimis, tanah disekitar situ licin, nanti bisa terpeleset," ujar Mang Ujang mengingatkan. Aku memandang rimbunan dedaunan semak ini. Mungkinkah jika Zia terpeleset kejurang ini? ***'Aku menepis jauh pikiran buruk itu, namun tak bisa kupungkiri jika hatiku kini mulai semakin khawatir dan gelisah. "Mang, seberapa dalam jurang ini?" Tanyaku menunjuk jurang yang berada tepat dua meter didepanku ini. "Sekitar dua puluh meter lebih den, dan banyak batu batu besar didasar tuk kulihat ada tiga tangkai Bunga Marigold yang tergeletak diatas tanah, tak jauh dari tempatku berdiri saat ini, segera, aku bergegas mengambilnya. Tangkai bunga yang sama, dan kelihatannya juga baru dipetik. Mungkinkah Zia terpeleset di jurang ini? "Mang, tolong bantu aku. Kita turun kejurang ini! Aku khawatir jika Zia terpeleset ke dasar jurang," pintaku. "Baik den. Sebent
Read more
Bab 49
Kupandangi wajah Zia yang masih pucat. Luka di kepalanya kini sudah diperban, matanya masih tertutup membuatku masih dilanda gelisah. "Maaf Zia, aku lalai menjagamu, tolong bangunlah!" Sesalku sambil terus menggenggam tangannya. *****PoV. Rangga Papa menatapku dengan raut wajah kesal, begitu ia tiba di klinik ini, Aku tak berani membantahnya karena ini juga kesalahanku. "Harusnya kau tinggalkan sebentar pekerjaanmu, lihat akibat dari kelalaianmu ini," gerutu papa saat aku meneleponnya, memberi tahu kabar buruk ini. "Jika memang kau tidak punya waktu, tidak usah mengajaknya pergi jauh." Sambung papa lagi. Aku hanya bisa diam, tak satu pun kalimat pembelaan keluar dari mulutku. Aku membiarkan papa mengeluarkan segala kemarahannya, dengan begitu ia akan lega. Jika tidak, Papa akan melampiaskan kekesalannya pada orang lain. Aku tak mau itu terjadi. Aku memberitahu papa dan Mbak Soraya, mengenai hal buruk yang menimpa Zia di villa, setengah jam setelah Zia dibawa ke klinik ini. Du
Read more
Bab 50
"Masuklah, Zia!" Mbak Soraya membukakan pintu mobil untukku.Aku mengangguk, menuruti permintaannya. Papa duduk bersama Pak Arsyad di depan, sementara aku dan Mbak Soraya berada di kursi belakang, sedang, Mas Rangga, ia kembali ke villa. Mengambil laptopnya dan tas yang berisi buku-buku kuliahku, yang masih tertinggal di sana. Lalu menyusul kami pulang ke Jakarta. **** Hari sudah menjelang senja dan matahari sudah mulai terbenam, begitu kami tiba di rumah, untuk beberapa saat aku menatap kearah pagar rumah, berharap mobil Mas Rangga juga tiba dirumah. Namun, hingga beberapa detik aku terpaku, mobil Mas Rangga belum juga terlihat. Aku berjalan perlahan memasuki rumah ini, lalu melangkah ke kamarku. Tadinya papa memaksa untuk langsung memeriksa kondisiku ke rumah sakit, namun aku menolaknya halus. Kupikir aku bisa beristirahat lebih baik di rumah dibandingkan dengan kamar rumah sakit. Bi Ijah terlihat sangat cemas takkala melihatku yang masih memegangi kepala, yang memang masih te
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status