Semua Bab Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat: Bab 71 - Bab 80
140 Bab
#70 Mimpi
Cantika membuka mata perlahan dan menguap. Dia merasa bermimpi semalam. Mimpi luar biasa yang tidak pernah terbayangkan seumur hidupnya. Sambil mengulat pelan, ia menurunkan selimut. Menyadari ada yang tidak biasa dengannya ketika mencoba duduk di ranjang. Kakinya sakit, pangkal pahanya terasa ngilu, badannya pegal-pegal. Cantika langsung terkesiap saat sadar tak ada sehelai benang pun selain selimut yang membungkusnya. ‘Gila, ternyata itu bukan mimpi!’ Jika itu bukan mimpi berarti sekarang di sebelahnya ... Meski sudah memikirkan kemungkinannya, Cantika tetap tersentak juga saat jemarinya tanpa sengaja menyentuh otot lengan keras pria yang ada di sebelahnya. Menyalurkan ingatan tentang malam panas—dan juga mendebarkan—mereka melalui ujung-ujung jari. Hubungan yang semula dilabeli oleh Cantika sebagai hubungan yang dapat berakhir kapan saja, sekejap berubah menjadi hubungan yang lebih dalam dan tidak sesederhana itu. Namun masih dalam konteks yang sama, tanpa kata cinta. Jadi ben
Baca selengkapnya
#71 Prasangka
Ben masih belum percaya pada apa yang dilihatnya ketika terbangun dari tidur. Perempuan yang belum lama ini tidak lebih dari sekadar fantasinya ada di sebelahnya. Bahkan ketika Ben memeluknya dan merasakan kehangatan yang nyata dari tubuh wanita itu, selaganya terasa menakjubkan. Tubuh Cantika berbeda dari wanita-wanita yang pernah bersamanya. Tubuhnya adalah yang paling lembut, dan aromanya paling menyenangkan. Satu malam bercinta dengannya tak akan cukup. Ben merasa tiga bulannya berpuasa dari aktivitas panas nan menghibur lebih dari sepadan saat ia bisa sepenuhnya menyentuh sang putri yang sempurna. Ternyata penantiannya tak sia-sia, kesabarannya berujung pada keberuntungan. Ben sempat ragu meski semua berjalan sebagaimana niatan awalnya; memanfaatkan Cantika. Setelah dia berkata jujur dan mengakuinya pada Cantika, pikirannya berubah. Sifat murah hati perempuan itu yang menggerakkan nuraninya. Namun, Ben tidak bisa menyimpulkan apa yang dirasakannya adalah cinta. Sama sekali tida
Baca selengkapnya
#72 Kegelisahan
Apa yang terjadi di kampus siang tadi meyakinkan Cantika untuk mencari tahu. Kejadian itu cukup mengusiknya. Dia harus memastikan sendiri dengan bertanya langsung pada Ben. Setelah semua hal yang menimpa hubungan mereka, termasuk momen pertama Cantika, entah bagaimana dia jadi lebih sensitif, mudah curiga, dan tak tenang. Sama halnya dengan kafein yang bisa memberi dampak ketergantungan, perasaan gelisah, sulit tidur, jantung berdebar cepat dan tidak beraturan, serta sesak napas jika terlalu sering dikonsumsi. Seorang pria mampu memberi efek kafein pada Cantika. Dan pria itu adalah Ben. “Ben,” panggil Cantika saat makan malam bersama di rumah Ben. Pria itu tidak memasak, begitu pula Cantika. Jadi, akan lebih baik jika mereka berdua memesan layanan pesan antar makanan dibanding mencoba menghancurkan dapur mewah bergaya tropis yang sudah didesain sedemikian rupa oleh Ben dengan sentuhan granit mendominasi. “Yes, babe?” Ben bukan lelaki yang kaku akan tata krama di meja makan, yang me
Baca selengkapnya
#73 Fitting Room
Hari-hari yang dijalani Cantika bersama Ben berjalan baik. Jika sebelumnya mereka hanya bertemu satu atau dua kali dalam sepekan, intensitas pertemuan mereka kini jadi lebih sering. Mereka mengerjakan tugas Cantika dan pergi berkencan. Ben mengajak makan malam romantis ke beberapa restoran populer dan berkelas. Sampai-sampai Cantika tidak kehabisan bahan foto untuk diunggah ke media sosial. Dia juga kebanjiran pesan masuk dari pengikutnya saat mengunggah foto bersama Ben sekali-kalinya ke story, termasuk Olin. kalori_karolin: Ciee ... tumben dipamerin kalori_karolin: Biasa disimpen dlm HP aja kalori_karolin: Yg lagi berbunga-bunga mah beda ya kiara.cantika: Hehe... Ben yang melihat Cantika berjalan sambil semringah dengan ponsel di tangan pun bertanya, “Kenapa?” “Nggak, cuma baca DM Olin. Kayaknya kangen,” sahut Cantika tertawa. Lelaki itu tersenyum mengerti. “Kalian temenan sejak kapan?” “Enggak selama kamu sama temen kamu, aku kenal Olin pas SMA.” “Tapi kelihatannya kalian k
Baca selengkapnya
#74 Bayang-Bayang
“Oke, hari ini selesai! Thank you, ladies. Thank you semuanya ...,” ujar seorang wanita yang mengatur jalannya sesi foto iklan mereka. Cantika mengambil tasnya di ruangan khusus yang disediakan untuk para model dan stylist saat seseorang menyapa, “Kiara, kamu ikut makan di luar ‘kan?” Rupanya Ivy, selebgram yang sudah terkenal di media sosial. Jujur saja ketika mengetahui Ivy Angeline Berthian akan bekerja sama dengannya kali ini, Cantika merasa sangat gembira. Disandingkan dengan selebriti media sosial papan atas tentu membuatnya merasa tersanjung. Pertama kalinya Cantika mendapat tawaran sebesar ini. “Oh, Kak Ivy? Senang bisa lihat langsung dan kerja sama dengan Kakak. Aku udah ikutin akun medsos Kak Ivy sejak lama, aku juga selalu lihat postingan Kakak.” “Ya ampun, kamu manis banget! Akun kamu apa? Aku follback sini,” kata Ivy mengeluarkan ponsel dari dalam tas Fendinya. Cantika memberitahu akun media sosialnya, dan betapa girang dia saat melihat notifikasi baru tanda Ivy mengi
Baca selengkapnya
#75 Janji
“Hai,” Cantika menoleh sekilas saat mendengar suara lembut seorang perempuan menghampirinya. Tetapi mengetahui siapa yang menyapa, dia kembali berkutat dengan ponselnya. “Kamu yang pergi sama Ben waktu itu ‘kan?” Seorang wanita berkulit putih yang berperawakan lebih mungil darinya berdiri di sampingnya. Tersenyum, menatap wajahnya tanpa ragu. “Kamu ingat aku?” tanya wanita itu lagi. Tanpa menatap wajah wanita itu, Cantika menjawab cuek, “Ya.” “Kalau gitu kamu juga tau, aku calon istri Ben?” Viona menekankan kata ‘calon istri’ dalam kalimatnya. Cantika mengetatkan genggaman pada ponselnya. “Iya.” “Ohh ... hebat, ya? Berarti kamu nggak punya malu.” Berbanding terbalik dengan kata-kata sinisnya. Raut wajah wanita itu tampak manis, genangan suaranya ceria. Ingin rasanya Cantika mencakar rubah licik itu, atau mungkin mencekiknya sekuat ia mencengkeram ponsel. Tetapi ia berusaha mengendalikan diri. Mengingat-ingat pelajarannya dengan Olin jika menghadapi wanita ular berkedok kupu-ku
Baca selengkapnya
#76 Semalam Suntuk
Cantika sudah berciuman dengan Ben. Mereka juga sudah tidur bersama dua kali. Mereka melakukan banyak hal lain lebih dari itu. Lantas, kenapa mengucap kata suka saja bisa jauh lebih menegangkan dan menguras energi? Bukankah mereka memang kekasih? Setelah ia mengaku dengan mulutnya sendiri, semua hal yang pernah dilakukannya dengan Ben kini membuat kerja jantungnya seratus kali lipat lebih cepat saat terulang. Kalau saja Cantika bisa melepas jantungnya sebentar, mungkin dia akan melakukannya agar dentuman itu tidak terlalu mengusik. “Aku ... suka kamu.” Cantika menarik selimut menutupi wajahnya saat teringat mengucapkan kalimat itu semalam. Dia meringis tanpa suara. Menggigiti bibirnya gemas. Apanya yang bisa putus kapan saja? Apanya yang mudah? Kalau begini, dia akan sulit lepas dari lelaki itu. Ben bisa saja menyakitinya, dan ia harus siap menanggung konsekuensi berpacaran dengan pria yang jauh lebih tua darinya. Dengan gerakan pelan, Cantika menurunkan selimut yang menutupi muka
Baca selengkapnya
#77 Identitas Yang Terungkap
Hari ini Ben menjemput Cantika lagi. Hari terakhir sesi fotonya untuk katalog produk fashion yang cukup terkenal di media sosial. Brand lokal yang awalnya kecil-kecilan itu bahkan sudah merambah membuka toko cabang di beberapa mal Pulau Jawa. Brand tersebut juga menerima pengiriman ke seluruh dunia jika ada permintaan. Ben menunggu di dalam mobil sambil memeriksa to do list dari iPad-nya. Jujur saja dia kepikiran mengenai apa yang dikatakan Viona hingga suasana hati Cantika memburuk kemarin. Tetapi dia sudah berjanji tidak akan menghubungi Viona lagi. Fokus Ben terpecah saat mendengar kaca mobilnya diketuk dari luar. Dia sontak menurunkan kacanya, menemukan Viona berdiri di sisi pintu pengemudi. Sialan. Ben mengira Cantika yang mengetuk jendelanya. Andai saja tidak sedang melamun tadi, dia tidak akan membuka kacanya sedikit pun. “Wah, kamu jemput aku?” Ben mengembuskan napas kasar. “Nggak perlu pura-pura. Aku yakin kamu udah tau alasan aku di sini.” “Jemput mainan baru kamu, hm?”
Baca selengkapnya
#78 Yang Tak Kembali
Delapan tahun lalu. “Yang diberita itu papanya Kiara, ‘kan?” “Jangan deket-deket, dia anak koruptur!” Tahan. “Hati-hati nanti uang kamu diambil sama dia. Katanya sifat itu turun temurun.” Sabar. “Enggak malu ya, masih masuk sekolah. Pasti barang-barang mahal yang dia pake hasil korupsi.” Tahan. Beragam hinaan dan kekerasan verbal terus diterima Cantika di sekolah. Tatapan tajam dan sinis tak ayal mengikuti ke manapun dia melangkah. Sekolah tidak lagi menjadi tempat yang tenang untuknya belajar. Bahkan guru-guru juga mulai mendiskriminasinya. Sejak ayahnya di penjara sebulan yang lalu, rumah dan seluruh harta mereka disita. Cantika dan ibunya terpaksa harus pindah ke tempat yang jauh lebih sederhana. Bagi seorang anak perempuan berusia tiga belas tahun, terlalu berat untuk menanggung segalanya. Mulai dari cemooh tetangga, perlakuan buruk teman-temannya, serta para keluarga angkat tangan menjauhi mereka. Tidak mau terlibat, begitu katanya. Ibunya yang semula tenang pun mulai ke
Baca selengkapnya
#79 Beban Keluarga
“Happy birthday, Brian!” “Selamat ulang tahun, Bri.” “Gimana ujiannya Bri?” Semua saudara yang hadir memberi ucapan selamat pada Brian. Beberapa hari yang lalu remaja itu baru saja berulang tahun. Seperti sudah menjadi tradisi dan kebiasaan dalam keluarga ibunya, selalu ada acara meriah untuk merayakan ulang tahun sepupu-sepupu dan om-tante Cantika. Suasana hati Cantika yang tak terlalu baik membuatnya semakin enggan mengikuti acara itu. Dia lebih banyak diam atau menghindar, berpura-pura menemani Byana. “Kak Can,” panggil Byana menarik-narik pelan ujung baju Cantika. “Kenapa, sayang?” “Kak Can ulang tahunnya kapan? Kok enggak pernah dirayain.” Cantika terdiam, lalu tersenyum pada Byana. “Masih beberapa bulan lagi. Bikin acara itu ‘kan mahal, Byan.” “Minta sama Papi aja, ‘kan Papi banyak uang.” Tawa Cantika lolos begitu saja mendengar usul Byana yang terlalu polos. “Om Dany ‘kan Papinya Byan.” “Enggak pa-pa, nanti Byan bilang ke Papi.” “Jangan ya, Byan. Lagian Kak Can juga
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
14
DMCA.com Protection Status