All Chapters of Pacarku CEO yang Posesif: Chapter 31 - Chapter 40
49 Chapters
Bertemu Calon Mertua
Ketukan dipintu mobil mengagetkan keduanya, mereka menoleh ke jendela samping kemudi. Biru segera mengenakan pakaiannya lagi, sedangkan Sinta mengelap keringat di dahinya dengan tisu yang ia ambil dari dasbor mobil. Jantungnya berdetak tak karuan, Biru meminta Sinta duduk kembali di tempatnya, ketukan semakin memburu. Biru membuka sedikit jendela samping kemudi dan bersikap tenang seperti tak ada sesuatu yang terjadi. "Halo, Mas. Kenapa kok berhenti di sini? Anda warga mana ... bisa minta KTP?"Biru bukannya menjawab namun ia tersenyum dan turun dari mobil, menutup pintunya kembali. Brak! "Saya berhenti karena ngantuk jadi tidur sebentar. Saya akan melakukan perjalanan jauh, bahaya kan kalo mengemudi dalam keadaan mengantuk, bisa terjadi kecelakaan," kilah Biru berucap tenang, Sinta heran kenapa lelaki itu pintar mencari alasan. "Oh, begitu ... lain kali kalo mau tidur di hotel aja, Mas. Warga sini sering mergoki mobil berhenti tapi malah enak-enak dimobil." "Alesan aja tidur, tu
Read more
Maju atau Mundur
Sinta tak enak hati, ia yang digandeng tangannya oleh Biru berjalan tergesa, perlahan menghentikan langkahnya. Biru menoleh untuk bertanya. Koridor sedang sepi, mereka bisa bicara leluasa. Sinta melepaskan tangannya dari genggaman Biru. Ia memegang satu tangan Biru, menatap lekat mata lelaki di hadapannya. "Kamu nggak boleh gitu sama Mama kamu, kita nggak usah lanjutin hubungan ini ya?" Mata Sinta berair, air mata hampir jatuh dari pelupuk matanya. Biru tak setuju, ia menggelengkan kepalanya. "Nggak, kita nggak akan putus sampai kapanpun, nggak akan Sin." Sinta berkata lembut sekali. "Ngelawan orangtua itu nggak boleh, Langit. Kamu harus nurut apa kata mereka, aku juga bukan wanita yang tepat buat kamu." "Nah, nyadar diri juga lo, bagus deh. Yuk, Biru, kita masuk," ajak Sarah tiba-tiba muncul di belakang Sinta. "Nggak usah ikut campur urusan kita, mending kamu balik ke dalem," timpal Biru masih sabar. "Biru, lo nggak kena pelet cewek udik ini kan?"
Read more
Fitnah
Sinta menjadi sibuk berurusan dengan polisi, dua hari berlalu ia diantar jemput oleh Biru sendiri. Kasus tersebut hanya menunggu putusan pengadilan, namun anehnya bukan Marsya yang ditahan namun sopirnya. Sinta sebenarnya tak tahu siapa yang ada di dalam mobil waktu itu, tapi ia yakin bahwa yang sedang menyetir di dalam mobil tersebut adalah wanita. Mungkin bukan Marsya tapi entahlah, semoga ada titik terang. Keadilan memang harua ditegakkan tapi ... sekarang uang bisa membelinya, sekalipun salah jika ada uang tetap akan dianggap benar. ***"Anak itu emang susah dibilangin, baru kali ini dia nggak nurut apa kata tante," sungut wanita paruh baya, mondar-mandir di ruang rawat suaminya. "Tante, aku punya ide," celetuk Sarah mengagetkan Mama Biru, padahal suaminya sedang tidur jadi Sarah cukup mengganggu. "Sssstttt, jangan keras-keras dong, Sarah," protes Mama Biru. "Ups, iya, Tante, aku lupa ..." Sarah menutup mulutnya, tersenyum kemudian melanjutkan ucapannya. "gimana kalo aku-" Sar
Read more
Bersikap Dewasa
Biru benar-benar tidak mengerti dengan maksud Sinta yang tiba-tiba meminta putus lagi. "Kamu tuh kenapa coba?" Sinta tersenyum jengkel, ia menghela napas kasar. "Lepasin gue sekarang!" Biru tetap memeganggi Sinta, gadis itu hanya perlu didengarkan sekarang. Sinta menggeleng lemah, dia merasa lelah karena dipermainkan oleh Biru."Udah-mendingan lo sekarang pergi dari sini!" usir Sinta setengah berteriak. Para tetangga yang mendengar teriakan Sinta buru-buru mengintip dari jendela rumah mereka masing-masing, sangat rugi ada tontonan jika mereka melewatkannya begitu saja, ibu-ibu itu sedang senang karena ada bahan untuk besok. "Sayang ... kamu itu kenapa sebenernya, aku salah apa? kamu tanya aja siapa tahu aku bisa jelasin. Kamu pasti cuma salah paham," balas Biru menatap sendu kekasihnya. "Apa? cuma salah paham?" tanya Sinta kesal, ia menepis kedua tangan biru. Menatapnya dengan sorot ingin menghabisi. "Kamu itu kenapa, Sayang?" Biru meraih jemari Sinta."Lo sadar apa yang lo lak
Read more
Refreshing
Biru meminum beberapa teguk minuman beralkohol yang ia beli dari minimarket, dia bingung mencari jalan keluar yang terbaik untuk hubungannya dengan Sinta. Dia sudah menghubungi Sinta berulang kali, menelepon dan mengiriminya pesan namun sejak tadi ia pulang, Sinta menonaktifkan ponselnya dan itu membuatnya dirinya semakin kesal juga frustasi. "Aaarrrgggghhhh! Shit!" makinya memukul kemudi. Biru akhirnya pergi ke suatu tempat untuk menenangkan diri, dia tidak pulang ke rumah memutuskan untuk bermalam di sana. ***Sinta terbangun di pagi hari, mengerjapkan matanya, melamun. "Apa gue putus beneran aja ya sama Langit?" batinnya berpikir keras. Hari ini hari minggu, rutinitas ketika hari minggu adalah bersih-bersih dan membantu ibunya, sedangkan adiknya, Riko akan membantu sebentar dan ia akan pergi entah kemana, pulang saat sudah sore. "Sin, bantuin ibu nyuci karpet sama bedcover ya ... buruan ibu tungguin!" teriak Ibunya dari belakang. Dengan malas Sinta bangun, ketika akan membu
Read more
Berduaan
Sinta mengedarkan pandang ke sekitar resort. Ada dua mobil yang terparkir di halaman luas tersebut, sungguh asri dan nyaman. Udaranya terasa sangat sejuk, berbagai macam pohon dari mulai kelapa sampai tanaman hias tertata rapi di seluruh area resort, membuat mata tak jemu memandang. "Silahkan, Non, lewat sini," tunjuk salah satu lelaki berbadan gempal. Dua lelaki lain berada di luar, tak ikut masuk, mungkin berjaga-jaga. Sinta melangkah masuk ke dalam bangunan kecil tersebut, berbagai pertanyaan memenuhi kepalanya. Dirinya ingin bertanya namun sungkan pada lelaki tersebut karena baru kali ini bertemu dengannya. Ragu-ragu, setelah semenit berpikir akhirnya Sinta memberanikan diri untuk bertanya pada lelaki tersebut. "Pak," panggilnya lirih. "saya mau tanya." Mereka berhenti di depan meja resepsionis."Tolong berikan kamar untuk tamu tuan Biru," ucapnya pada wanita yang berdiri di balik meja resepsionis, wanita tersebut mengangguk dan tersenyum ramah. Sinta menatap
Read more
Roof Top
Biru dan Sinta tertawa bersama, setelahnya diam sejenak, merasakan embusan angin yang menerpa, terasa sejuk dan menyegarkan. "Kamu kenapa bawa aku ke sini?" tanya Sinta menatap lelaki itu, tatapan yang berbeda, bukan benci. "yakin cuma gara-gara pengen aku aman dari cewek-cewek yang ngejar kamu?" cibirnya. "Iya, emang apa lagi?" ledek Biru, menatap Sinta lekat, mendekat perlahan sampai pipi Sinta memerah seperti udang rebus. "Ciyee ..." goda Biru jahil. "hayo kamu kira apa?" "Apaan sih, ngeres aja.""Eh, siapa yang mikir ke sana, hahaha ... berarti kamu yang lagi mikirin yang basah-basah, hahaha." Biru tertawa lepas. "Iih, enggak apaan, seenaknya aja ngomong," sanggah Sinta malu. Biru menjawil dagu kekasihnya, mecubit pipi, kemudian memencet hidungnya, menggelitiki pinggangnya, terus menjahili Sinta sampai gadis itu memohon ampun agar Biru berhenti. "Ampuuuun," pinta Sinta, menghadang tangan Biru yang akan menggelitiki pinggangnya. "Ampun doang, ampun siapa? Bilang yang mesra d
Read more
Gagal Masuk
Kecupan singkat mendarat di bibir Sinta. Gadis itu melotot, tak percaya. Biru tersenyum, tapi tidak dengan Sinta, bukannya tersenyum ia malah refleks memukul kaki Biru yang sakit kemudian bangkit dan pergi meninggalkannya sendirian. Biru mengaduh juga tersenyum, berhasil menjahili kekasihnya, dia dengan tergesa memakai sepatunya dan mengejar Sinta yang menuruni tangga. "Honey, tunggu!" teriak Biru. Gadis itu mengabaikan Biru yang tergesa mengejarnya menuruni tangga. Sinta semakin tergesa, dia ingin segera beristirahat di pondoknya. Kakinya melangkah cepat berbelok ke kanan menuju bangunan pondok, sesekali menengok ke belakang memastikan Biru masih jauh, namun nyatanya Biru bisa mengejarnya. Sinta menaiki tangga kayu yang cukup banyak, cukup menguras tenaganya. Dari belakang Biru mengejarnya, lelaki itu berhasil meraih lengan Sinta ketika mereka sampai di halaman pondok. "Lepasin," ucap Sinta lirih, melotot ke arah biru, memintanya untuk melepaskan tangannya karena mereka berdua j
Read more
Surprise
Biru melihat layar sebelum mengangkat telepon. Dia berdecak kesal tapi tetap mengangkat telepon tersebut."Kamu di mana sih, papa sakit begini kamu malah nggak peduli sama papa!" hardik wanita di seberang telepon. "Kenapa sih, Ma, marah-marah mulu, besok aku bakal jengukin papa lagi. Aku lagi di luar kota sekarang ... ada urusan penting.""Hah?! kamu di luar kota? Coba bilang kamu di mana, Biru?" "Bentar ya, Ma, aku mau meeting sama klien dulu," bohong Biru tentu saja. "Biru-Biru, nggak bisa gitu do-"Biru sudah memutus sambungan telepon, Mamanya di sana marah-marah. Papa Biru dan Sarah bertanya karena wanita itu terus mengoceh. "Kenapa sih, Ma?" "Itu anak kamu tuh-gak bisa dibilangin, nanti kalau mamanya darah tinggi terus mati, baru nyesel itu anak," gerutunya dongkol, menghentak-hentakkan kakinya di lantai. "Udahlah, Ma, lagian kamu itu sama anak laki-laki harusnya bisa lebih sabar lagi," balas Papanya lirih karena masih lemas. Sarah mengelus punggung wanita yang dianggapnya
Read more
Surprise
Biru melepaskan tangannya karena permintaan kekasihnya. Ia tersenyum, walau cahaya remang karena disinari rembulan wajah tampannya masih terlihat jelas. Sinta langsung balik badan dan terkejut, antara tak percaya dan lega karena ternyata yang menutup matanya adalah Biru. Muka kagetnya tak luput dari pandangan Biru, walau gadis itu buru-buru berbalik karena mendadak gugup. "Kenapa balik badan? Katanya mau hajar? Sini ayo, mau ngapain aja aku nurut deh," goda Biru, menjawil pundak Sinta. Sinta malu, menutup mukanya sambil menggumam. "Dasar! Nyebelin." "Kalo nggak jadi ngehajar, aku cium aja ya," katanya menyejajarkan kepala di samping Sinta, jantung gadisnya terasa mau copot. "Astaga!" Sinta memegangi dadanya, sambil terengah-engah agak menjauh dari Biru, lelaki itu tertawa kecil. Sinta sedikit kesal, bibirnya manyun sedangkan Biru mengambil sesuatu dari saku celananya yang berwarna putih. Sebuah kain berwarna hitam, Sinta heran untuk apa kain tersebut? apa akan ada sesuatu? Dia
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status