All Chapters of Dendam Permaisuri yang Terbuang: Chapter 31 - Chapter 40
134 Chapters
31. Sumpah Setia
Khandra baru saja berkunjung ke tempat persembunyian. Dia terkesima melihat penampilan Rengganis, mengenakan kaos tanpa lengan, dengan celana komprang warna putih yang diikat dengan kuat menggunakan tali. Tangan mulus itu masih nampak putih bersih dalam guyuran sinar rembulan. Api unggun memberi efek menakjubkan, terlihat bak bidadari turun dari kayangan. Entah apa yang membuat Abra memalingkan wajah dan berkhianat dari wanita secantik dia, begitu pikir Khandra bahkan beberapa ksatria lain. "Aku harus lebih kuat Khandra, aku ingin segera menghunuskan pedang ini ke leher Kakang Prabu. Dia sudah mengambil milikku. Membuat rakyatku menderita!" teriak Rengganis. Wanita tersebut mengingat kembali apa yang terjadi pada rakyatnya. Upeti juga pajak tidak masuk akal yang selalu dipungut secara tidak manusiawi. Mbok Berek dan juga Kayana saling pandang, memperhatikan Rengganis juga Khandra hang masih sibuk berlatih pedang di tengah padang, di mana obor dinyalakan di
Read more
32. Berlatih Pedang
Khandra mencoba memahami situasi junjungannya. "Saya paham Permaisuri, untuk senjata mungkin lebih baik kita pilih yang cocok dengan Anda, saat ini yang ada hanya pedang. Mari kita berlatih pedang dahulu," kata Khandra. Lelaki gagah tersebut berjalan menuju sebuah meja di ujung gubuk pelatihan. Dia mengambil pedang kayu yang disiapkan anak buahnya untuk berlatih pedang. Ada pula busur panah, ah anak buahnya memang bisa diandalkan. Khandra meletakkan padang Sawer Geni miliknya kemudian meraih dua pedang kayu. Khandra kembali menghampiri Rengganis. "Saya lihat Permaisuri tadi belajar mengatur pernapasan. Gunakan teknik itu juga saat mengayunkan pedang. Agar Permaisuri belajar mengontrol emosi saat bergerak. Teknik pernapasan yang baik juga bisa membantu emosi saat kita bertarung. Jangan mudah terpancing, tetap fokus dan tenang," kata Khandra memberikan pedang kayu tersebut. Rengganis menerimanya, dia mengayunkan pednag tersebut. "Baiklah, aku paham," u
Read more
33. Putus Asa
Rengganis membuka mata perlahan, kepala terasa pening. Ah, rupanya hari sudah berganti, wanita itu mengerjap-ngerjapkan mata. Beringsut bangkit dari dipan dengan susah payah. Rengganis menghela napas lalu mengembuskan teratur. Dia meraih meja sebagai pegangan lalu bangkit berdiri. Tangan tetap merayap pada setiap dinding gua, tubuh masih gemetaran kepala juga berkunang-kunang beberapa kali dia hampir ambruk. Rengganis menggigit bibir bawah agar tetap mempertahankan kesadaran. "Hyatt! Hap!" teriakan terdengar nyaring ketika Rengganis berada di ruang tengah. Dia menyipitkan mata, melihat ke luar dari lubang yang ada di gua. Terlihat Khandra menggunakan pedangnya menangkis serangan dari beberapa ksatria. "Mereka sedang berlatih," ujar Rengganis. Blar! Blar! Api keluar dari pedang yang diayunkan oleh Khandra. Beberapa anak buahnya menangkis serangan menggunakan pedang mereka. Kayana terlihat kewalahan menghadapi. Selesai menangkis serangan para kesa
Read more
34. Mulai Goyah
Gending jawa terdengar ketika Rengganis membasuh wajah di sungai. Dia melihat pantulan dirinya dalam riak air yang jernih itu. Ah, wajah sungguh nampak lusuh tidak terawat. Siapa peduli, tidak ada sama sekali. Terpenting adalah tekadnya sepanas api Rengganis menutup mata, seperti terhipnotis. Dalam benak berontak mungkin kah menemui Nyi Gendeng Sukmo adalah jalan terbaik. Hati kecil menolak, apa yang ditawarkan Nyi Gendeng Sukmo pasti ada timbal balik. Bagaimana jika demit itu hanya memanfaatkan dirinya, begitu pikir Rengganis. "Permaisuri," panggil Khandra membuyarkan lamunan. "Ah, iya Khandra," jawab Rengganis. "Hari sudah menjelang sore, mari kita kembali ke persembunyian. Saya dan Kayana harus kembali ke Istana sebelum matahari tenggelam," ungkap Khandra. "Besok kami akan meninjau lokasi perbatasan, takut kerajaan musuh menyusup," terang Khandra. Ada rasa tidak rela mengingat kedua pemuda itu cukup berperan penting dalam sesi latihan. "Kalian semua a
Read more
35. Ajarkan Aku Bela Diri!
Bukan Khandra sosok yang Rengganis harap yang hadir melainkan seorang perempuan anggun. Mengenakan kebaya dan kain sari berwarna biru kombinasi batik, di mana pada bagian samping terdapat belahan untuk mempermudah gerakan. Rok bawahan khusus yang dikenakan para prajurit wanita. Mbok Berek memeluk wanita tadi dengan sayang. Netra Rengganis dan wanita itu berserobok, senyum getir terulas di bibir manis permaisuri malang itu. "Hormat saya pada Permaisuri Rengganis," sapanya menyatukan kedua tangan di mana salah satu tangan menggenggam pedang. "Kau Sajani, ksatria wanita putri dari Mbok Berek?" Rengganis menekan perasaan, mencoba mengubah raut wajah. "Benar Permaisuri, kedatangan saya kemari untuk membantu Permaisuri berlatih bela diri atas titah dari Senapati Khandra," ungkapnya. "Terima kasih, istirahat saja dahulu, kau pasti lelah usai perjalanan jauh, bukan?" "Nduk, simbok sudah buatkan sarapan. Kita pergi sarapan dahulu," ajak Mbok Berek. Renggan
Read more
36. Belajar Memanah dan Berpedang
Rengganis mendapatkan pelatihan khusus menggunakan busur panah dari para ksatria. Sedangkan untuk berpedang Sajani yang akan melakukan. Bagi Rengganis siapa pun gurunya, dia tidak masalah asal bisa menjadi lebih kuat bukan wanita lemah tidak berguna lagi. "Aku harus lebih kuat agar tidak merepotkan kalian terlalu banyak!" tekad Rengganis ketika suara iba menggema melihat tubuhnya yang kelelahan berlatih. Rengganis mengikuti gerakan Sajani, mungkin karena sesama wanita Rengganis mudah akrab dengan Sajani. Gerakan pun menyesuaikan. Nyaman, Rengganis merasa mungkin seperti itu rasa menyenangkan memiliki seorang saudara wanita. Oh, tapi tunggu, Rengganis pun pernah dekat seperti saudara wanita dengan seorang wanita yang mengubah hidupnya. Yah, dialah Madhavi wanita ayu berwajah ular. Mengingat Madhavi membuat Rengganis menjaga jarak akan pertemanan. Juga Abra lelaki penghianat yang membuat dirinya benci pada sebuah kepercayaan, kepercayaan yang Rengganis junjung
Read more
37. Kelicikan Raja Abra dan Ki Kastara
Istana Baskara, Raja Abra menyingkirkan sementara beberapa abdi dalem serta pengikut mendiang Raja Arkha dengan dalih tugas mengunjungi perbatasan juga kerajaan lain yang pernah ditaklukkan Kerajaan Baskara. Dia mengalihkan perhatian mereka bukan tanpa alasan. Abra sendiri sudah mulai untuk bergerak. Mengumpulkan antek-antek juga memberikan undangan pada kerajaan yang menjadi sekutu yang mendukung dirinya. "Baiklah, kita juga harus segera bergerak Ki Kastara, aku tidak mungkin menunggu lebih lama," kata Abra saat dirinya berjalan di taman Istana Permaisuri. "Ini sungguh merepotkan," katanya lagi melihat Istana megah itu. "Saya rasa mengembalikan Permaisuri Rengganis adalah jalan terbaik Gusti Prabu," kata Ki Kastara. "Kita bisa membunuhnya secara tidak terlihat, atau meracuni dirinya agar tidak bisa hamil juga tidak buruk," saran Ki Kastara. "Kau benar Ki," ujar Abra terbahak. "Kita cari Rengganis sampai dapat, kemudian kita buat dia menjadi boneka yang hidup leb
Read more
38. Berjumpa Nyi Gendeng Sukmo Kembali
Rengganis menatap ke langit-langit gua, nampak bebatuan terbentuk tidak teratur, damar (lampu minyak tanah) menyala temaram. Beberapa kali Rengganis mengubah posisi tidur. Bayangan percakapan para ksatria berputar dalam pikiran. Satu hal yang masih terngiang bahwasanya kekuatan bela diri pun akan lebih sempurna jika mampu menguasai ajian untuk melindungi diri. Rengganis pernah mendengar akan namanya ajian pengasihan, juga ilmu kekebalan tubuh dan lain sebagainya. Namun, semua hal tersebut dia anggap angin lalu. Dulu dia tidak merasa minat saat mendengar percakapan para dayang dan ksatria penjaga Istana Permaisuri. "Aku pun ingin belajar beberapa ilmu kanuragan dan juga ajian untuk menjadi lebih kuat," keluh Rengganis. Lelah dalam berpikir, mata mulai sayu terbawa mimpi bersamaan alunan musik gamepan yang terdengar tidak tahu batas dan waktu. Rengganis kembali bermimpi aneh berjumpa Nyi Gendeng Sukmo. Dalam mimpinya Rengganis diperlihatkan bagaimana Nyi Gend
Read more
39. Menyelidiki Niatan Nyi Gendeng Sukmo
Sayup angin dingin menerpa, menerbangkan rambut panjang Rengganis yang terurai. Dia memeluk tubuh sendiri yang mulai menggigil. Dilihat sekali lagi sang rembulan samar menyinari di balik pepohonan yang rimbun. Rengganis kembali menatap wanita ayu yang sedang mandi tengah malam itu. "Apa kau tidak merasakan kedinginan berendam di sungai tengah malam, Nyi?" teriak Rengganis. Dia masih mencoba menyelidiki niatan Nyi Gendeng Sukmo. Ingin dia langsung bertanya mengapa wanita tersebut mengulurkan tangan untuk dirinya. Bukankah segala hal ada timbal balik? Itu pula yang Rengganis pikirkan. Tidak akan ada pemberian secara cuma-cuma, bukan. Dia melangkahkan kaki menapak pada bebatuan satu per satu untuk mendekati Nyi Gendeng Sukmo yang kini tepat berada di bawah air terjun. Tatapan awas menyelidik ke segala penjuru. Takut jika ada binatang berbahaya merayap pada tubuhnya. Nyi Gendeng Sukmo terkekeh, "Aku sedang melatih tubuh ini," kata Nyi Gendeng. Giliran Rengganis t
Read more
40. Kekuatan Selendang Merah Gendeng Sukmo
Nyi Gendeng Sukmo duduk berdampingan bersama Rengganis menghangatkan tubuh pada api unggun. Tatapan Rengganis masih dingin penuh selidik, tetapi tidak ada lagi ketenggangan dia lebih santai dari pertemuan dengan wanita demit tersebut. Bayangan wujud ular itu perlahan menghilang, yang Rengganis pikir wanita di sampingnya bukan manusia, mungkin bisa mengubah diri dengan bentuk apa pun yang dia suka dan dia mau. Berbeda dengan Nyi Gendeng Sukmo yang bisa lebih menguasai diri, menjerat seorang Rengganis bisa dilakukan dengan kelembutan. “Kau tidak ingin mempelajari ajian dan juga beberapa jurus Rengganis?” tanya Nyi Gendeng Sukmo. Wanita tersebut menutup mata, kemudian merentangkan tangan dan melompat ke udara, berpijak tanpa suara di tanah lalu melompat lagi. “Ini jurus meringankan tubuh, kau tahu,” kekehnya. ‘Jangan tertipu oleh wanita demit itu Rengganis, jurus meringankan tubuh para ksatria juga punya. Kau bisa meminta mereka untuk membantu mempelajari,’ berontak Renggani
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status