All Chapters of Terpaksa Menikah dengan Calon Mertua: Chapter 21 - Chapter 30
76 Chapters
Part 21
Sania langsung menangis dan menghambur ke dalam pelukan Dewa, meluapkan rasa rindu juga ketakutan yang sedang membelenggu hati. “Om Dewa kenapa baru pulang. Ada yang masuk ke dalam kamar kita dan mau melecehkan aku tadi, Om. Untung aku masih bisa lari!” Sania berujar seraya menangis tersedu.“Penyusup?”“Iya, Pak. Kata Ibu tadi ada yang masuk ke dalam rumah. Makanya dia sembunyi di sini sama si Mbok. Ini aja pintu kamar si Mbok ampe diganjal pake meja,” timpal Darmi menerangkan.Sadewa terlihat menghela napas dalam-dalam tanpa melepas pelukan istrinya yang sedang ketakutan.“Bapak sendiri, kenapa wajahnya babak belur seperti itu?” tanya Darmi lagi.Sania mendongak, menatap lalu mengusap wajah suaminya yang dipenuhi luka lebam.“Tadi pas saya mau bertemu rekan bisnis di Depok, tiba-tiba mobil saya dijegat sama sekelompok orang. Mereka memukuli saya, mengambil berkas-berkas yang saya bawa dan semua harta benda milik saya termasuk ponsel dan dompet. Saya mencoba melawan dan mempertahank
Read more
Part 22
“Apa kamu serius mengatakan semua itu, San?” Sadewa menangkup wajah istrinya menggunakan kedua telapak tangan. Sania hanya diam membisu, karena sebenarnya apa yang dia katakan itu hanya dusta belaka. Dia juga begitu takut kehilangan Sadewa karena kasih sayang yang diberikan oleh laki-laki itu selalu membuat dirinya berharga juga berarti. Namun entahlah, pikirannya terasa begitu kacau malam ini. “Kenapa kamu diam, San?” Sadewa terus saja mencecar. Wanita dengan hidung bangir serta bibir tipis itu melesakkan kepala ke dalam dada suaminya, melingkarkan tangan di pinggang laki-laki itu seraya menangis tersedu. “Aku akan tetap berjuang untuk mendapatkan hati kamu, San. Aku tidak akan melepaskan kamu begitu saja, tidak peduli kalau kamu begitu membenci aku. Aku akan mempertahankan kamu setidaknya sampai anak ini lahir. Dan setelah itu kamu boleh minta pi...” “Sssst!” Sania menautkan telunjuk di bibir sang pemilik rahang tegas, mengusap pipi Sadewa yang ditumbuhi jambang kemudian menyent
Read more
Part 23
“Astaga, Ayah. Ayah nuduh aku terlibat? Memangnya apa untungnya buat aku neror Sania, Yah?”“Siapa tau kamu merasa cemburu sama istri baru Ayah. Kamu tidak suka melihat Ayah bahagia, dan tidak mau kasih sayang Ayah untuk kamu terbagi setelah Ayah memiliki istri.”“Enggak, Yah. Seujung kuku pun aku tidak memiliki perasaan seperti itu. Aku juga sayang sama Sania dan merasa senang karena kehadiran Sania mampu mengubah Ayah yang pemarah jadi lebih lembut, bahkan aku merasa lebih diperhatikan oleh Ayah ketimbang sebelum Ayah menikah. Jadi, untuk apa aku cemburu kepada Sania?”Sadewa mengusap wajah dan menatap putrinya, lalu merangkul Clarissa dan meminta maaf.“Katakan sama Ayah. Kamu meminjam uang lima puluh juta sama Sania untuk apa? Apa David yang menyuruh kamu?”Clarissa menelan saliva dengan susah payah sambil melirik tidak suka ke arah ibu tirinya.Ember banget mulut kamu, Sania. Sudah aku bilang jangan mengadu ke Ayah, tapi kamu masih saja mengadukannya. Ia menggumam sendiri dalam h
Read more
Part 24
“Ayo, Ca. Mulai sekarang, kamu dan Enjel akan tinggal di rumah Ayah. Pokoknya Ayah nggak mau kalau kamu sampai kembali sama suami kamu!” ajak Sadewa seraya menarik tangan putrinya.“Tapi, Ayah?”“Kamu itu ya? Apa sih yang membuat kamu begitu tergila-gila dan bertekuk lutut sama si David itu?”“Karena aku mencintai dia, Ayah.”“Cinta? Terus, kamu akan diam saja walaupun terus menerus disakiti? Cinta boleh saja, tapi pake logika!”Clarissa menundukkan wajah tidak berani menatap wajah sang ayah.“Kunci pintu rumah kamu. Kita pulang ke rumah. Lagian, percuma ‘kan kamu punya suami kalau semua keperluan kamu masih jadi tanggungan Ayah. Mending sekalian saja kamu menjadi janda!” sungut Sadewa bertambah meradang.“Jadi selama ini Ayah nggak ikhlas ngasih semuanya ke Ica?”“Astagfirullah, Ica. Kamu itu bo*oh atau apa sih? Buka mata dan hati kamu. Kamu sadar nggak sih, selama ini David itu tidak mencintai kamu. Dia itu Cuma memanfaatkan kamu saja!”Bibir merah Clarissa terkatup rapat. Dia lalu
Read more
Part 25
“Pake gamis sama kerudung. Kita jalan sekarang!” perintahnya membuat Sania langsung tersenyum penuh kemenangan.“Jangan lupa hapus juga riasan kamu. Aku tidak mau ada laki-laki lain yang ikut menikmati kecantikan kamu!”“Siap, Bos!”Sania segera berjalan menuju wastafel, membasuh wajahnya lalu lekas mengganti pakaian. Mereka berdua kemudian berjalan keluar dengan mode saling bergandengan tangan tanpa menghiraukan dua pasang mata yang memandang dengan tatapan cemburu.“Kalian mau ke mana?” tanya Clarissa seraya menelisik tampilan Sania dari ujung kaki hingga ke ujung kepala, karena gamis yang ibu tirinya kenakan selalu baru dan dari merek yang lumayan cukup terkenal.“Beli martabak, Kak. Kakak mau?” Sania menjawab dengan senyuman terkembang di bibir merah mudanya.“Oh...enggak. Aku nggak suka sama terang bulan!”“Kamu mau nitip apaan, Ca? Biar Ayah beliin.” Sambung Sadewa.“Enggak, Yah. Aku nggak kepengen apa-apa.”“Ya sudah kalau begitu. Ayo, Sayang. Kita jalan sekarang. Sudah jam sem
Read more
Part 26
“Enak kamu ya? Jadi ratu dadakan, bahagia di atas penderitaan aku. Dasar ja*ang. Pura-pura nangis, pura-pura sedih, tapi buktinya hamil juga. Enak ya, dikelonin sama om-om, sampe nolak dan histeris saat aku ingin meminta jatah juga. Dasar matre. Liat duit banyak juga mau nyerahin apa saja. Kamu sama Lisa itu sama. Matre dan mur*han. Aku juga nggak yakin kalau anak yang ada di dalam perut kamu itu murni anak ayahku. Palingan anak rame-rame!” umpat Kevin membuat sang ayah kian naik pitam.“Cukup, Kevin. Cukup!” Kini tangan kekar Sadewa mendarat di pipi sang anak, meninggalkan jejak merah serta rasa panas serta perih di sekujur wajah Kevin.“Manis sekali kalian berdua! Pasangan yang sangat me*jijikka*!”“Diam kamu, Kevin!!”Tidak kama kemudian Aditya sampai dan menepikan sepeda motornya di depan rumah Sadewa sambil terus mengamati layar ponsel, menekan nomor yang dikirim Sadewa dan mulai terdengar dering ponsel di saku mantan tunangannya Sania.“Oh, jadi selama ini kamu yang sudah menero
Read more
Part 27
“Enggak, Sayang. Kamu nggak salah. Semua yang terjadi itu sudah takdir. Seperti kehidupan kita berdua juga karena Allah telah menggariskan nasib kita, menentukan siapa yang akan hidup bersama kita. Allah sudah menyiapkan jodoh sejak kita lahir di dunia karena jodoh sudah tertulis di lauhul mahfudz.”Sania mengangguk pelan seraya mengangkat wajahnya dari dada bidang Sadewa.“Kamu sudah makan belum?”Perempuan berwajah cantik nan menawan itu menggelengkan kepala.“Ayo, kita makan dulu. Kasian dedek Utun kalo bundanya kelaparan.” Sadewa menggamit tangan bidadari hatinya, menggandengnya turun dan mengajaknya bersantap sore bersama.“Makan yang banyak, Sayang. Biar anak kita gemuk seperti Enjel.”“Aku nggak laper. Aku mau minum susu saja, Om.”“Sedikit saja, Sayang.”“Aku cukup minum susu saja sudah kenyang. Mulut aku pait dan perut aku enek banget kalo liat nasi.”“Orang lagi hamil muda memang begitu, Pak. Suka nggak doyan nasi. Asal masih ada yang masuk ke perut nggak apa-apa, kok. Bu Sa
Read more
Part 28
Sepanjang perjalanan menuju kantor, banyak sekali yang mereka bicarakan. Tentang nama calon anak, sekolah di mana nantinya, juga jurusan yang akan diambil oleh anak mereka jika sudah kuliah, sampai-sampai tidak menyadari kalau sudah sampai di halaman gedung berlantai tiga dan Barja sang bodyguard membukakan pintu untuk kedua bosnya.“Terima kasih, Barja. Saya bukan Cinderella, jadi tidak usah dibukakan pintu,” ucap Sadewa sembari melangkahkan kaki turun dari mobil, membukakan pintu untuk Barja membalas kebaikan sang anak buah.“Duh, Bos. Terima kasih!”“Kembali kasih.”Semua karyawan yang tengah sibuk di tempat kerja masing-masing menatap Sania ketika mereka berdua masuk dengan mode saling bergandengan tangan. Ini kali pertama para karyawan melihat istri Sadewa, karena selama ini memang dia tidak pernah mengekspos wajah istrinya.Ada yang menatap kagum, tidak sedikit juga yang menatap mencemooh ke arah Sania karena mereka berpikir Sania seorang cewek matre yang mau dinikahi oleh om-om
Read more
Part 29
“Serahkan Enjel, dan akan kutanda tangani surat pengalihan ini,” ucap Sadewa sambil menatap ngeri pisau yang berkilat-kilat di tangan David.“Tanda tangani dulu, Tua Bangka. Baru aku serahkan bocah cengeng ini sama lo!”Sambil menghela napas Sadewa mengambil bolpoin yang disediakan, menanda tangani beberapa lembar kertas yang disodorkan lalu memberikannya kepada David.“Serahkan dulu cucu saya, setelah itu saya berikan ini sama kamu,” lugas pria dengan alis tebal itu.“Oke, kita barter!”Sadewa segera mengambil cucunya dari gendongan David, menyerahkan surat pengalihan yang sudah ditandatangani membuat sang menantu menyeringai puas.Buk!Sebuah tendangan mendarat tepat di ulu hati David, membuat lelaki bertubuh jangkung itu terjerembap sambil terbatuk.Sadewa kembali mengambil berkas-berkas yang ada di tangan suami Clarissa, merobeknya kemudian membuang potongan-potongan kertas tersebut ke sembarang tempat.“Kamu jangan pernah bermain-main dengan saya, David. Atau kamu akan menanggung
Read more
Part 30
Kenapa Tuhan tidak memberiku jodoh laki-laki sebaik Ayah? Kenapa aku harus berjodoh dengan David yang kasar dan tidak punya perasaan? Boro-boro memperlakukan aku semanis Ayah memperlakukan istrinya. Bicaranya selalu ketus, menusuk hati dan meninggalkan luka yang tidak bisa terobati. Batin Clarissa seraya berjalan mendekat, menarik kursi secara kasar lalu menyendok nasi sambil terus menggerutu.“Kamu kenapa, Ca? Apa sedang mendapat masalah lagi?” tanya Sadewa penasaran dengan sikap sang anak.“Nggak!” Wanita berusia dua puluh enam tahun itu menjawab ketus, memalingkan wajah ketika melihat Sania terus menyuapi laki-laki di hadapannya.“Jangan begitu dong, Kak Ica. Kalau sama orang tua itu yang sopan. Om Dewa itu ayahnya Kakak loh. Orang yang rela memeras keringat dan membanting tulang demi menghidupi Kakak, juga memberikan Kakak hidup yang layak,” sambung Sania menasihati.“Kamu tahu apa tentang kehidupan aku? Lagian, kamu masih kecil, kamu juga bukan siapa-siapa di rumah ini. Jadi ngga
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status