S2| 23. Tangisan Adam
Adam duduk di dekat jendela. Tatapan sendunya mengarah ke luar. Salju telah turun lebih lebat. Jika saja ia dan Amber masih di rumah, mereka pasti sedang duduk berdua, berbagi selimut sembari menikmati secangkir teh hangat. Namun kenyataannya, tidak ada kursi lain di sampingnya. Tidak ada cerita ataupun tawa yang memanjakan telinganya. Tanpa sadar, air mata mulai menghalangi pandangan Adam. Sebelum kesedihannya keluar dari batas, suara Nick membuyarkan lamunan. “Bos, kau menangis?” Adam spontan berkedip dan menegakkan punggung. Sembari menyentak alis, ia menggeleng samar. “Tidak.” “Ya, kau menangis,” tegas pria yang membungkuk memperhatikan mata bosnya. Setelah meletakkan dua cangkir kopi di ambang jendela, ia menarik kursi dan duduk di samping Adam. “Sebenarnya, ke mana istrimu pergi, Bos? Kau pasti sedang memikirkannya.” Adam menelan ludah pahit. Ia tidak terbiasa mengutarakan perasaan kepada orang lain. Namun, ia tidak memiliki pilihan lain.
Read more