All Chapters of Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku: Chapter 21 - Chapter 30
71 Chapters
Pertemuan dengan Klien
POV MirzaAku mengangguk. Menyetujui saja apapun kata-katanya, karena merasa di pihak yang bersalah.Tak ingin melihat kepergiannya, akupun berbalik dan memejam. Hatiku hancur dalam seketika. Seperti gelas yang sengaja dibanting pada lantai yang keras, lalu hancur berkeping-keping.Mala, kenapa jadi begini, sih!Ponsel dalam saku kemeja berdering tanda pesan.Palingan dari Hesti. Dia makin posesif sekarang. Mungkin pesannya hanya berisi pertanyaan-pertanyaan membosankan.Di mana? Sama siapa? Jam berapa pulang? Jangan lupa, bawa ini, bawa itu!Sudah persis bertanya seperti nyonya pada kacungnya. Penasaran, aku membuka pesannya juga. Mana tau tiba-tiba dia mau lahiran.Ternyata bukan dari Hesti, tapi Mala.Ada apa mengirimkan pesan? Apa terjadi sesuatu dengannya? Atau dia sedang dalam kesulitan. Ada apa dengan aku ini? Kenapa pula jadi perduli?Satu foto masuk dan langsung terpampang bukti transfer bank senilai lima belas juta.Sial! Segini doang?*Segelas kopi kuhabiskan di teras ru
Read more
Klien Istimewa
POV MirzaSial memang. Ketika mati-matian melupakan dia, eh malah nongol aja di depan mata. Lebih parahnya lagi, aku seperti kambing ompong yang tak punya omong. Bisu, bahkan mulutku mendadak bungkam.Mala merusak pikiran. Meeting yang kupersiapkan matang-matang jadi sia-sia. Pekerjaanku diambil alih Doni. Presentasi yang seharusnya berjalan singkat, harus diundur beberapa saat. Aku ke toilet tanpa bisa ditahan. Beruntung Doni tau seluk beluk bahan presentasi yang kugarap, sehingga dia maju untuk menggantikan aku.Tidak hanya itu, kehadiran Lian juga sedikit banyak mengganggu. Sedikit-sedikit berbisik-bisik pada Mala, lalu terjadi obrolan yang intens sekali. Panas.Wajahku terasa panas, apalagi dadaku berdebar-debar campur aduk. Antara cemburu, kesal, benci dan rindu yang berbaur jadi satu.Meeting terjeda sejenak. Kami menikmati capuccino bersama sambil membicarakan kerjasama yang sedang berjalan.Sialnya lagi, pandanganku tetap tidak mau berpindah dari sosok paling cantik di sini.M
Read more
Tak Dianggap
POV MirzaMinggu sore Zaki bersiap-siap menunggu jemputan. Tadinya berkeinginan mengantarnya langsung ke rumah mama, tapi Mala melarang. Sebab, tidak ada seorang pun di rumah. Keluarga besar Mala sedang liburan.Lama menunggu Mala, Zaki sampai mengeluh karena bosan menunggu.“Mama lama, Pa.” Dia merebahkan kepala pada bantal di depan televisi. Mengeluhkan dengan tatapan tertuju pada kartun pilihannya.Aku memilih tidak menjawab pertanyaannya. Sebab, sudah berulang kali Zaki melontarkan pertanyaan yang sama seperti itu. Pun aku balas dengan jawaban yang sama.“Pa, lama amat!” Dia mulai marah dan menghentak-hentakkan kaki.“Lagi di jalan,” jawabku menghibur. Entah sudah sampai mana Mala. Perasaan bilang sebentar lagi sampai ketika aku telepon.“Dari tadi. Papa bohong!” Dia mulai berteriak.“Eh, bocah! Mama kamu yang bohong. Kan dia yang telat jemputnya.”Tiba-tiba suara Hesti nyaring di belakangmu. Zaki jadi bangun dari posisi tidur. Dia beringsut mendekatiku. Sorot matanya manandakan k
Read more
Namanya Anggi
POV Anggi“Dasar sampah! Kalau gak ada duit ya gak usah ngontrak. Sononoh, di bawah jembatan masih ada tempat!” Aku meneriaki satu keluarga yang baru saja meninggalkan kontrakan.Kesal, mengontrak hampir empat bulan tapi gak bayar-bayar.Terpaksa mengusirnya. Gak perduli punya anak bayi. Dia pikir, hidup di kotabesar bisa gratisan. Kemarin-kemarin sudah aku beri kesempatan nyicil, bayarnyapun sedikit-sedikit. Aku merasa seperti tukang kredit.Mereka sudah menjauhi kontrakanku. Satu keluarga, suami,istri dan dia anak balitanya.Haduh, bisa-bisa wajahku cepat keriput kalau selalu marah-marah begini.Aku buru-buru menutup pintu dan mengunci. Saatnya mencari orangbaru untuk menempati. Kalau dibiarkan kosong lama, aku bisa rugi.Mana biaya kuliah Melati mahal. Belum lagi di rumahketambahan Mirza dan istrinya. Pengeluaran makin membengkaknya. Pusing ....*Setelah puas berputar selama satu jam tanpa tujuan,akhirnya mobil kuparkirkan di depan pusat perbelanjaan. Keinginan untuk membeli baju
Read more
Kepergok Mesum
POV AnggiAku masukkan lagi ponsel dalam tas. Alasan panggilan sebenarnyahanya pengalihan saja. Mendingan kabur dari pada harus bergaya membeli tas di sana.Aku menatap ke lantai atas. Tak tampak sosok mamanya Mala. Syukurlah kalau dia tidak mencariku. Mudah-mudahan begitu. Jadinya, aku tidak merasa malu karena ketauan pergi tanpa pamit.Aku buru-buru keluar, keinginan untuk membeli baju, sirna sudah gara-gara bertemu dengan mamanya Mala. Akhirnya, aku mengubah rencana. Memutuskan pergi dari tempat itu.Pulang saja. Ya, pulang adalah solusi terbaik sebelum aku benar-benar terjebak di situasi sulit ini. Kapan-kapan aku sambangi lagi toko ini. Urusan baju masih bisa terbeli, walaupun dengan membohongi Mirza atau Melati. Tetapi tas itu? Tidak lagi untuk untuk kumiliki, apalagi dengan keuanganku yang sulit seperti ini.Ini gara-gara menantu miskin itu.Menantuku kere. Hesti bisa apa? Bisanya cuma mengadu pada Mirza jika aku berbuat kasar padanya. Lalu, Mirza akan menegurku. Dasar pengadu.
Read more
Kelakuan Anggi
POV ArmalaLian membawakan tiga kotak makanan lengkap dengan minumandingin, jus alpukat tanpa gula. Tangannya yang kekar menyodorkan bungkusan itupadaku, lalu kami melaju kembali setelah memesan nasi kotak di sebuah restoran.Pulang dari kantor, aku sengaja mengajaknya mampir ke rumahku yang sudah terjual. Ada beberapa barang yang belum sempat aku ambil. Satu lukisan dansebuah figura Zaki saat masih bayi.Lusa adalah sidang putusan pengadilan. Aku mau menyelesaikansemua urusan yang berhubungan dengan mas Mirza, termasuk rumah ini.Aku tak mau ketika sudah berpisah, masih ada buntut berselisih. Hubungan kami selesai, berarti tidak ada urusanlagi kecuali masalah Zaki. Begitu mauku.Aku pun sudah mendapatkan tempat yang baru. Sebuah apartemen menjadi pilihan terakhir setelah memilah dan memilih beberapa rumah yang akhirnya gak cocok dengan seleraku.Lian menawarkan apartemen di dekat kantor. Denganbegitu, aku tidak perlu bolak balik dari rumah mama yang jaraknya cukup jauh. Belumlagi aku
Read more
Masa Penyesuaian
“Aku pun bingung. Di dalam pikiran Tante Anggi, Mala selalu saja salah, gak ada benarnya. Mungkin Tante perlu diruqiyah dulu biar bisa memandangi dari kacamata positif.” “Eh, kurang ajar!” Ibu tersinggung dengan ucapan Lian. “Sudahlah. Percuma juga dijelaskan.” Aku menutup jendela yangmasih terbuka, berniat segera pergi saja. “Akan aku panggil warga supaya menggiring kalian ke rumah pakRT.” “Ibu apa-apa sih!” “Kita pergi sekarang. Aku malas berdebat.” Lian memutar tubuh,lalu meninggalkan percekcokan sengit di ruangan ini. “Hai, Lian. Jangan kabur!” teriak ibu. “Ibu mau ngapain? Mau memfitnah kami? Iya silahkan. Lian jarangberinteraksi langsung dengan pembuat keonaran lo Bu. Dia bakal mengubungi pengacaranya kalau ketenangannya terusik.” “Pengecut namanya kalau seperti itu,” protes ibu. “Lihat ya? Akan aku viralkan perbuatan kalian!” Ibu menjauh, kemudian pergi. “Mau ke mana, Bu?” tanya Lian sambil mengulum senyum. Ibu melengossaja melewatinya yang duduk di kursi teras. “Mau
Read more
Hang Out
POV ArmalaTerkadang hidup sangat melelahkan. Melalui fase demi fase kehidupan yang membosankan. Begitu-begitu saja sampai kepenatan membekukan hati.Bekerja, pulang, dan mengurus Zaki sudah menjadi keseharianku setiap hari. Membekas meninggalkan kebiasaan baru. Kalau dulu akan ada mas Mirza sebagai obat dari kepenatan, sekarang malah sebaliknya. Kehadiran mas Mirza beberapa hari terakhir malah membuatku jengah. Sangat membosankan.Haruskah pergi ke suatu tempat di mana tak ada dirinya? Atau resign saja supaya bisa terbebas dari pikiran tentang dia? Tapi rasanya bukan ide yang bagus. Sebab, dari pekerjaan inilah sumber penghidupanku untuk Zaki. Kalau aku design, berarti aku kalah. Kalah melawan perasaanku sendiri. “Kenapa?”Tiba-tiba Lian sudah duduk di belakang meja. Sejak kapan diamasuk? Karena kepergok tengah melamun, aku berpura-pura membenahi map di meja.“Pake pura-pura. Begini ini, kelakuan kalau kepergok memikirkan sesuatu yang gampang ditebak!”“Apaan sih! Gak jelas.”Aku me
Read more
Pembicaraan dalam Telepon
POV Armala Lian membolak-balik dua ikan emas hasil tangkapannya. Anginsore membuat perapian semakin membesar. Lian meletakkan di atas wadah yang diaambil dari bagasi. Rupanya, dia memang berencana mengajakku mancing. Buktinya, semua perlengkapan memancing ada di mobilnya. Pun ada wadah yang sudah terisi dengan nasi dan sambal terasi. “Jadi, sejak kapan nyiapin ini semua?” tanyaku sambil memindahkan satu centong nasi ke atas piringnya. “Nyiapin apa?” Aku kesal kalau Lian menjawab dengan balik pertanyaan. Dia pasti gak bakalan menjawab. “Ah, sudahlah. Nikmati saja. Lapar!” Aku mencocol daging ikan bakar ke sambal sambil menikmati pemandangan di pinggir danau. Beberapa pasang mata menangkap kebersamaan kami. Mungkin mereka pikir, kami pasangan kekasih. “Gak usah pedulikan mereka. Habiskan ikannya. Aku membuatitu semua dengan usaha bukan kaleng-kaleng.” Aku mengalihkan perhatian. Piring di depannya sudah kosong. “Kamu kelaparan, Li?” “Banget.” “Tau gitu, beli makanan dulu sebel
Read more
Ternyata Lian ....
Suasana kantor sepi saat aku menjejakkan kaki diparkiran. Masih terlalu pagi untukku, karena biasanya aku tak pernah datang seawal ini. Di parkiran, hanya ada mobilku dan sebuah motor milik sekuriti.“Selamat pagi, Bu Mala,” sapa seorang sekuriti denganpakaian khasnya.“Pagi juga,” jawabku. Aku langsung menuju ruang kerja dilantai tiga.Sengaja berangkat lebih awal, karena hari pertama masuk kerja dari apartemen yang baru aku tinggali. Jaraknya yang dekat membuatku tidak membutuhkan waktu yang lama. Bahkan, aku bisa berjalan kaki, seperti pagi ini.Meja kerja menjadi tujuanku, ketika memasuki ruang kerja. Langsung membuka laptop dan mempersiapkan presentasi pagi. Lian tak ada membantuku kali ini. Sebab, dia sedang ada pekerjaan lain, meninjau proyek di luar kota. Berangkat pagi-pagi sekali bersama pak Anton.Sebelum waktu subuh tiba, ponselku berdering tanpa panggilan masuk. Lian mengabarkankalau dirinya dan pak Anton harus pergi saat itu juga, lalu memerintahkan aku agar memimpin m
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status