Semua Bab Wanita Yang Melamar Suamiku: Bab 91 - Bab 100
117 Bab
Bab 91.  Pengakuan Bude Asih
Bab 91. Pengakuan Bude Asih “Yang kemarin aku ceritakan itu,” sergah Mas Elang semakin serius. “Yang mana?” “Ning?” “Beneran aku lupa, yang mana, Sayang?” “Yang masalah ranj –“ “Ssst! Itu gak penting! Kalau aku sih, enggak gituan juga enggak apa-apa! Tapi dari cara Mas mencuri cium ke aku, aku jadi ragu,” cecarku sengaja menggodanya. “Ragu apa?” Mas Elang mengernyit. “Aku yakin kalau sebenarnya Mas Elang itu baik-baik saja! Apa perlu kita tes dulu?” “Beneran kamu mau si tes dulu, ayo, sini!” Mas Elang tiba-tiba meraih leherku dan langsung menggelitik bagian tertentu tubuhku. “Ennnggak, ampuun, ampun, enggak jadi ….!” teriakku sambil tertawa kegelian. Tapi Mas Elang tak mau melepasku. “Ning! Jadi kowe beneran Bening, toh, Nduk?!” Sontak Mas Elang melepasku. Kami menoleh ke arah pintu yang menghubungkan halaman belakang ini dnegan dapur. Bude Asih sudah berdiri di sana dengan mata basah. “Bude, ini beneran Bude Asih, kan? Aku beneran Bening, Bude!” tukasku lalu berla
Baca selengkapnya
Bab 92. Nirmala Melabrakku
Bab 92. Nirmala Melabrakku “Temani Bude, ya, Ning! Sekalian Bude mau bertemu Sigit di penjara, Bude kangen! Opo kowe, enddak kangen, Nduk?” Sontak kulepas sutil di tanganku. Kak Runi mengambil alih, sambil berbisik. “Sebaiknya kau jelaskan saja semuanya, jangan tutupi lagi! Bilang kalau kamu bukan istri Sigit lagi!” usulnya. Tetapi aku ragu. Khawatir kalau penyakit Bude Asih kambuh lagi karena kecewa. “Nopo kowe diem? Kowe enddak mau? Ya sudah, enddak apa-apa. Aku biar pergi sendiri saja!” pungkas Bude langsung berjalan ke arah pintu utama. “Tunggu, Bude!” panggilku mengejarnya. Namun dia tak menghiraukan. Langkahnya semakin panjang-panjang. “Baik, kita akan jenguk Mas Sigit ke penjara! Kita juga akan ke rumah Bude. Tapi nanti, ya?” “Kenapa nanti? Sekarang saja, Ning! Bude mau mengusir Niken sama anak-anaknya! Mereka harus kembalikan rumah itu! Kowe karo anak-anakmu harus pindah ke sana! Itu rumah Sigit!” “Iya, Bude, nanti, ya!” “Enddak! Kowe selalu jani nanti – nanti! Bude e
Baca selengkapnya
Bab 93. Permintaan Aneh Bude Asih
Bab 93. Permintaan Aneh Bude Asih “Ya, kau tidak pernah mengeluh, Nirmala! Hakim akan memujimu sebagai istri yang baik, istri yang sholeha, mereka akan sangat percaya. Hakim tidak akan percaya dengan semua bukti-bukti yang sudah berhasil dikumpulkan oleh Pengacara baru yang ditunjuk oleh Nek Ayang. Bukti bukti saat kau cek-in di hotel dengan para pria itu.” “Apa? Kamu bilang apa, Mas?” “Oh, iya, apa perlu aku kirim foto-foto itu ke hapemu? Boleh, sebentar!” Mas Elang merogoh saku celananya, mengutak-atik ponselnya. “Buka hapemu, lihat sendiri, lalu pergi dari sini! Jangan pernah ganggu Bening lagi!” Mbak Nirmala mengaktifkan ponselnya, detik berikutnya dia terbelalak kaget. “Dari mana kamu dapat semua foto-foto ini? Kamu ngikutin aku ke hotel? Kamu mata-matain aku, Mas!” teriaknya masih tak percaya. “Tidak penting! Satu kata untukmu, Nirmala! Kau menjijikkan! Kau lebih rendah dari pelac*ur!” “Mas!” “Ning, ayo siap- siap, Sayang! Nek Ayang sudah menunggu, lho!” Mas Elang menol
Baca selengkapnya
Bab 94. Mas Sigit Bebas dari Penjara?
Bab 94. Mas Sigit Bebas dari Penjara? “Bude, kalau boleh tau, Mas Agung itu siapanya Bude?” tanya Mas Elang menoleh ke belakang. “Ya, suami Budelah. Bapake si Sigit,” jawab Bude terlihat semringah. Sepertinya dia sangat senang mengenang nama itu. “Oh, Papanya si Sigit. Jadi Sigit itu anaknya Bude, bukannya anak Bu Niken?” lanjut Mas Elang. “Niken itu cuma minjem. Sigit itu anakku karo Mas Agung. Niken enddak punya anak lanang. Anak lanange meninggal saat umur setahun, ketabrak mobil di depan rumah iku, lho. Niken gak iso nerimo kenyataan. De e stress, gilo, eh, malah ngaku-ngaku cah lanangku sebagai anaknya. Sigit iku anakku, Ning! Kowe percaya karo aku, kan, Ning?” Bude menoleh ke arahku, menatap tepat di manik mataku. Tatapan yang begitu memohon. Entah kenapa, semakian dia memohon, semakin aku tak percaya. “Oh, begitu ceritanya.” Mas Elang bergumam. Sepertinya dia mulai percaya dengan uaraian tak masuk akal Bude Asih. “Iyo, Nak Elang. Nak Elang percaya karo Bude?” ta
Baca selengkapnya
Bab 95. Kejutan Manis Untuk Keluarga Mantan  Suamiku
Bab 95. Kejutan Manis Untuk Keluarga Mantan Suamiku “Buat Bening podo koyo Budemu, si Asih! Rebut anak-anakmu! Biar Bening gila, podo koyo Budemu iku! Balaskan sakit hati Ibu, yo, Le! Bening sudah keterlaluan! Beraninya dia menipu Ibu. Bisa-bisanya dia penjarakan kowe karo Yosa!” Itu suara ibu mertuaku. Terdengar begitu jelas. Aku dan Bude Asih seperti membeku, saling tatap tanpa berucap. Ini terlalu mengejutkan. Bagiku pun bagi Bude Asih. “Benar, Git! Kau harus bisa merebut hak asuh atas anak-anakmu! Biar Bening stress!” Kedua Kakaknya semakin menyemangati. “Tapi, Bening sepertinya susah untuk dikalahkan di dalam sidang nanti, Buk! Pengacaranya itu hampir tak pernah kalah dalam setiap kasus yang dia tangani. Aku ragu kalau soal hak asuh anak. Sepertinya dia bakal menang, Buk.” Terdengar suara Mas Sigit. Aku tak salah lagi, itu beneran Mas Sigit. Dia sudah keluar dari penjara. Tuntutan masa tahanan lima tahun hanya beberapa bulan di jalani. Apakah dia berhasil memenangkan ketik
Baca selengkapnya
Bab 96. Kuusir Keluarga  Mertuaku  Secara Elegant
Bab 96. Kuusir Keluarga Mertuaku Secara Elegant“Ka-kamu …!” Seisi ruang tengah itu tersentak kaget. Termasuk Mas Sigit.“Iya, saya …,” ucapku sembari mengukir senyum seindah yang aku bisa. Satu persatu kutatap dengan sangat lembut. Lalu berlabuh di wajah mantan suamiku. Kuulas senyum semakin manis. Diiringi tatapan dari sorot mataku yang penuh binar. Aku ingin tau reaksinya.Pria durjana itu menatapku tak percaya. Kedua bola mata keranjangnya membulat sempurna. Dia lepas genggaman tangan Yosa di jemarinya. Dia bahkan mulai berdiri, berjalan keluar dari kursinya, kemudian menghampiriku.“Mas!” panggil Yosa kaget berlipat ganda. Kaget melihatku, juga kaget melihat reaksi suaminya. “Maaaas …!” panggilnya sekali lagi. Namun, yang dipanggil seolah tak mendengar. Dia seperti terhipnotis dengan senyum yang merekah di bibirku. Dan makin kulebarkan saat dia semakin mendekatiku.Aku jadi menyesal kenapa tadi pagi hanya dandan sederhana. Cuma sapuan bedak dan pewarna bibir tipis yang a
Baca selengkapnya
Bab 97. Anakku Benar Kecelakaan Atau Jebakan
Bab 97. Anakku Benar Kecelakaan Atau Jebakan“Selamat ya, Bude! Akhirnya Bude bisa menempati rumah Bude lagi!” ucapku mengusap-usap lengan wanita enam puluh tahunan itu. Tetapi dia terlihat masih saja murung. “Ini surat rumah, Bude! Bude pengang, simpan dengan baik, ya! Rencana Bude hendak mengalihnama kepemilikan menjadi nama Bening, sebaiknya dibatalkan saja. Ini harta Bude, harus tetap atas nama Bude,” Mas Elang menjelaskan.Bude Asih menerima map plastik berisi sertificat rumahnya. Menatapnya dengan mata berkaca-kaca.“Kami pulang, ya, Bude! Kami akan sering-sering mengunjungi Bude ke sini. Kalau Bude ada waktu, Bude juga boleh main ke warung makan Bening, Bude sehat-sehat, ya!” ucapku lalu kukecup kedua pipinya.“Kunci saja semua pintu dan jendela, Ning! Bude mau ikut kalian ke warung makanmu!”“Lho, kenapa, Bude? Ini rumah Bude, kan?”“Nanti saja, Bude masih ingin sama kamu!”Bude Asih melangkah masuk ke dalam mobil Mas Elang. Aku toleh ke arah Mas Elang, dia memberi isy
Baca selengkapnya
Bab 98. Bening Terjebak
Bab 98. Bening Terjebak Masih setengah perjalanan. Ponselku berdering lagi. Sebuah pesan dari nomor sama masuk lagi. Buru-buru aku mengusap layar. [Maaf, Bu! Posisi Ibu di mana sekarang. Kenapa lama sekali, Bu! Nada mengalami pendarahan hebat di kepalanya, Bu!] Jantungku bagai berhenti memompa. Aku merasa lemas, sesak tak bisa menghirup oksigen. [Saya sudah di tenga jalan, tolong selamatkan anak saya, Bu, Pak!] Kubalas pesannya. Lima menit berlalu, tak ada lagi balasan pesan dari sekolah itu. Tetapi hatiku semakin was-was. Penumpang turun naik di halte-halte yang kami lintasi, itu membuatku semakin tak tenang. Aku sedang bur-bur, anakku sedang sekarat! Tolong cepatlah! Astaga! Angkotnya malah terpaksa berhenti karena macet parah. Bagaimana ini. Ojek, ya, aku naik ojek saja. Naik motor mungkin bisa lebih cepat karena bisa nyalip dan nyelinap di kemacetan ini. Segera kubayar ongkos, lalu buru-buru turun. Kulambai seorang tukang ojek yang kebetulan sedang ngetem tak jauh d
Baca selengkapnya
Bab 99. VOP Nek Ayang (Tukang Ojek Itu Ternyata Suruhan Nek Ayang)
Bab 99. VOP Nek Ayang (Tukang Ojek Itu Ternyata Suruhan Nek Ayang) “Ibuk enggak bosan di sini?” Ajeng menyapaku pagi ini saat aku berjalan menuju ruang makan. Mereka sudah lebih dulu berkumpul di sana untuk sarapan bersama. Kulihat cucu kesayanganku si Elang tampil berbeda hari ini. Setelan kemeja lengkap dengan dasi. Rambut gondrongnya sudah dipangkas rapi. “Nenek sudah bangun? Sini, Nek, sarapan bareng!” sambutnya seraya menarik sebuah kursi untukku, tepat di sampingnya. “Rapi banget kamu, Le? Tampan. Mau ke mana? Mau mengahadiri sidang gugatan cerai Bening? Kan, besok? Lagian ngapain pakai dasi segala” cecarku tak henti memindai penampilannya. “Nenek … duduk, lho! Eeeemuac!” Sebuah kecupan mendarat di pipiku. Elangku kembali seperti dulu. Segar, ceria, penuh semangat, enerjik, dan penuh perhatian. Elangku sudha kembali. Tuhan, terima kasih. Cucu laki-laki semata wayangku. Harapan dan impian almarhum suamiku. “Mas Mas, pesan terakhirmu padaku, sudah terpenuhi. Betapa ka
Baca selengkapnya
Bab 100.  Berusaha Lolos Dari Jebakan Mas Sigit
Bab 100. Berusaha Lolos Dari Jebakan Mas Sigit “Aku hanya menuntuk hakku, Sayang. Hingga detik ini kau masih istriku, bukan? Aku tak pernah talak kamu. Sidang lanjutan kasus kita esok pagi, bukan? Artinya hingga detik ini aku masih punya hak atas tubuhmu! Sini! Sekalian kita membuat negosiasi untuk persiapan sidang akhir perceraian kita besok! Aku mau kita berdamai saja, ya!” Mas Sigit makin erat memelukku. “Damai? Lepaskan aku dulu! Damai gimana maksudnya?” tanyaku sembari berpikir keras. Pikiranku masih sangat kacau. Bayangan Nada yang berdarah bergentanyangan di otak, membuat kepalaku terasa pening. Aku harus pastikan dulu keselamatannya. Itu yang paling utama bagiku saat ini. Tapi, bagaimana cara meloloskan diri dari pria mesum ini? “Iya, damai … maksudku kita jangan berpisah. Cabut gugatan kamu!” kata Mas Sigit mulai menggerayangi leher dan tengkukku dengan bibir dan lidahnya. Mual mengaduk perutku. seluruh bulu halus di tubuhku ikut merinding. Betapa aku ingin muntah
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status