All Chapters of POLIGRAF: Chapter 111 - Chapter 120
171 Chapters
Lolos
Begitu sosok berjas hitam timbul, Profesor Gani langsung mengerti apa yang tengah terjadi dan tanpa melempar-lempar waktu lagi ia menenggelamkan semua operasi mengambil barang yang diperlukan dari rumahnya, memundurkan mobil, mengganti arah, dan melesatkannya dengan kecepatan gila-gilaan."Loh? Kenapa tidak jadi masuk ke rumah, Yah?"Neta berteriak, berupaya mengalahkan suara derum mobil yang mendominasi pendengaran. Tubuhnya memutar ke belakang, menatap rumah yang belum sempat dimasukinya.Tidak merasakan respons apapun, Neta memperbaharui kembali posisi duduknya dan baru akan merongrong ayahnya lagi dengan pertanyaan ketika mobil tiba-tiba berhenti tanpa sopan santun, sehingga jidat Neta menghajar dashboard.Neta mengusap jidatnya yang benjol dengan ekspresi murka. Ia jengkel karena rencana memasuki rumah dibatalkan tanpa penjelasan, bertanya tapi diabaikan, dan sekarang rasa sakit memenuhi wajahnya.Belum sempat Neta mengajukan aduan, keluhan, protes, ata
Read more
Antar
"Nggak bisa begini nih, gue harus turun dan mendamprat orang itu kayaknya."Kila mengambil keputusan setelah menunggu beberapa menit sambil menekan klakson yang melengking-lengking memperingatkan."Jangan marah-marah, Kila. Tegur saja baik-baik. Mungkin yang punya baru belajar mengemudikan mobil makanya begitu."Kila mengerjap, ucapan ibunya benar juga."Iya, ya. Oke, Bu. Saya nggak akan marah-marah."Kila turun dari mobil dan menghampiri mobil navy yang cara parkirnya seolah menghalangi mobil Kila agar tidak keluar dari halaman rumah sakit. Ia mengetuk kaca jendelanya dengan kesopanan yang dipaksakan, berupaya tidak menghantamnya. Kaca jendela terbuka dan mata Kila membeliak melihat si pengemudi mobil. Ibunya salah. Pengemudinya bisa dipastikan bukanlah manusia yang baru berkenalan dengan mobil."Halo, Kila. Saya menghalangi jalanmu, ya. Kalian mau ke mana? Pulang? Biar saya yang antar Kala. Saya masih ada urusan dengan dia."Mata Kila masih membeli
Read more
Ciduk
Panggilan yang diterimanya sudah agak lama berakhir, layar ponselnya telah menggelap. Tapi, Citra masih bersikeras mempertahankan posisinya, dengan tangan terangkat menempelkan ponsel di telinga kanan. Kabar yang diterimanya, yang seharusnya menjadi berita baik, malah membuat tubuhnya membatu. Tita baru saja memberitahunya bahwa pelaku penyanderaan terhadap kakaknya dan adik polisi wanita itu telah diciduk."Ada apa, Citra? Kenapa berhenti di situ? Siapa yang menelepon?"Kepala ayahnya mewujudkan diri dari balik dinding ruang keluarga, memelototi Citra yang ber-cosplay jadi patung di ruang tamu. Karena sepertinya Citra tidak mendengar apapun, maka ayahnya menampakkan seluruh sosoknya dan berjalan mendekati Citra kemudian menepuk bahunya."Citra, apa yang terjadi? Itu telpon dari siapa?"Barulah Citra ingat jika ia sedang berada di ruang tamu rumah mewah ayahnya, bakal berdiskusi soal misi penyelamatan Neta dengan pengawal ayahnya."Reporter kenalan saya baru
Read more
Tidak Tahu
"Apa-apaan ini, Profesor? Apa maksud Anda mengumpankan anak buah saya agar ditangkap polisi?"Profesor Gani dan Neta langsung disambut dengan kemurkaan Bento begitu sosok mereka memasuki pintu markas. Neta bergantian menatap Bento dan ayahnya, bingung sekaligus resah karena kata "polisi" diikutsertakan. Sedangkan Profesor Gani hanya menyeringai sinis bertatap muka dengan belasan preman itu."Kamu salah paham, Bento. Saya tidak mengumpankan anak buah kamu. Dia hanya melaksanakan tugas yang saya berikan. Dengan imbalan besar tentunya."Mata Bento membeliak. Kepala botak licinnya berkilat dijilat cahaya lampu. Di belakangnya, para preman memasang ekspresi tanpa empati."Tanpa mengatakan apapun pada saya? Saya ini pemimpin mereka, Profesor. Saya berhak tahu apa yang terjadi pada anak buah saya atau tugas apa yang Anda berikan."Seringai Profesor Gani menjelma senyum sinis."Wah, jangan salahkan saya dong kalau anak buah kamu sendiri yang tidak bilang apa-apa
Read more
Pelaku
Mereka berempat duduk agak berjauhan di kursi panjang depan ruang interogasi, bertatap muka dengan mesin pembuat kopi dan mesin penjual otomatis. Efran dan Fikri tidak lupa saling melirik tiap beberapa detik, mengira-ngira alasan masing-masing berada di situ untuk menemui objek yang sama, sedangkan Kala dan Citra sibuk menunduk, menghimpun pikiran yang berlarian."Bagaimana keadaan Anda, Nak Kala?"Citra memilih bertanya demi menghalau kecanggungan."Baik, Bu."Tidak lagi saling mengerling, Efran dan Fikri kini menatap Kala dan Citra bergantian."Baguslah kalau seperti itu, cuma perlu menginap semalam di rumah sakit."Kala mengangguk kemudian diam saja karena tidak tahu lagi harus membicarakan apa. Ia juga kurang nyaman berujar soal Neta dan Profesor Gani di depan orang-orang tua itu."Maafkan suami dan anak saya, ya. Gara-gara mereka Anda harus disandera oleh preman dan pingsan."Justru Citra yang membuka topik mengenai hal yang enggan dibahas K
Read more
Kejaksaan
"Apa? Kejaksaan? Kenapa anakku harus dibawa ke sana padahal dia tidak bersalah?"Wira dan Yudi diam saja setelah menjawab seperlunya, tahu betul bahwa lebih baik tidak memproduksi masalah baru, terutama dengan ibu yang murka karena anaknya dihadapkan ke kejaksaan, terutama dengan ibunya Fatih yang dikenal nekat."Tenang saja, Bu, ini hanya pemeriksaan biasa."Fatih menenangkan ibunya yang sudah mengguncang-guncang terali dengan cara memukul dan menendangnya, menciptakan keriuhan di ruang tahanan."Tidak bisa, Fatih. Bagaimana bisa mereka melimpahkan kasus ini ke kejaksaan padahal jelas-jelas kamu tidak salah? Hei polisi tengik, kalian bersekongkol mau membuat putraku dihukum untuk kejahatan yang tidak dilakukannya, ya? Siapa yang memerintahkan kalian membawa putraku, hah? Siapa? Atasan kalian yang bengis itu? Hah?"Saling melirik, Wira dan Yudi diam-diam membuat kesepakatan untuk melakukan aksi tutup mulut berjamaah."Sudahlah, Bu, jangan membuat keribut
Read more
Telpon
Ayahnya berbohong?Neta bangkit dari duduknya di tempat tidur dan berjalan mondar-mandir di kamar yang tidak begitu luas itu, merenungkan dengan sungguh-sungguh pikiran yang baru saja menghantam jidatnya. Kalau memang ayahnya berbohong, untuk apa? Untuk menjauhkan Neta dari ibunya? Apa untungnya menjauhkan ibu dari anaknya sendiri? Tidak, tidak, mungkin bukan itu alasannya. Lalu, apa?Ia berhenti di depan jendela, sekali lagi bertatap muka dengan rumput setinggi orang yang mencuat begitu saja dari dalam tanah, mencoba menelaah kelakuan ayahnya yang tiba-tiba mewujudkan diri menjadi ayah yang baik dalam semalam.Punggung Neta menegak, matanya tajam memelototi rerumputan, seolah ada manusia yang berindap-indap di sana. Semalam! Ayahnya memang berubah sikap dalam semalam. Kemarin ia masih menganggap Neta ancaman, sampai menyuruh preman mengawasinya. Tapi sekarang, ayahnya bersikap seakan Neta anak kesayangan.Neta mencengkeram bingkai jendela dan menerawang, berupa
Read more
Jaksa
"Pak Wakil nelpon, Kak."Kala mempertontonkan layar ponselnya pada Kila yang sibuk mengemudi di sampingnya. Mereka juga ikut mengawal Fatih ke Kantor Kejaksaan Ryha setelah AKBP Neco minggat begitu saja usai diancam oleh Kila. Ancaman yang sama sekali bukan main-main. Kala merasa ia pun akan meniru sikap AKBP Neco jika Kila mengancam seperti itu.Kila mendengus, jelas-jelas tidak suka. Ia tadi sudah riang karena Efran memutuskan meninggalkan kantor polisi lebih dulu dengan dalih ada rapat yang harus dihadiri, sekarang malah menelpon Kala lagi."Gue heran, kok Pak Wakil kayak lagi nguber-nguber lo, ya? Ada urusan apa sih lo sama Pak Wakil, Ka? Lo nggak ngelakuin kesalahan ke beliau, kan?"Kala mendelik, tapi berupaya mengingat-ingat juga."Seingat gue nggak, Kak. Kan gue baru semalam ketemu sama beliau."Diam, Kila berkali-kali melirik jalanan dan layar ponsel yang memampang panggilan Erfan."Angkat aja, Ka. Lagian lo juga nggak bisa bohong kalau umpa
Read more
Pencarian
Citra dengan ekspresi ngeri dan ayahnya yang menyetel raut geram kompak memelototi layar ponsel yang sudah menggelap. Meskipun tidak ada yang berbicara, suara teriakan yang muncrat dari ponsel serta panggilan yang tiba-tiba terputus membuat mereka sama-sama tahu kalau Neta tengah disakiti karena ketahuan menelpon Citra. Fikri menyerahkan ponsel kepada Citra yang menerimanya dengan tangan gemetar."Neta, Yah. Gani pasti sedang memukuli Neta lagi. Kasihan anakku. Saya tidak di sana untuk membantunya. Pasti dia sangat kesakitan."Tersedu-sedu, Citra menangis sambil memeluk ponselnya, menganggapnya sebagai perwujudan Neta."Sialan pria brengsek itu. Berani sekali dia menyakiti cucuku. Tidak bisa begini. Saya akan menyerahkan urusan perusahaan dulu untuk sementara pada tim yang sudah saya bentuk supaya saya bisa fokus mencari Neta."Fikri kemudian mengeluarkan ponselnya sendiri dari saku dalam jas mahalnya, menyentuh-nyentuh layar, membuat panggilan, dan meletakkanny
Read more
Sekap
"Kenapa tidak makan?"Neta menoleh dari jendela persegi, tempatnya merasa terkoneksi dengan dunia luar, hanya untuk memberikan tatapan teramat benci pada Profesor Gani, yang dari kemeja tosca berpadu celana bahan hitam yang dipakainya, dapat diketahui kalau ia baru pulang dari kampus."Jadi, sekarang kamu sedang melakukan aksi mogok makan sekaligus tutup mulut?"Cuma mendecih sebagai respons, Neta kembali memelototi tanah kosong berumput setinggi manusia yang tergeletak di hadapannya, tidak sudi mengakui eksistensi Profesor Gani.Merasa percuma mencoba berkomunikasi dengan Neta yang jelas-jelas tidak kooperatif, Profesor Gani memilih keluar kamar. Bunyi kunci diputar, gembok dipasang, bahkan rantai diikatkan segera saja menguasai udara. Neta hanya melirik sinis dan bertatap muka lagi dengan alam.Lagi, rumput itu berdesir lagi, seperti ada orang yang bersembunyi di baliknya. Neta mengamati dengan harapan yang menggumpal tiap menit. Ia sama sekali tidak takut
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
18
DMCA.com Protection Status