Semua Bab POLIGRAF: Bab 101 - Bab 110
171 Bab
Alun-alun Kota Ryha
Profesor Gani berhenti berlari dan memilih menoleh saat mendengar hardikan yang sarat dengan kemurkaan itu. Seperti dugaannya, yang membuat pria berkemeja biru itu memekik-mekik adalah ulah salah satu dari empat pengawal ayah mertuanya yang minggat begitu saja usai menabrak jatuh seorang wanita sehingga ia terkapar menyedihkan di tanah berumput yang dihiasi plang mengancam berbunyi "Jangan Menginjak Rumput".Tapi, Profesor Gani tidak bisa menikmati umpatan yang diluncurkan oleh pria berkemeja biru itu lebih lama sebab ia harus cepat-cepat berada di luar jangkauan pandang para pengawal itu demi keselamatannya sendiri.Setelah berlari agak lama menyeberangi alun-alun yang berbentuk persegi itu, Profesor Gani akhirnya berhenti di balik pohon besar dengan banyak akar gantung yang dipercaya orang-orang dahulu sebagai tempat makhluk halus bertahta, satu-satunya tempat yang ia lihat tidak dijilati cahaya lampu sepenuhnya.Dari balik persembunyiannya, Profesor Gani menginta
Baca selengkapnya
Janjian
"Profesor itu mana, sih? Dia sudah telat lima belas menit. Kalau dia tidak datang lima belas menit lagi, saya akan pulang dan tidak akan mau diajak janjian ketemu lagi."AKBP Neco menggerutu geram. Ia sudah lelah menunggu Profesor Gani di tempat yang dijanjikan: dalam mobil di tempat parkir Hotel Ryha. Pilihan lokasi yang agak aneh.Usai melongok arloji di tangan kirinya, AKBP Neco melempar napas jengkel. Hari ini sangat tidak menyenangkan baginya. Diserang ibunya Fatih sampai ia mesti dikawal oleh perban dan plester, kecelakaan kapal tenggelam yang menyibukkan, sampai dengan insiden penculikan yang diwarnai aksi penyanderaan Pita dan adik Kila yang berujung dengan pencarian Ibad yang sempat hilang di laut. Kejadian yang berpotensi besar bakal mengancam jabatannya di Kepolisian Ryha.Lima menit lagi berlari dan Profesor Gani masih belum mewujudkan dirinya. AKBP Neco meraup ponsel dari tempatnya yang tergantung di bagian depan pinggang sebelah kiri, agak sulit karena
Baca selengkapnya
Di Halaman Rumah Sakit
Kila mondar-mandir sambil bersedekap di depan ekspresi ingin tahu Kala yang duduk di bangku besi yang bertebaran di halaman rumah sakit, mungkin diperuntukkan bagi pengunjung yang ingin menyeruput udara segar yang disajikan oleh pepohonan di situ. Pita juga duduk di bangku yang sama, raut wajahnya mempertontonkan kekagetan dan ketertarikan yang teramat sangat karena Kala baru saja menceritakan semua yang dialaminya hari itu."Wah, organisasi tempat orang yang bisa mendeteksi kebohongan berkumpul? Keren banget. Selama ini gue kira cuma Kala yang punya kemampuan begitu, ternyata ada banyak. Daebak!"Melirik Pita sebentar yang masih menunjukkan kegirangannya, Kila berpikir lagi. Organisasi manusia pendeteksi kebohongan? Pantas saja dokter muka dingin itu tahu kalau Kila berbohong dan kelihatan sangat tertarik dengan alasan Kala pingsan."Oh ya, gue tadi sempat ngerekam suara pertemuan mereka. Cuma bisa rekam suara doang sebab agak susah buat ngambil video."Kala me
Baca selengkapnya
Tangan
"Apa? Betulkah yang kamu bilang itu? Gendi meninggal?"Mata Fikri membeliak, mungkin bisa saja sampai meluncur ke lantai kalau tidak ditopang oleh rongga tempatnya bernaung. Di sampingnya, Citra yang baru saja menyampaikan alasan bohong tentang ketidakhadiran Neta membekap mulutnya sendiri dengan ekspresi ngeri. Pikirannya berlarian untuk menghubungkan suaminya dengan semua ini.Salah satu pengawal yang tadi menjadi sasaran pembantaian anak buah Bento, dengan luka memar dan berdarah di wajah dan tangannya, bahkan matanya bengkak mengenaskan, mengangguk lemah membenarkan."Bagaimana dia bisa meninggal? Siapa yang melakukannya?"Si pengawal mendongakkan wajahnya yang sedari tadi menunduk, mempertontonkan cidera yang menderanya."Kami juga tidak tahu, Pak. Kami bertiga pingsan dipukuli oleh preman-preman yang tiba-tiba datang membawa Profesor Gani. Begitu kami sadar, kami menemukan Gendi terbaring di jalan agak jauh dari kami."Fikri berdiri dari kursi mewa
Baca selengkapnya
Kembali ke Markas
Berkendara dalam diam, otak Profesor Gani sedang bekerja keras. Banyak hal yang terlalu jauh melenceng dari jalurnya, membuat jalan menuju kursi Rektor Universitas Ryha tidak semulus biasanya. Tak bisa dipungkiri, kekacauan ini berawal dari kebodohan Neta yang membunuh kekasihnya sendiri, sehingga ia juga ikut terseret. Keterlibatan Kala juga sama sekali tidak diinginkan karena hanya membuat persoalan ini semakin pelik.Belum lagi kelakuan istrinya, wanita memukau itu, turut menghamburkan bidak-bidak catur rencana yang telah disusun pada papan permainan yang harus Profesor Gani menangkan. Sekarang, ayah mertuanya yang menyebalkan juga akan ikut berpartisipasi karena Profesor Gani telah sengaja membunuh salah satu pengawalnya.Profesor Gani melirik ke kaca spion di sebelah kanannya, dua mobil hitam berisi anak buah Bento mengikutinya dari belakang, menjaganya sampai ke markas. Sepertinya ia mesti dikawal ke manapun ia akan pergi mulai sekarang, sebab ayah mertuanya tidak
Baca selengkapnya
Pulang
"Keadaannya sudah baik dan tidak ada cidera yang berat. Detak jantung, pernapasan, semuanya stabil. Jadi, dia boleh pulang hari ini."Dokter muka dingin berbicara kepada ibunya Kala seolah tidak mendengar apapun, terutama gosip soal dirinya semalam. Entah ia hanya bersikap profesional atau benar-benar sudah melupakan bahwa ibunya Kala sempat mengira ia yang menculik anaknya."Syukurlah. Terima kasih, Dok."Justru yang tidak dapat mengabaikan kejadian semalam adalah ibunya Kala. Ia masih agak gugup membalas ucapan dokter muka dingin dan lebih banyak menunduk, sebisa mungkin tidak bertatap muka langsung dengan si dokter."Dokter, saya ingin mengatakan sesuatu, bisa kita ke tempat yang lebih tenang?"Dokter muka dingin tidak sigap menjawab, ia lebih dulu memelototi muka Kila, mencari alasan yang mungkin terpahat di wajah itu tentang ajakan ngobrolnya."Kalau begitu, saya tinggal dulu, ya. Kala, jaga kesehatan. Tidak usah kembali ke sini lagi."Kala meng
Baca selengkapnya
Gerebek
Pemakaman sudah agak lama selesai. Banyak orang yang telah pulang. Kini yang tinggal hanya Fikri, Citra, sekelompok pengawal rekan almarhum, dan orang tua almarhum yang meraung-raung sedih, masih tidak percaya putra mereka telah pergi secepat dan semengenaskan itu."Gendi, Gendi, kenapa kamu tinggalkan Ibu, Nak?"Ibu Gendi, berpenampilan seperti manusia yang minggat dari rumah tanpa persiapan, menjerit sambil mencakar-cakar tanah kuburan, seolah berniat mengeluarkan anaknya dari lubang yang membungkusnya."Sudahlah, Bu, relakan Gendi. Dia tidak akan tenang melihat Ibu begini."Ayah Gendi, terlihat lebih manusiawi daripada istrinya, sibuk mengusap-usap dan mendekap bahu wanita yang histeris kehilangan anak itu.Fikri menghampiri keluarga yang berduka itu, setengah merasa bersalah karena atas perintahnyalah Gendi mengikuti Profesor Gani dan bertemu malaikat maut."Pak, Bu, saya minta maaf sekali lagi atas apa yang menimpa Gendi. Saya tahu Gendi-lah yang me
Baca selengkapnya
Sembunyi
"Kenapa kita tidak langsung ke rumah saja, Yah? Kenapa harus sembunyi di sini seperti orang yang mengintai? Masa kita harus mengintai dulu buat masuk ke rumah sendiri?"Neta bertanya dengan resah, bingung dengan kelakuan ayahnya. Mereka sedang memarkirkan mobil yang dipinjam dari anak buah Bento di naungan pohon di lorong samping rumah mereka, persis tempat Citra bersemayam semalam."Tentu saja kita harus sembunyi, Neta. Ibumu sudah melapor pada kakekmu soal perbuatanmu dan kakekmu sekarang sedang mencarimu untuk dihukum. Ayah tidak mau kamu disakiti sama mereka."Merasa sangat terharu dengan perhatian ayahnya yang baru kali ini dirasakannya, Neta akhirnya diam. Setelah mendengar cerita ayahnya tentang sikap ibunya yang berubah setelah tahu apa yang dilakukannya, secara otomatis Neta menganggap ia hanya akan aman jika bersama ayahnya. Sebab itu, ia menjelma menjadi anak baik dalam semalam dan memamah semua yang dikatakan ayahnya, bohong ataupun tidak."Terima ka
Baca selengkapnya
Jenguk
Monitor yang berbunyi monoton membosankan, yang mempertontonkan garis berlekuk berlarian bersama angka yang kadang berubah adalah hal pertama yang menyambut kedatangan mereka. Sama sekali bukan panorama yang indah, terutama bagi Kala, yang merasa dikhianati karena tidak pernah mendengar apapun dari Kila.Ia sebelumnya mengira, lebih pantas dikatakan berharap, kalau Ibad bakal baik-baik saja setelah berhadapan dengan laut. Memang mungkin akan butuh perawatan, tapi bukan dari alat-alat yang teronggok mengerikan itu."Ibad, koma? Kila, benarkah ini? Ibad koma?"Yang justru histeris adalah ibu dua bersaudara itu. Matanya membeliak dan mulutnya yang membulat tersembunyi di balik telapak tangan sambil bergantian menatap Ibad di depannya dan Kila di sampingnya.Kila mengangguk lemah, terlalu tidak berdaya untuk sekadar mengeluarkan bunyi dari tenggorokannya."Kenapa Kakak nggak bilang sama gue?"Tidak langsung menjawab, rupanya Kila berjuang dulu mempertahankan
Baca selengkapnya
Buru
"Pria brengsek itu datang ke rumahnya? Oke, tahan dia. Saya akan putar balik."Fikri cepat-cepat memutus panggilan, ditatap dengan risau oleh Citra yang masih belum yakin mesti berpihak ke siapa."Putar balik mobilnya, cepat! Kita kembali ke rumah tadi."Begitu mendengar titah tuannya, si sopir menurut. Ia memutar mobilnya di jalan ber-paving block, memproduksi debu, dan melesat kembali ke rumah dua lantai yang baru ditinggalkan beberapa menit yang lalu."Gani ke rumah, Ayah?"Citra bertanya dengan suara pelan, meskipun sudah tahu jawabannya."Iya, dia baru mau masuk ke rumah waktu pengawal Ayah memergokinya. Sekarang kesempatan kita untuk menangkapnya."Diam saja, Citra tidak menampik ataupun menyetujui maksud ayahnya. Ia kembali dihantam kebingungan untuk memilih antara ayahnya atau suaminya.Walaupun hampir pasti ia akan dianggap sangat bodoh karena masih mempertimbangkan untuk membela pria yang sudah menyakitinya, tapi Citra tidak bisa berpur
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
18
DMCA.com Protection Status