Semua Bab Menjandakan Istri Demi Selingkuhan: Bab 101 - Bab 110
183 Bab
101. Jasen Datang Lagi
Roti-roti yang bagian atasnya terlihat mengilat, berjajar rapi di etalase. Beberapa sudah berpindah ke nampan-nampan para pengunjung. Antrean di kasir juga terlihat mengular. Aku lumayan kuwalahan melayani para pembeli. Tetapi dengan senyum mereka kulayani dengan ramah."Terima kasih. Selamat datang kembali," ucapku sambil mengulurkan satu kantung roti ke pembeli di depanku. Meski pikiranku kalang kabut, dipenuhi perasaan takut dan khawatir soal anakku, tapi aku bersyukur tokoku ramai sekali hari ini. Aku juga berusaha memasang senyum ramah agar pembeli tidak kapok datang ke mari. Sebuah urusan sepele yang sebenarnya jadi perjuangan berat untukku saat ini. Aku harus tetap semangat ini semua juga demi Amelia dan Yoga. Bersabarlah Annasta, lirihku sendiri untuk menenangkan hatiku. Setiap badai pasti akan berlalu dan cahaya terang yang akan menggantikan. Aku yakin semua pasti ada akhir dan bahagia datang menghampiri."Ada tambahan lagi, Kak?" tanyaku kemudian saat pembeli selanjutnya m
Baca selengkapnya
102. Jasen 2
"Jasen? Untuk apa dia ke mari?" gumamku lirih. Jasen Vanderson. Laki-laki itu berhasil menyedot perhatian. Kulit putih kemerahan khas orang Australia, dada bidang dengan tubuh yang menjulang tinggi, belum lagi wajahnya yang tampan dengan hidung mancung yang memesona, membuat semua mata langsung tertuju padanya. Tanpa terkecuali. Aku bahkan bisa melihat beberapa dari mereka tidak berkedip saat menatap Jasen. Laki-laki itu seperti sedang memeragakan busana paling epic dan para pengunjungku ini ibarat kaum kelas atas yang sedang mengincar prestige tanpa peduli seberapa tinggi harga busana itu. Siapa yang bisa menampik pesona Jasen? Rowena saja bahkan sampai tergila-gila meski tahu itu suamiku. "Siapa itu? Ganteng banget seperti bintang film," celetuk salah seorang pengunjung di sebelahku. "Sepertinya bukan. Hanya mirip. Tapi aku akui, dia memang ganteng," jawab wanita di sebelahnya. "Malaikat dari mana yang lupa jalan terus nyasar ke toko roti begini?" celetuk pengunjung lainnya sa
Baca selengkapnya
103. Jasen 3
"Maaf, ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanyaku dengan nada sopan."Apa maksud kamu ini, Annasta? Apa kau lupa siapa aku, Hah?" Hentak Jasen."Maaf, saya disini bekerja untuk kedua anak saya. Jadi apa maksud kamu datang ke toko saya, Bapak Jasen Vanderson?" kataku dengan nada tegas.Sengaja aku beramah-tamah. Meski sebenarnya berat. Mengingat kejadian-kejadian buruk yang kami lewati beberapa waktu ini, apalagi soal perselingkuhannya dengan Rowena. Namun saat ini, aku posisikan Jasen sebagai tamu, tamu jauh, yang harus aku sambut dengan ramah dan hangat. Aku juga memosisikan Jasen sebagai ayah, yang saat ini merawat dua anakku. Jadi aku tidak ingin menyambutnya dengan amarah dan caci maki. Namun ternyata, respon yang kudapat malah berbeda 180 derajat. "Kamu itu ... biang masalah!" pekik Jasen begitu ia berada persis di depanku. Aku mengedarkan pandangan ke sekitar. Beberapa orang terlihat terkejut. Mata mereka membulat. Sebagian lagi tampak berbisik. Aku menelan ludah, gugup. "Jasen
Baca selengkapnya
104. Tuduhan Yang Menyakitkan
"Aku bundanya. Amel anakku. Apa tidak boleh seorang anak bicara dengan bundanya?" Hentakku.Melihat sikapku yang berubah, Jasen pun kulihat terkejut. Mungkin dalam pikirnya aku sekarang telah banyak berubah dari masa tiga tahun yang lalu. Asal kau tahu, Jasen, aku bukan Annasta yang lugu lagi. Inilah Annasta masa kini. Berbagai semangat aku munculkan dalam hati agar pertahananku melawan Jasen hari ini sukses. "Lihat yang terjadi sama Amel sekarang setelah bicara dengan bundanya." Jasen mengungkap semuah kejadian yang dia sendiri tidak mengerti sebab musababnya.Kata-kata Jasen seperti pisau yang menusuk tepat di jantungku. Kenapa semua kesalahan selalu dilimpahkan padaku? Memangnya tidak boleh aku rindu pada anakku? Memangnya aku mau Amel menghilang seperti sekarang? Apa dia pikir hanya dia yang khawatir? Sungguh picik pikiran Jasen. Aku sudah menduganya akan seperti ini kisah lanjutan."Amel cuma rindu padaku. Dia mau ke sini. Aku bundanya. Tidak mungkin aku membuat anakku dalam ba
Baca selengkapnya
105. Perkelahian
Aku tercenung memandang pada sosok yang sudah berdiri tidak jauh dari tempat aku berdiri. Dia sejenak mengalihkanku dari kemarahan Jasen. Aku jelas mengenal sosok itu. Dia adalah laki-laki yang beberapa waktu ini membantuku. Hanya saja, kali ini ia benar-benar terlihat berbeda. Jupri. Kali ini lelaki itu tampil rapi dengan gamis panjang berwarna coklat dan kopiah yang berwarna senada. Sebelumnya, tidak pernah aku melihat Jupri se-mengesankan ini. Sebagai mantan preman, aku kira dia masih jauh dari Tuhan. Aku jelas tidak pernah menyangka akan melihatnya berpenampilan seperti ini. "Ann, apa yang terjadi?" Jupri mendekat lalu menempatkan diri di sebelahku. Matanya menatap bergantian antara aku dengan Jasen. Wajahnya terlihat bingung dengan keberadaan lelaki bule hingga menimbulkan kerutan pada dahinya. Mungkin dalam hati Jupri timbul beberap pertanyaan yang belum terucap dan itu bisa aku lihat dari sorot matanya yang penuh harap. Aku yang paham pun segera mengulum senyum tipis dan men
Baca selengkapnya
106. Akhirnya Dia Pulang
Buk! Teriakanku nampaknya mengacau konsentrasi Jasen. Celah itu dimanfaatkan Jupri untuk memukul wajah Jasen dan menggulingkannya ke samping. Jasen masih bisa berdiri hingga membuat Jupri memgulas senyum tipis."Ayo, kita selesaikan sekarang!" pekik Jupri.Laki-laki itu berdiri lalu menepuk-nepuk bagian bawah gamisnya yang kotor. Setelahnya, ia memasang kuda-kuda dengan dua tangan mengepal di depan dada. Jupri mulai mengatur napas menyiapkan tenaga dalamnya, perlahan tapi pasti lelaki itu sudah terlihat siap menghadapi segala serangan."Nama _katrok_ gitu kok banyak gaya," ucap Jasen sambil berusaha berdiri. Satu tangannya terlihat mengusap ujung bibir. Jupri berhasil membuat lawannya terluka. _"Katrok_ juga bukan urusan kamu. Yang penting punya sopan santun, bisa memanusiakan manusia, dan satu lagi terpenting tidak suka melukai hati wanita!" teriak Jupri sambil bersiap dengan kuda-kudanya."Banyak gaya kau ya!" Aku hanya bisa terpaku di depan pintu toko. Jupri dan Jasen di depan s
Baca selengkapnya
107. Membersihkan Luka
Melihat luka-luka di tubuh dan wajah Jupri, apalagi ujung bibir dan hidungnya masih mengucurkan cairan merah, air mataku jelas tidak bisa berhenti mengalir. Tubuhku gemetar. Aku terus sesenggukan sambil menuntun Jupri ke ruang serbaguna yang ada di tokoku. "Tunggu di sini, aku ambilkan air es dulu untuk kompres luka kamu!" ucapku lirih.Lalu aku meninggalkan Jurpi seorang diri dalam gudang tersebut. Meski hanya gudang aku rasa ruangan ini masih cukup bersih. Sebenarnya ruang ini adalah gudang untuk barang-barang. Meskipun namanya gudang, tempat ini selalu dibersihkan oleh para karyawan karena digunakan untuk bahan baku bersih. Beberapa bahan roti juga aku tempatkan di sini. Tempatnya cukup luas, jadi aku rasa Jupri tidak akan kesempitan. Akhirnya aku kembali setelah mendapatkan satu baskom es batu juga kain handuk putih untuk mengompres bekas luka pukul Jasen. Perlahan aku bungkus beberapa es batu lalu kucoba tempelkan pada luka Jupri."Tahan dulu ya," ucapku sambil menarik kursi la
Baca selengkapnya
108. Mulai Terlihat Hilal
Yakin hanya karena itu?""Tentu saja," jawabku senewen. "Bukan karena benar-benar khawatir padaku? Takut aku kenapa-kenapa, terlepas dari aku bisa membantumu atau tidak?""Ya, tidak. Bukan. Aku khawatir. Tentu saja aku khawatir, Jup. Tapi bukan khawatir yang seperti itu.""Terus yang seperti apa?""Arrgh!"Jupri terbahak-bahak. Dari dulu, ia memang paling suka menggangguku seperti ini. Anehnya, aku hanya kesal. Tidak pernah terlintas rasa marah ataupun dendam pada Jupri. "Iya, maaf sudah membuatmu khawatir.""Iya, Jup, tapi ... terima kasih ya.""Karena aku berhasil mengusirnya?"Aku mengangguk. Aku sebenarnya kasihan melihat Jasen dipukuli, tapi di sisi lain aku senang ada yang memasang badan untukku. Kalau tidak ada Jupri, mungkin aku hanya bisa menangis mendengar hinaan Jasen. "Ini tidak gratis," ucap Jupri cepat. "Kok gitu sih.""Iya, tidak gratis. Lain kali traktir soto lagi ya." Jupri terkekeh lalu kembali meringis kesakitan. "Dih."Aku mengerucutkan bibir lalu mulai member
Baca selengkapnya
109. Jejak Yang Ditemukan Jafar
Pagi yang cerah kulangkahkan kakiku menuju toko kue, aku sengaja datang lebih awal jarena ada pesanan yang belum sempat di bungkus oleh para karyawanku. Pandanganku seketika menajam saat kulihat sosok yang aku kenal sedang berdiri dengan baju gamis telur asin.Jupri, iya lelaki itu sudah berdiri sambil bersidekap tangan di dada. Terlihat penampilan yang rapi dan tampan. Sungguh berbeda dengan Jupri beberapa tahun yang lalu. "Hai!" sapaku."Assalamualaikum, Ann!" balasnya.Aku pun seketika merasa kikuk, lalu membalas ucapan salamnya tersebut. Senyum manis terukir di bibir tipisnya membuat dadaku berdebar sedikit lebih kencang. Oh, Tuhan. Batinku menjerit."Waalaikumsalam, Jup," jawabku."Ada yang ingin aku katakan padamu mengenai Amel," ucap Jupri."Katakan saja, aku akan berusaha untuk menjadi pendengar yang setia," kataku.Jupri menarik napas kasar. Kemudian kulihat dia mengambil ponselnya jarinya terlihat memencet beberapa nomer. Kudengar nada sambung dari seberang."Siapa yang kam
Baca selengkapnya
110. Rumah Sakit Seodono
"Jafar, gimana Amel? Kamu beneran udah nemuin dia?' ujar bang Jupri."Iya, Bang, aku udah nemuin Amel. Sekarang dia udah tidur, nih." "Bagaimana keadaan Amel yang sebenarnya, Jafar?" tanya Jupri yang aku dengar.Aku masih terus mendengar pembecaraan antara Jafar dan Jupri. Hingga akhirnya panggilan teralihkan dengan mode vidio call. Aku pun ikut melongok agar bisa melihat kondisi Amel."Ini lho, Bang. Amel keadaannya seperti ini, tadi pagi aku menemukan dia dalam keadaan diam terpekur duduk sambil bersedekap kedua lututnya. Dan apakah Abang tahu suhu tubuhnya?" ucap Jafar.Air mataku tanpa sengaja jatuh, bulir-bulir bening terus mengalir tiada henti saat kulihat tubuh Amel yang sudah terpasang infus dengan tubuh yang terlihat kurus kering. "Amel," lirihku sendu."Memangnya bagaimana keadaan Amel saat itu, Jafar?" tanya Jupri.Lelaki itu begitu perhatian terhadap putriku, aku sungguh terharu dengan semua perlakuan Jupri yang lembut. Aku hanya mendengar semua pembicaraan kedua lelaki
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
19
DMCA.com Protection Status