Semua Bab Menjandakan Istri Demi Selingkuhan: Bab 81 - Bab 90
183 Bab
81. Pertengkaran
Ma, Amel masih mau ngobrol sama Bunda." Suara Amel yang memohon menyapu telingaku.Gedebug turut menggiring teriakan Rowena yang marah. Jantungku mencelos, yang kupikirkan sekarang penuh Amel. Tidak akan membayangkan ada tangan menyentuh permukaan kulit anakku dengan kasar."Kamu ngapain sih pake segala nelepon dia?!" tanya Rowena masih menggebu-gebu.Aku menutup mulut sembari mendengar dengan seksama, beruntung panggilan belum ditutup. Jadi aku masih bisa mendengar dengan jelas bagaimana siksaan yang dilakukan oleh Rowena. Gegas aku merekam semua suara melalui ponselku."Biarkan sajalah, Ma. Dia juga ibunya Amel," ujar laki-laki yang suaranya tidak asing. Dia pasti Yoga, Kakak Amel.Suara dengkus yang keras menusuk gendang telingaku. "Terus! Bela saja dia," hentak Rowena.Giliran aku mendengkus, bila saja aku di sana sudah kuapakan wanita itu. Walau begitu aku bersyukur, masih ada Yoga di dekat Amel yang akan selalu menolongnya entah dalam keadaan apa."Ma, balikin hapenya," pinta Am
Baca selengkapnya
82. Putus
Rowena terus mengomel, bahkan semakin lantang dalam mengeluarkan kata-kata. Memang tidak kasar bahasanya, tetapi bentakan demi bentakan tidak seharusnya diterima oleh anak kecil seusia Amel."Kamu sama saja seperti mereka, sudah berani ngelawan terus!" tutur Rowena, aku tahu dia yang dimaksud adalah Amel."Sudahlah, Ma. Ini tidak ada artinya. Annasta akan selamanya menjadi ibu kami. Kau, kau hanyalah ibu sambung dan aku tidak sudi menghormatimu selayaknya Annasta. Paham!" Pertengkaran mereka masih berlanjut, sampai aku sama sekali tak mendengar suara apapun dari seberang. Aku merasa sambungan telah terputus secara sepihak. Walau begitu tak kuasa aku mengetahui bagaimana Amel dan Yoga diperlakukan oleh Rowena.Aku menompang dagu, menatap intens handphone yang kuletakan di samping kalkulator mini. Lantas mataku menerawang jauh. Membayangkan perlakuan seorang ibu tiri yang kejam. Rowena. Tiba-tiba sebuah tangan menepuk punggungku pelan, tetapi tidak aku pedulikan. Hingga Andin menggunc
Baca selengkapnya
83. Kesedihan
Setelah barusan membeli bahan-bahan persediaan dan mengirim mereka ke gudang toki, aku kembali ke rumah. Tetapi sebelum itu Andin mencegatku, menarik lenganku hingga kami berhadapan.Wajahnya menaruh kekhawatiran terhadapku, namun aku menepis semua kegelisahan dengan senyuman. Tetapi gadis itu tahu akan kesedihan yang terpancar dari sorot mataku. Andin bukan satu atau dua hari bersamaku, dia sudah hampir dua tahun hidup satu atap denganku. Jadi gadis itu begitu paham dengan perubahan yang terjadi padaku."Kenapa, Din?" tanyaku.Dia menggeleng, melepas lenganku sembari menghela napas."Mbk, lagi ada masalah, ya?" tanyanya menatapku lagi."Mbk bisa cerita sama aku, Andin siap dengar cerita sama kasih saran buat, Mbk." Andin terus mendesakku.Aku menggeleng, enggan memberitahu kegalauanku selepas menerima telepon tadi siang. Andin tidak memaksa. Walau aku tahu dia sangat penasaran."Huh ... yaudah deh, Mbk. Andin istirahat dulu. Jaga kesehatan, ya, Mbk!" ucap Andin berbalik badan melangk
Baca selengkapnya
84. Edisi Melamun
Aku sudah memikirkan ini sebelumnya, aku berharap Frans bisa membantuku untuk memantau keadaan Amel dan Yoga di lingkungan Rowena. Apalagi dengan status Frans yang merupakan mantan adik iparku, ditambah Frans adalah dokter Amel dulunya."Iya, ini lebih baik. Aku hubungi Frans saja," lirihku.Kucari handphone sampai berjumpa. Bergegas mengotak-atik untuk mendapatkan kontak Frans, tak lama setelahnya aku meneleponnya."Nada sambung, sibukkah?" tanyaku lirih.Aku pun melangkah kembali ke dapur, duduk di tempat yang sama sembari menunggu. Aku memaklumi jika Frans tidak seperti orang lain bila mendapat panggilan masuk, profesinya yang seorang dokter mewajarkan dia jarang memegang ponsel dan aku sabar menanti jawaban dari seberang."Lama banget," gumamku tidak sabar.Aku menatap sendu handphoneku, Frans tidak menjawab panggilan dariku. Panggilan yang kupinta menutup sendiri karena tak dibalas oleh penerima."Apakah sedang ada pasien ya Si Frans?" tanyaku pada diri sendiri.Dengan kasar kehi
Baca selengkapnya
85. Masih Galau
Setelah memastikan bahwa Dahlia masuk kamar kembali, aku pun kembali ke meja makan untuk melanjutkan makan malamku.Hingga pukul sembilan malam aku baru selesai, setelahnya aku langsung masuk ke kamar sembari merebahkan diri. Tidak lupa sebelumnya kucuci piring kotor bekas makanku. Kembali bayangan siksaan Rowena pada Amel.Seketika aku terbangun, beranjak dari ranjang ke nakas. Kuambil tablet obat dan mengeluarkan satu untuk dimasukan ke dalam mulut. Tanpa air aku menelannya, lantas kembali naik ke ranjang dan merebahkan diri."Semoga obat ini bekerja dengan baik hingga membuatku besok segar dan fit," doaku dalam hati.Tak henti aku memandang handphone di atas nakas, namun aku menghela napas karena sampai sekarang Frans tak kunjung meneleponku balik. Lelah aku menunggu, akhirnya tubuhku membuat keputusan untuk tidur. Aku ketiduran. Mungkin juga efek dari obat yang kuminum.Keesokan harinya, aku bersiap ke toko. Kali ini aku tidak jualan nasi pecel di depan gang, Andin melarangku. Ka
Baca selengkapnya
86. Akhirnya
Langsung aku menuju tombol dial hijau. "Frans!"Tak lama setelahnya, suara Frans menginstrupsi. Aku lekas membalas dengan terburu-buru seakan masalahku sangatlah mendesak. Suaraku itulah yang membikin Frans turut khawatir seperti halnya respon Andin."Ada apa denganmu, Sayang? Maaf jika aku lama merespon semua panggilan dan chat yang kamu kirim. Aku sedang ada operasi besar. Sekali lagi maaf!" pinta Frans yang tidak lupa dengan kata sayangnya."Hallo, Frans. Maaf ganggu kamu, aku cuma mau minta tolong sebentar sama kamu," tuturku ngos-ngosan, seperti kereta api aku sampai lupa bernapas kala berbicara."Tetapi bisakah kamu panggil aku tanpa kata sayang?" ucapku dengan nada cemberut."Hallo juga. Maaf untuk kata itu aku tidak bisa membuangnya, Mbakku Sayang," tuturnya yang kubalas dengan helaan napas berat."Hai, ada apa, Mbak?" tanya Frans kemudian.Dia tampak panik karenaku, apalagi dari semalam aku meneleponnya. Aku turut mendengar seseorang memanggil Frans yang mana hanya dibalas ka
Baca selengkapnya
87. Janji Cibta
Aku meminta Frans untuk memberiku kabar tentang Amel, istilahnya memantau gadis itu karena Rowena bisa kapan saja melakukan hal di luar perkiraan."Oke, tenang. Aku akan berusaha memantau mereka tanpa sepengetahuan. Beri aku waktu dua hari, akan kukabari setelah aku mengetahui kabar mereka berdua," tutur Frans berjanji.Aku mengangguk mengiyakan, sedikit bernapas lega. Aku sangat berterima kasih padanya. Mungkin setelah ini aku bisa sejenak tenang karena yakin Frans bisa mengatasi."Terima kasih, Frans. Maaf membuatmu repot," tuturku."Tidak mengapa, Mbak. Amel juga adikku," balas Frans lanjut menutup telepon setelah aku memintanya.Bergegas aku memasukan _handphone_ ke dalam tas. Langkah lebarku mengarah ke luar rumah, mengeluarkan motor dan bersiap melaju ke toko.Sesampainya di sana aku mendapati Andin membuka pintu toko, tak lama setelah itu karyawan lainnya menyusul. Kamipun masuk bersama-sama.Segera aku membagi tugas, masing-masing dari mereka memegang satu tugas. Sebelum itu a
Baca selengkapnya
88. Masih Galau
Sudah hari ketiga semenjak Frans berjanji akan memberitahuku kabar tentang Yoga dan Amel, namun tak kunjung mendapat kabar dari pria itu. Hatiku resah.Dari raut wajahku tampak tidak baik-baik saja, Andin menangkap itu. Tetapi dia enggan menganggu pikiranku dengan tetap bekerja di sekelilingku. Sesekali aku membantu, walau aku lebih banyak duduk di bangku kasir.Karena sekali aku membantu maka aku akan menghancurkannya. Seperti saat ini contohnya.Aku tengah berkutat dengan adonan dan cetakan, karena cukup ramai sebagian karyawan kuwalahan hingga aku turun tangan."Bu Anna kenapa?" tanya salah satu karyawan seraya menunjuk kearahku. Dia mengatakannya pada Andin.Aku bisa mendengar karena memang jaraknya tak terlalu jauh. Namun, aku tidak marah karena keadaanku memang patut dikhawatirkan.Sudah tiga hari dan Frans belum memberiku kabar, sekalipun aku mengirim pesan dan sesekali menelepon jawabannya tetap sama, "maaf, Mbak. Belum ada kabar." Bagaimana aku bisa tenang?"Em ... Mbak, kue
Baca selengkapnya
89. Kabar Sedih
Sudah tujuh hari aku menanti dengan hati gundah gulana hingga pada akhirnya menemukan ujung yang baik. Tepatnya saat aku tengah menjaga toko terdengar nada dering sebuah panggilan yang sangat aku hapal lagunya. "Mungkinkah itu panggilan berasal dari Frans?" gumamku.Setengah malas aku melangkah ke meja kasir untuk mengambil ponsel, wajahku mendadak tegang tatkala membaca nama kontak yang muncul di layar. Frans. Pria itu meneleponku.Tak butuh waktu yang lama hanya sekadar untuk berpikir aku langsung menekan dial hijau. "Hallo, Frans," sapaku sedikit menjerit.Tak bisa dipungkiri, aku penasaran dan takut. Semua rasa berbaur menjadi satu membuat tapak tanganku bergetar, ponsel yang aku pegang pun ikut bergoyang."Hallo, Mbak. Maaf sebelumnya, alhamdullilah aku sudah menemukan kabar Amel," ujar Frans membuat hatiku lega.Mulutku seketika membuka lebar, gegas kututup dengan tapak tangan kiriku. Sedangkan tangan kananku memegang ponsel yang menempel di telinga, suara Frans sedikit bergel
Baca selengkapnya
90. Pencarian
"Aku akan mengeceknya di terminal, berharap Amel berada di sana," lanjutnya membuatku sadar."Bukankah sudah lewat hari, Frans? Memangnya kapan si Amelnya kabur?" tanyaku."Pagi buta tadi, dia hanya berbekal uang tabungannya berkisar seratus ribu dan beberapa pakaiannya," jawab Frans.Aku terdiam membayangkan putriku yang pergi hanya berbekal uang seratus ribu, mungkin uang itu cukup untuknya sampai di Kota Madiun. Pikiranku melayang tidak karuan, entah apa yang terjadi dengan perjalanan Amelia. Semoga engkau selamat tidak kurang suatu apapun, Nak. Aku selalu berdoa yang terbaik untukmu."Aku akan menunggu kabar darimu, Frans!" kataku tegas."Tunggu, ini aku sedang dalam perjalanan menuju terminal Bungurasih," balas Frans yang kudengar suara klakson saling bersahutan.'Baiklah, aku tunggu!" Hening. Frans, hanya kudengar mengembuskan napas kasarnya berulang kali. Sama halnya denganku yang tidak bisa tenang. Hatiku kembali gundah. Pikiranku terus melayang, sepertinya aku harus segera
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
19
DMCA.com Protection Status