All Chapters of Menjandakan Istri Demi Selingkuhan: Chapter 71 - Chapter 80
183 Chapters
71. Semangat
Akhirnya selesai juga proses pemakaman keduaborang tua Andin dan adik lelakinya. Aku selallu mendampingi gadis itu agar mentalnya kuat menghadapi kejamnya dunia"Terima kasih, Mbak!" ucap Andin padaku kala kami menunggu di kamar inap Dahlia."Iya, aku sangat senang kamu mau menerima semua bantyanku, Din," balasku sambil kupandangi wajah lebut Dahlia.Andin mengikuti arah pandangku, kulihat bulir bening mulai membentuk telaga sunyi. Aku makin mersakan nyeri pada kondisi Dahlia. Sudah terbaring di ranjang pesakitan si rumah sakit setempat.Dahlia, gadis mungil nan cantik terpaksa segera di rawat di instalansi gawat darurat. Saat itu kondisi kesehatan Dahlia turin drastis. Dahlia gadis kecil yabg sangat beruntung karena hanya dia yang selamat dari kecelakaan tersebut. Aku masih berdiri di samping ranjang kecil tempat Dahlia berada.Kini waktu yang digunakan oleh Dahlia hampir sampai pada limit akhir infus yang diperhitungkan. Alhamdulillah dengan sedikit usaha terlihat pergerakan Dahlia
Read more
72. Jasen Datang
."Mas Jasen!" lirihku seketika kala melihat sosok Mas Jasen yang sudah ada di depanku.Aku merasa sedikit takut dan resah ketiga tatapan netranya menghujam dalam relung hati. Aku sungguh jengah melihat wajah busuknya, hingga tanpa sadar tanganku memeluk lengan Frans. Melihat sikapku yang seperti itu semakin tajam tatapan Mas Jasen."Kau terlihat murahan, Ann. Apa kau lupa akan hijab yang kau kenakan?" ucap Mas Kasen padaku dengan nada kasar.Frans menarikku ke belakang badannya sambil menggenggam pergelangan tanganku dengan kencang. Aku sedikit merintih kesakitan. Secara reflek Frans meleoas pergelangan tanganku dengan halus, kemudian lelaki itu berjalan mendekat oada Jasen."Apa mau kamu, Tuan Jasen terhormat?" kata Frans dengan sedikit penekanan pada kalimatnya."Kau yang kurang ajar, Frans. Istri abang kau lirik juga!" geram Jasen."Istri!? Bukankah sudah Abang talak wanita itu? Bahkan kau sudah usir dari hidupmu," ungkap Frans."Tetapi tidak juga segera kau pungut bekas wanitaku.
Read more
73. Melamun
Jasen terhenyak, netranya tampak memerah saat aku membentaknya. Lelaki itu bahkan sudah mengangkat tangannya setelah selesai kalimatku. Namun, ketika tapak tangan itu hampir mendarat di ujung kepalaku sebuah tangan berotot berhasil menangkap dan menariknya ke belakang. Rupanya sosok tangan tersebut adalah milik Frans. Aku bernapas lega, sungguh tidak pernah kuduga jika Mas Jasen masih berani melayangkan tangannya padaku. Semua diluar nalar."Kau sudah jauh melangkah, Jasen! Keluar dari rumahku!" usirku dengan lantang.Jasen bergeming, kulihat matanya semakin memerah dan tapak tangannya mengepal kuat. Sangat terlihat jika dia sedang menahan emosinya. Perbeda dengan Frans, lelaki itu kulihat masih bisa bersabar menghadapi sikap kakak tirinya. "Aku akan kembali, ingat urusan kita belum selesai!" ancam Jasen sambil menuding wajah Frans.Aku hanya bisa geleng kepala melihat Jasen melangkah keluar dari rumahku. Kemudian kupandangi Frans mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Frans ter
Read more
74. Masih Ada Trauma
"Aann!" teriak Frans membuyarkan lamunanku.Aku terkejut saat kembali sadar dari lamunan, api dikompor sudah membesar dan melahap berang yang mudah terbakar. Frans segera menarikku dalam pelukan hangatnya. Detak jantung Frans bertalu dengan kencang dan aku menikmati ini. Tetapi hatiku mulai meragu dengan rasa ini, yang aku masih belum yakin mungkinkah aku akan kembali masuk dalam lingkup keluarga Vanderson. Nama yang membuatku hancur tanpa pembelaan."Ann, apa yang kau pikirkan hingga api hampir saja membakarmu!" suara Frans menggaung di telingaku.Meskipun suara itu tidak kasar, tetapi jelas terdengar nada cemas di telingaku. Aku hanya tersenyum tipis, lalu pandanganku tertuju pada tangan Frans yang memeluk pinggangku erat. Saat sadar pandanganku, lelaki itu segera menjauhkan tubuhnya dariku sambil meminta maaf. Dengan alasan yang cukup masuk akal bagiku yaitu dia khawatir dengan keadaanku yang menghadapi kobaran api sedikit membesar akibat kecerobohanku sendiri."Lain kali jika did
Read more
75. Akhirnya Dahlia Ikut Terjun
"Jangan khawatir jika order membludak, Mbak. Kan masih ada Dahlia!" ucap Dahlia yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangku."Kamu masih kecil, Sayang. Jangan ikut turun, ya!" pintaku lembut."Tetapi Dahlia juga ingin memiliki kesibukan agar trauma itu tidak sering datang, Mbak Ann," ungkap Dahlia."Benar apa yang dikatakan olah Dahlia. Lagian selama ini gadis kecil ini sudab sering membantu ibu mmebuat kue dan pisang goreng. Jadi sedikit banyak dia sudah terbiasa, Mbak," ucap Andin yang secara langsung ikut mendukung niat adiknya tersebut.Aku memandang ketiga insan yang ada di depanku secara bergantian dan ketiganya satu suara yaitu iya. Aku pun menarik napas panjang lalu kuhempas dengan kasar. Damar tersenyum melihat aku, begitupun dengan Andin. Hanya Dahlia yang menatapku oenuh harap."Baiklah, asal tidak boleh meninggalkan sekolah kamu saja, Dahlia!" putusku oada akhirnya.Memang jika aku pikir ulang, jika kita memiliki kegiatan yang cukup sibuk maka segala masalah dan rasa traum
Read more
76. Uang
Kulihat Damar membuka kresek hitam yang aku sodorkan padanya, perlahan dibuka dan diambilnya beberapa lembar uang kertas berwarna biru. Aku hanya tersenyum melihat kejujuran yang dilakukan oleh pemuda di hadapanku tersebut."Dam, kok hanya tiga lembar saja?" tanyaku untuk memancing kejujurannya."Tiga lembar uang biru bagiku sudah lebih dari cukup, Mbak. Apalagi saat ini harga BBM naiknya sangat tajam, hingga kadang aku kehabisan stock," balas Damar."Jika seperti itu, ambil lagi satu atau dua lembar, Dam. Hitung sekalian buat bensin kamu keliling besok," kataku.Damaar pun mengambil uang sesuai jumlah yang aku sebutkan, pemuda itu terbilang sangat jujur dalam melakukan tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan. Aku sangat beruntung dikelilingi para pekerja yang jujur dan bertangung jawab penuh. Dahlia tersenyum melihat sikap baik Damar, gadis kecil itu kulihat sangat mengagumi Damar."Mas Damar sudah punya motor sendirikah?" tanya Dahlia polos."Kok tiba-tiba tanya seperti itu pada
Read more
77. Sebuah Rencana
Akhirnya jualan pagi ku selesai dengan hasil yang memuaskan. Nasi dua kilo habis dan kue basah yang aku sajikan juga ludes. Aku pulang ke rumah dengan senyum puas. Andin ikut membantuku memberesi alat jualanku dipagi hari. Gadis itu terbilang sangat rajin.Sampai rumah kulihat semua karyawan sudah datang dan mulai melakukan produksi roti bluder dan kue bolen pisang. Andin ikut membuat adonan dan sibuk memanggang dengan api sedang. Sedangkan Dahlia kulihat sibuk mengisi gelas kosong para karyawan. Aku tersenyum tetapi juga sedih melihat kondisi Dahlia. Usia anak itu masih dalam usia sekolah."Andin!" panggilku.Andin segera mencuci tangannya hingga bersih. Kemudian meninggalkan adonannya yang hanya menunggu adonan itu mengembang setalah mengembang baru dimasukkan dalam oven besar. Oleh karrna itu kulihat Andin berani meninggalkan adonannya. Senyumku mengembang ketika melihat keputusan Andin. "Ada apa, Mbak?" tanya Andin."Apakah ada baiknya Dahlia kamu daftarkan ke sekolah dasar terd
Read more
78. Panggilan Langsung
"Apa yang terjadi dengan Amel, Frans?" tanyaku.Terdengar napas panjang nan halus di telingaku, sepertinya Frans sedang menenangkan hatinya. Hal ini membuatku semakin takut bila terjadi apa-apa dengan kedua anakku tersebut. Frans seakan mengulur waktu agar dia bisa tenang dalam bercerita."Ayolah, Frans!" desakku."Amel beberapa hari ini dilarang untuk sekolah, dia di kurung di dalam rumah oleh rubah betina itu," kata Frans.Gdeerr!!Bagai petir menyambar telingaku, seketika hape yang aku pegang terlempar begitu saja di sofa. Napasku memburu, dadaku terasa sesak. Aku susah untuk bernapas hingga sebuah tangan mungil menyentuh pundakku pelan."Bunda!" Suara itu seketika menyadarkan aku dari hentakan berita Amel yang mampu membuat otakku hilang. Dahlia sejak masuk sekolah menjadi sering memanggilku bunda. Karena panggilan inilah aku tersadar, segera ku peluk tubuh mungilnya."Terima kasih, Sayang!" lirihku diantara sesak napasku."Minumlah dulu, Bunda. Dan ini hapenya!" ucap gadis kecil
Read more
79. Tipis
"Iya, Sayang. Ayo sekarang waktunya kita istirahat dan makan siang," ajakku pada Dahlia.Dengan senyum riangnya, gadis kecil itu melangkah dengan tangannya menggandeng jemariku. Dahlia adalah gafis kecil yang oenuh semangat, pengaruhnya sangat banyak terhadapku. Entah apa jadinya aku jika tidak ada Dahlia. Gadis kecil itulah yang selama ini selalu membuatku bersemangat dalam memajukan toko kueku. Kini aku sangat bersyukur bisa mengirim sedikit uang untuk kedua anakku di sana. Mereka sudah memiliki buku tabungan sendiri sejak dini. Entah keduanya tahu atau tidak yang penting saat ini aku sudah mulai menyisihkan sedikit uang untuk mereka dewasa kelak."Mbak Ann, ayo segera mengambil nasi dan lauknya! Maaf, Andin masak lalapan hari ini!" kata Andin."Tidak mengapa kok, Ndin. Mbak justru suka menu sambal seperti ini," balasku.Kami bertiga tenggelam dalam makanan yang sudah ada di depan. Kulihat Dahlia sangat lahap memakan menu makanan kesukaannya. Ayam goreng krispy, adalah lauk favorit
Read more
80. Telepon
Sekarang aku sedang ada di cabang toko kue milikku yang ada di pinggiran kota. Suasana terlihat lumayan senggang, jadi bisa aku manfaatkan untuk istirahat di meja kasir sembari menyapa beberapa pelanggan yang masuk atau pun meninggalkan toko. Di saat seperti ini aku dikejutkan akan dering _handphone_ di saku seraya bergetar.Bergegas aku mengeluarkan ponselku dari saku blazer. Begitu melihat nama yang terteta di layar, senyumku melebar dan segera kujawab telepon itu penuh suka cita."Hallo, Bunda!" seru suara yang aku rindukan selama ini. Senyumku bertambah merekah. "Hallo juga, anak Bunda."Terdengar tawa kecil dari seberang, membuat aku tidak berhenti tersenyum. Tawa itu selalu terngiang di telingaku, apalagi saat rindu. Gadis kecilku, Amelia."Bunda, Amel kangen banget sama Bunda." Gadis kecil itu berkata tulus, aku bisa merasakannya dari lubuk hati terdalam."Bunda juga kangen sama, Amel," jawabku mengutarakan apa yang kurasakan.Sejenak hening, hanya hembusan napas serta gemerus
Read more
PREV
1
...
678910
...
19
DMCA.com Protection Status