Semua Bab Menjandakan Istri Demi Selingkuhan: Bab 111 - Bab 120
183 Bab
111. Rumah Sakit 2
Aku duduk disisi brankar Amel. Memegang tangan mungilnya. Beberapa kali Jupri memberikan nasi kotak yang dibeli karena tahu aku belum makan sejak pagi, tetapi kutolak. Beberapa kali Jupri menawariku makan, beberapa kali itu pula ku tolak. Rasanya hilang selera makanku karena menunggu Amel yang tak kunjung sadarkan diri. Bahkan, ini sudah lewat tengah hari, dokter pun sudah mengecek kondisi terbarunya."Kondisi Amel baik-baik saja, Bu. Namun, kita masih harus menungguinya sampai tersadar," ujar dokter.Aku kembali termenung. Berbagai pertanyaan muncul dalam benakku, bagaimana bisa Amelku sepeerti ini. Apa yang sebenarnya terjadi di sana? Apakah ini semua akibat sikap keras Rowena? Aku sudah lelah berpikir buruk mengenai wanita rubah tersebut. "Makan dulu, Ann," ucap Jupri kembali menawarkan makanan padaku."Nantilah, Jup, aku masih nungguin Amel. Aku khawatir. Takut terjadi apa-apa," ujarku."Kan dokter tadi bilang enggak apa-apa, Ann. Amel baik-baik aja, kita tinggal nunggu dia sadar
Baca selengkapnya
112. Cerita Amel
Malam yang menjelang, aku bahagia karena Amel sudah sadar dan sudah mulai ceria. Ia berceloteh khas anak kecil. Aku, Jupri, dan Jafar hanya tersenyum dan terkekeh dengan celotehnya. Walaupun ia masih tak mau makan, tetapi setidaknya aku senang karena dia ada di hadapanku saat ini."Amel mau buah enggak?" tanya Jafar ramah."Buah apa, Om?" tanyanya polos."Mau Amel apa? Apel? Jeruk? Atau anggur?"Amel terdiam seolah sedang berpikir, "Amel mau anggur aja deh," ujarnya kemudian.Ia lalu memakan beberapa butir buah anggur dengan senang. Sampai akhirnya ia tiba-tiba menceritakan apa yang terjadi padanya beberapa waktu lalu."Bunda, tau enggak kenapa Amel bisa ada di jalan sepi itu?" ucapnya, aku terdiam bingung, lalu melirik ke arah Jafar."Oh, di jalan alas Saradan, Bu," jawab Jafar yang mengerti jika aku bertanya maksud Amel."Oh, iya? Memang ada apa, Sayang?"Amel terdiam beberapa saat, tatapan matanya seperti menyimpan ketakutan yang terpendam. Aku menatap matanya yang tiba-tiba beremb
Baca selengkapnya
113. Cerita Amel 2
"Saat itu aku merasa ingin buang air kecil bunda. Terminal itu sangat ramai karena hari sabtu hari di mana banyaknya pemudik untuk pulang menjumpai keluarganya," jelas Amel.Aku yang gemas mendengar cara putriku bercerita pun menoel hidung mancungnya. Sekilas wajah putriku itu mirip dengan Frans dan Jasen. Mereka bertiga bagai pinang dibelah tiga, aku hanya tersenyum."Lalu, saat Amel kembali dari toilet bis itu jalan dan meninggalkan kamu, begitukah Sayang?" tanyaku."Benar, Bund. Kemudian aku mulai berjalan keluar dari terminal itu sesuai arah jalannya bis," sahut Amel dengan pandangan jengah."Mengapa tidak naik bis yang lain, Sayang?" tanyaku labih detail."Bagaimana aku bisa naik bis lagi, Bund, jika semua barang dan uang saku dari asisten itu yang mengaku orang kepercayaan Bunda ikut terbawa bis itu?" ungkap Amel.Aku langsung membekap mulutku, tidak bisa kubayangkan anak sekecil Amel yang masih berusia delapan tahun sendiri dalaam kerumunan orang asing. Aku mendekap kembali tub
Baca selengkapnya
114. Tekat Yang Bulat
Rasanya hatiku begitu geram mendengar semua penuturan dari Amel. Ku pikir, Rowena benar-benar bisa menjaga dan menyayangi anakku dengan tulus, nyatanya tidak. Wanita itu hanya manis di mulut. Dia hanya wanita rubah yang pandai berbohong untuk kepentingan sendiri."Tapi, Bunda ...." ucapan Amel terhenti."Ada apa, Nak? Bicara aja sama Bunda," desakku dengan nada rendah.Dia nampak ragu, "Saat itu, ada yang mau bantuin Amel, paman muda yang ketemu sama Amel di jalan sepi itu.""Oh ya?" Aku mengernyitkan dahi, lalu bergantian melirik ke arah Jafar dan Jupri, mereka sama-sama menggelengkan kepala."Paman siapa, Sayang?" tanyaku."Paman itu bilang katanya mau bantu Amel untuk pulang ke rumah Bunda, tetapi paman itu enggak kembali lagi setelah pamit mau beliin Amel makanan." Aku terdiam lagi mendengar penjelasan puteriku ini. Paman? Siapa gerangan?"Mungkin itu hanya orang yang kebetulan lewat aja, Sayang. Enggak apa-apa, kalau paman itu tahu kalau Amel udah enggak ada, pasti paman itu akan
Baca selengkapnya
115. Toko Kue
Hari sudah berganti. Sudah tiga hari Amel dirawat di rumah sakit ini. Kondisinya pun sudah mulai membaik dan pulih, dokter sudah memperbolehkan Amel untuk pulang hari ini juga. Aku sudah mengurus administrasi sedangkan Jupri sedang bersiap membantu Amel. Jafar sudah pulang dan pergi lebih dulu meninggalkan kami.Niatku, aku akan membawa Amel ke toko milikku lebih dahulu. Aku akan kembali ke sana bersama dengan Amel dan Jupri. Beberapa barang sudah kami siapkan. Amel pun sudah tak sabar untuk segera keluar dari sini."Amel sudah siap?" tanyaku."Sudah, Bunda!" jawabnya antusias.Lalu kami pun pergi meninggalkan rumah sakit Soedono. Perjalanan yang saat itu terasa sangat lama, kini terasa sangat cepat karena Amel sudah ada di depan mata dan tak pernah mau lepas dari pelukanku. Aku memeluknya erat-erat, seolah aku tak mau kehilangannya lagi. Tentu saja tidak, aku akan selalu melindunginya walaupun itu ayahnya sendiri yang mengambilnya. Aku tak akan membiarkan pria itu menyentuh puteriku
Baca selengkapnya
116. Kabar Bi Ijah
"Aku akan pulang sebentar menyiapkan sebuah kamar untuk Amel," balasku."Bukankah semalam Mbak sempat berkirim pesan denganku akan membawa Yoga juga. Nah, sekarang mana Yoganya?" tanya Andin sambil melihat ke dalam mobil.Aku hanya tersenyum lalu melihat pada Amel yang sudah masuk lebih dulu bersama Dahlia. Aku akhirnya kembali memandang Andin untuk menjawab pertanyaannya."Yoga tidak mau ikut, Ndin. Karena dia sudah kelas lima, akan sulit jika pindah sekolah," paparku.Andin mengangguk paham. Kemudian dia pun berbalik badan menuju ke dalam toko. Sedangkan aku kembali ke bagasi mobil untuk memberesi semua barang Amel selama ada di rumah sakit. Dengan dibantu oleh Jupri semua barang sudah aku pindahkan ke dalam rumah."Sekali lagi terima kasih ya, Jup. Tanpa bantuan kamu pasti akan susah aku temukan putriku itu," ungkapku sendu."Sama-sama, Ann. Jika suatu saat kamu perlu bantuanku lagi hubungi saja, aku selalu ada untukmu!" ucap Jupri terlihat tulus.Aku hanya tersenyum, lelaki ini en
Baca selengkapnya
117. Menata Ulang
Akhirnya Bi Ijah mau kembali bekerja padaku, sejujurnya Bi Ijah bagiku seperti ibu kandung. Karena beliau sudah lama ikut bekerja dengan ibuku dan kebetulan semua anaknya telah mapan. Hanya selama hidup Bi Ijah tidak mau merepotkan kedua anaknya yang sudah duduk di bawah meja pemerintahan.Setiap aku tanya, Bi Ijah selalu berkata biarlah mereka berkembang dengan sendirinya, Non. Nanti ada masanya mereka akan mencari saya. Selalu seperti itu jawabnya. Aku sangat kasian dengan nasibnya. Hanya karena harta dan tahta mereka melupakan ibu yang telah membanting tulang demi pendidikan mereka. Kini setelah sukses ibu itu tidak diakui oleh keduanya. Sungguh miris nasih Bi Ijah.Setelah aku memastikan bahwa Bi Ijah akan pulang kembali ke Madiun esok hari, aku segera menata ruang tamu agar bisa ditempati oleh Bi Ijah sementara waktu. Aku harus segera mencari rumah yang cukup besar agar semua anggota keluarga bisa berkumpul menjadi satu. Mungkin nanti akan aku bicarakan berdua dengan Andin."Ah,
Baca selengkapnya
118. Pernyataan Jupri
Benar saja, ketika kami sudah hampir selesai membereskan toko, sebuah mobil yang sangat aku kenali datang ke toko rotiku. Aku langsung keluar diikuti oleh Andin, Jupri, dan Damar. Ku tantang pasangan suami istri yang sudah menghancurkan kehidupanku ini. Aku tidak takut pada mereka. Mereka ibaratnya debu yang menempel di sepatuku."Ada apa kalian datang ke mari?" tanyaku dengan suara menantang.Jasen nampak ciut ketika melihat Jupri ada di belakangku. Namun, Rowena maju dengan percaya dirinya dan seolah dia wanita yang paling benar sedunia. Aku menatap tingkah mereka yang sok-sok an ini."Apa kalian ada perlu denganku?" tanyaku lagi dengan tangan bersedekap di dada."Aku hanya ingin mengambil Amel darimu, Ann," ucap Jasen tanpa malu.Aku melengos, tersenyum sinis ke arah mereka berdua yang sudah ku anggap musuhku, "Cih! Atas hak apa kau ingin mengambil Amel dari tangan ibu kandungnya?" ujarku masih dengan nada sinis."Ann, aku ayahnya!" Hemtak Jasen."Aku tahu! Aku tahu kau ayahnya! Ta
Baca selengkapnya
119. Pulang Ke Rumah
Aku terdiam mendengar perkataan Jupri, apa maksudnya? Tanggung jawab? Ah, mungkin saja ia mengatakan itu hanya untuk mengelabui Jasen agar tak menggangguku dan Amel lagi.Ku lihat wajah Jasen nampak merah padam menahan emosi. Ia melihat ke arahku dan Amel yang menenggelamkan wajahnya di pelukan karena takut. Aku memeluknya terus dengan erat. Tak akan ku biarkan orang-orang ini menyentuhnya, sehelai rambut pun tak akan.Rowena kali ini yang maju, dia menarik lengan Jasen, "Ayo kita pergi saja, percuma, dia tidak akan mengijinkan kita untuk membawa Amel."Rowena terus menarik lengan Jasen agar cepat pergi dari halaman toko rotiku. Akhirnya Jasen pun kembali ke mobilnya bersama Rowena, tetapi sebelum masuk ke dalam mobil, Jasen sempat mengatakan, "Aku akan kembali untuk mengambil anakku, Ann!"Aku hanya terdiam dengan memalingkan wajahku tanpa menjawab ucapan dari Jasen. Mobil itu pun pergi melaju dengan kencang. Setidaknya kini aku bisa bernapas lega karena pasangan itu sudah pergi.Ak
Baca selengkapnya
120. Bi Ijah Sampai
"Apa yang ingin Mbak bicarakan denganku?" tanya Andin."Mbak ingin memanggil Bi Ijah asisten rumah tangga ibuku dulu, apakah kamu ingat?" tanyaku pada Andin.Andin terdiam sesaat, kemudian senyumnya mengembang. Mungkin gadis itu mulai ingat akan Bi Ijah. Sementara kulihat Amel berlari menuju ke arahku."Bunda! Benarkah Bi Ijah akan diundang kemari? Itu tandanya setiap hari aku akan berjumpa dengan bibi dong, Bunda!" tanya Amel."Iya, Sayang," balasku.Amel melompat kegirangan mendengar semua informasiku, lalu dia pun memelukku penuh hangat. Kemudian kubawa dia dalam pelukanku. Lalu Andin berdiri dari duduknya dan pamit undur diri untuk istirahat."Mbak, besok jika Bi Ijah akan sampai di terminal Madiun segera chat aku ya, agar aku bisa jemput beliau," ucap Andin."Baik, nanti akan mbak kabari lagi pastinya. Sebaiknya kita istirahat, hari sudah menjelang malam!" ucapku.Akhirnya aku dan Amel pun masuk ke kamar untuk mengistirahatkan badan. Malam ini adalah malam pertama aku tidur bersa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
19
DMCA.com Protection Status