All Chapters of JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA: Chapter 81 - Chapter 90
205 Chapters
Juwita Dan Jevano
Juwita terkekeh. "Ada-ada aja. Tante cuma mau kenalan aja, sih. Hitung-hitung tambah teman."Arina hanya bisa mengangguk. Setidaknya dia lega karena tidak ada Haikal di sini. Bisa-bisa lelaki itu bercerita tentang ini kepada orang tuanya dan malah menjadi rumit."Bikin acara lima keluarga aja, Tante. Siapa tahu bakalan seru," usul Rani."Iya, Tante." Arina menambah suasana semangat.Juwita menimbang. Dia mengangguk setuju. "Boleh juga. Nanti Tante bakalan pinjem villa."Ketiga anak hawa itu pun melanjutkan berbincang tentang acara yang ingin mereka susun. Bahkan mereka sudah menggambarkan bagaimana tema yang akan mereka sertakan dalam pertemuan tersebut.
Read more
Penyesalan
Wajah Jevano tertekuk. Dia baru menyusul teman-temannya di halaman belakang saat Arina memanggilnya."Jev, kamu enggak papa?" tanya Arina melihat raut suram temannya.Jevano hanya menggeleng pelan dan lemah. Kepalanya tertunduk tidak minat. Rasa antusias menghabiskan waktu bersama teman-temannya yang menggebu tadi jadi menguap begitu saja. Bahkan makanan yang sudah tertata rapi di atas meja, juga dekorasi yang dia buat bersama Syahid dan Haikal tadi menjadi hal paling tidak penting di dunia sekarang."Duduk sini!" Rani melambaikan tangannya dan menepuk kursi di antara dirinya dan Haikal. "Tante Juwita mana? Kok enggak ikutan ke sini?" tanyanya riang."Masih mau mandi. Nanti aku panggil Bunda." Jevano sebisa mungkin
Read more
Boleh Tersenyum Sekarang?
Juwita mendengar isakan Jevano dari balik pintu kamarnya. Dia mengusap air matanya yang juga turun begitu deras. Dia harus menenangkan diri dan tidak memperlihatkan apa pun di depan teman-teman Jevano. Ya, dia harus menutupi semua kecamuk yang sedang berputar di dadanya bagaikan badai. Dia harus terlihat natural di depan para bocah itu.Jangan tanya bagaimana perasaan Juwita sekarang. Dia bahkan tidak bisa mendeskripsikannya. Antara senang dan ingin melonjak-lonjak saat akhirnya Jevano mau memanggilnya 'bunda' ketika mereka hanya berdua atau sedih, iba, dan kasihan melihat wajah Jevano yang kecewa dan tertolak begitu saja. Dia merasa sudah jahat sekali memperlakukan Jevano seperti itu. Ada rasa penyesalan saat melihat anaknya merajuk dan meneteskan air mata di depannya. Lalu, kepedulian yang Jevano tampakkan tadi ... sangat manis. Anaknya benar-benar anak baik seperti kata suaminy
Read more
Sesak Dada Jevano
Juwita dan Jevano melepas kepergian lima anak manusia kaya yang sudah dijemput oleh mobil masing-masing. Mereka melambaikan tangan dan menyuruh para tamu itu untuk pulang dengan selamat. Setelah kepergian mereka, keadaan rumah yang bertiang ukiran bunga itu menjadi sepi kembali. Bahkan bunda dan anak itu langsung diam dan bergegas mencari sesuatu yang bisa dikerjakan untuk menjadi pengalihan; Juwita masuk dan pergi ke dapur; Jevano menutup pintu gerbang.Jevano segera masuk ke rumah setelah memastikan semua pintu tertutup dengan baik. Dia mencari bundanya. Suara peralatan bergesekan terdengar dari dapur. Dia mendatangi suara itu. Benar saja, ada sang bunda yang sedang menata piring dan peralatan makan yang telah dicuci Rani di sana. Dia melihat bundanya mengeringkan peralatan tersebut."Bunda, aku bantu boleh?" tanya Jevano y
Read more
Kebahagiaan Juwita
Juwita merebahkan tubuhnya di atas kasur. Dia tidak berhenti tersenyum dari tadi. Rasanya bahagia sekali bisa mengerjai Jevano meskipun sebenarnya dia tak tega. Lebih lagi panggilan 'bunda' yang diucapkan Jevano kepadanya ... ah, itu adalah yang dia inginkan selama ini dan akhirnya terkabulkan.Euforia seorang bunda Juwita ini terinterupsi dengan suara gawai yang berbunyi nyaring. Astaga, kenapa harus ada yang mengganggu di saat seperti ini, sih. Dia meraih gawainya dan melihat nama yang tertera di layar. Ah, ternyata suaminya."Hai, Mas Jamal." Sapaannya terdengar sangat bahagia."Astaga, Juwita. Kamu lagi ketiban apa? Kedengerannya seneng banget." Aslinya, Jamal sudah tahu apa yang membuat istrinya seperti itu. Bahkan dia bisa merasakan kebahagiaan yang meletup letup d
Read more
Bersama Bunda
Juwita tidak percaya saat melihat pemandangan di depannya. Ruangan yang biasanya terlihat rapi itu menjadi seperti kapal pecah. Sudah tidak berbentuk. Bahkan sejenak, dia lupa bahwa anaknya adalah pemuda yang rajin membersihkan kamarnya."Astaga, Jevano. Kenapa kamu berantakin semuanya kayak gini?" tanya Juwita sambil melangkah ke dalam kamar. Dia mendekati anaknya dan duduk di depan pemuda itu. Dia menghadapkan koper yang terbuka dan berisi banyak barang itu kepadanya. Dia tidak habis pikir dengan isiannya. Ada banyak baju dan barang yang tidak berguna."Kalau camping, ya, enggak butuh yang namanya baju sebanyak ini. Kamu emangnya mau minggat dari rumah ini? Enggak, kan?" Juwita mengeluarkan baju-baju Jevano serta beberapa celana dari sana. "Lagian, ngapain juga kamu ini bawa koper segala. Dikira mau pindahan rumah jadi ke s
Read more
Lima Bocah
"Aku di rumah aja, ya, Bun. Sama Bunda." Ini sudah keseratus kalinya Jevano merengek kepada bundanya untuk tidak jadi ikutan camping di sekolah. Padahal, sekarang dia sudah diantarkan menuju lokasi oleh wanita kesayangannya itu.Juwita menghela napas. Ternyata menghadapi Jevano yang asli nan manja ini harus lebih sabar. "Pergi, Jev. Ini kami udah mau sampai. Masa kita mau balik?""Kan, bisa langsung ke mana gitu kek, Bunda."Juwita menggeleng. "No. No. No. Kamu udah punya kesempatan buat ikutan acara kayak gini dan diijinin sama Ayah, itu, ya, harus dimanfaatkan dengan baik, Sayang.""Aku juga dapat kesempatan buat berduaan sama Bunda, jadi harus dimanfaatkan juga dengan baik. Ya, Bunda, ya. Aku sama Bunda aja." Jev
Read more
Berat Untuk Terbuka
"Mas Jamal udah makan?" Itu adalah kalimat pertama yang diucapkan oleh Juwita saat teleponnya bersambung dengan sang suami."Say hello, atau assalamualaikum, kek. Masa langsung ditodong pertanyaan." Jamal menggerutu. Dia baru saja keluar dari kamar mandi pribadinya yang ada di dalam kantor. Ah, tidak pribadi juga, karena ada Arjuna yang masih menggunakannya dengan sangat leluasa. Sudah seperti rumah sendiri.Juwita terkekeh. "Iya, Mas Jamal. Assalamualaikum." Nada bicaranya dibuat-buat agar mendayu, sekalian menggoda suaminya."Waalaikumussalam, Sayang." Balasan Jamal malah berlipat."Ih," malu Juwita yang dipanggil seperti itu."Aku udah makan tadi habis subuh
Read more
Pekerjaan Dulu
  Juwita memarkirkan mobilnya di depan butik seperti biasanya. Baru saja sambungan teleponnya dengan sang suami terputus. Dia menyandarkan punggungnya sedikit kasar ke jok. Perasaan mengganjal ini, kembali lagi menyapanya. Helaan napasnya terdengar kasar. Dia menutup mata dengan erat, berusaha mengusir pikiran yang selalu mengganggunya tentang wanita yang bernama Aliyah itu.   Besok. Besok mungkin akan menjadi sebuah jawaban untuk dirinya. Ya, semoga saja janji mereka terpenuhi. Semoga saja resah dalam hatinya cepat terjawab.   Wanita itu membuka pintu dan keluar dari kendaraan. Dia menyapa salah satu pegawainya yang sedang menyapu teras. "Rajin sekali, Mbak Nita." Ramah, itulah Juwita.   "Hehehe. Iya, Bu. Ini lagi enggak ada kerja
Read more
Pilek (Full Jamal Juwita)
Juwita baru saja selesai bertemu klien dan pulang tepat pukul lima sore. Dia memasukkan mobil dan tak lupa menutup kembali gerbang rumahnya. Akan tetapi, suara mesin dan klakson mobil di luar sana membuatnya mengurungkan niat. Dia menilik ke luar gerbang.Senyuman wanita itu merekah saat melihat siapa yang ada di mobil itu. Dia membuka gerbang itu lagi dan menunggu pengemudi mobil hitam itu selesai memarkir kendaraannya. Baru dia menutup gerbang dengan benar."Baru pulang juga, huh?" sapa Jamal sambil mendekati sang istri yang setia berdiri di teras, menunggunya untuk masuk rumah bersama.Juwita mengangguk. Bahunya dirangkul oleh Jamal dengan begitu santainya. Dia melirik ke arah sang suami. Sejak kapan Jamal seluwes ini dengannya dalam masalah sentuhan. Biasanya pria it
Read more
PREV
1
...
7891011
...
21
DMCA.com Protection Status