All Chapters of JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA: Chapter 61 - Chapter 70
205 Chapters
Sejak Kapan Kamu Suka Aku?
Juwita menatap Jamal lama. Dia tidak menemukan kata 'main-main' di manik suaminya. Jujur, dia sempat tertegun mendengar perkataan Jamal barusan. Mereka masih berpelukan dan Juwita sekarang mulai merasakan detak jantung yang berdegup kencang, terjalin seirama di antara mereka."Mas," lirih Juwita, tetap menatap Jamal yang masih setia memandangnya."Hmm." Jamal berdehem dengan suara dalamnya. Bahkan Juwita bisa merasakan getaran suara yang mengalir dari pita suara Jamal ke dadanya. Memberikan sensasi yang belum pernah dia rasakan sebelumnya."Kenapa harus meminta ijin?" tanya Juwita. Dia mencoba untuk menahan diri agar tidak salah tingkah. Sungguh, dia bisa merasakan pipinya mulai memanas."Perjanjian kita, Juwita. Kamu masih ingat, kan, bahwa kita dulu memulainya dengan memaklumi keadaan satu sama lain. Kamu juga membolehkan aku untuk memilih wanita yang akan aku sukai meskipun kita telah terikat seperti ini."Juwita mengangguk. Dia sangat ingat dengan itu semua. Bahkan dia sudah menyi
Read more
Tak Seburuk Yang Dibayangkan
Jevano membuka mata bahkan sebelum alarm yang dia pasang berbunyi. Jarum kecil jam dinding menunjuk angka antara tiga dan empat, membuat pemuda itu mendengkus berat dan sengaja tengkurap sambil memeluk gulingnya. Rasanya malas sekali untuk bangkit dari kasur. Tapi, hati kecilnya dari tadi sudah ribut menyuruhnya untuk belajar, menambal jam yang kemarin dia tinggalkan.Dengan sangat berat hati, mau tidak mau, dia harus bangun. Duduk menghadap meja belajar dan membuat dirinya fokus dengan pelajaran nanti. Dia harus giat kalau mau cepat selesai.Tiga puluh menit berlalu. Pemuda itu bisa mendengar alarm di gawainya yang mulai berbunyi. Dia segera mematikannya dan mengemasi buku pelajaran hari ini di tas. Selanjutnya, dia membuka pintu ke balkon. Sejenak, dia menikmati suasana pagi buta yang sangat tentram itu. Sebisa mungkin dia mengisi paru-parunya dengan udara yang bersih dan sejuk itu. Mungkin saja itu bisa membuat hatinya sedikit longgar. Setelah puas dengan ritual menyerap energi ala
Read more
Pergi Tanpa Kata
Juwita mengambil tempat makan serta satu hidangan yang ada di atas meja makan. Dia memasukkan nasi, lauk, dan buah-buahan yang sudah dia potong ke dalam wadah bekal dan menatanya berjajar di atas bar luar dapur, supaya mudah untuk mengambilnya nanti. Dia meletakkan piring yang telah kosong di washtafel. Bahkan sampai dia selesai menyiapkan bekal pun suami dan anaknya belum juga turun.Sudah jam tujuh. Bahkan mereka belum sarapan. Dia hendak mendatangi mereka berdua lagi namun belum sampai tangga, dia sudah mendengar langkah tergesa dari atas sana. Akhirnya yang ditunggu datang juga.Jevano turun terlebih dahulu. Dia sudah berpakaian lengkap dengan seragam hari Senin dan tas yang dia tenteng asal. Untung tadi dia sempat belajar lagi dan memasukkan buku pelajarannya ke tas dengan baik. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana jadi
Read more
Kesal
Jevano menggenggam tangannya erat. Dia ingin sekali mengumpat. Pokoknya kesal pol. Akan tetapi, dia berusaha menenangkan diri. Mungkin sang bunda memiliki masalah, banyak kerjaan, atau apalah itu yang membuat bundanya irit bicara tidak seperti biasanya. Dia mencoba untuk memaklumi keadaan bundanya meskipun saat dijemput, dia juga tidak mendapatkan pertanyaan atau percakapan dari wanita tersebut. Jangankan percakapan, sepatah kata "Hai, Jev," yang biasa dia dengar saja tidak dia dapatkan.Lebih parahnya, hal itu bertahan hingga hari Rabu. Tak ada kata yang keluar dari bundanya sama sekali. Mereka hanya melakukan rutinitas bersama kecuali dialog. Dia memang masih diantar jemput oleh bundanya, dibawakan bekal, dimasakkan makan malam dan makan bersama sang ayah untuk menutup hari. Selain itu? Dia merasa tidak dianggap sama sekali.
Read more
Teman
Tatapan kedua pemuda itu saling mengunci satu sama lain. Sangat tajam dan tak ada yang gentar, tak ada yang mau mengalah.Haikal mendengkus dengan seringai mencemooh. "Lo yakin ngajak gue duel?" Dia mengibas-ngibaskan tangannya dan merenggangkan jemarinya.Jevano mengepalkan tangannya dengan erat hingga otot-otot lengannya terlihat dengan jelas, mendapatkan perhatian kagum dari para gadis di kelas Haikal. Namun, itu bukanlah yang dia pedulikan sekarang. Dia menunggu saat yang tepat untuk menyerang. "Ayo berantem," ajaknya lagi.Akan tetapi, ketegangan yang sudah terbangun dengan baik antara dua pemuda dan seisi kelas pun harus buyar karena teriakan Rani yang memasuki kelas itu. "Bocah gendheng!" Si kecil Rani pun dengan kekuatan penuh, menarik kerah Jevano dari belakang dan menyerat lelaki itu keluar kelas. Meskipun kecil, dia tidak bisa diremehkan. Lihat saja bagaimana Jevano yang berbadan lebih bisa terseret oleh gadis yang hanya sebatas pundak dari tingginya."Lepasin aku!" Jevano
Read more
Teman Yang Dibutuhkan
"Mbuh, Jev! Jembek, sumpah!" Tangisan Rani semakin keras, membuat Syahid dan Haikal terkesiap. Begitu juga dengan Jevano, sebenarnya. Namun, lelaki itu memilih untuk tetap diam dan menatap gadis itu dengan tajam."Ran," tegur Syahid yang mengambil alih Rani. Dia berisyarat dengan kepala ke Arina untuk mengurus Jevano. Rani biar dia yang mengurus. "Ran, udah." Lelaki jangkung itu melebarkan kakinya dan menundukkan badannya untuk bisa menyetarakan diri dengan gadis itu. "Cup, ya. Jangan nangis lagi." Dia memeluk gadis mungil itu.Rani memukul lengan Syahid kesal. "Diem!""Iya. Iya. Aku diem." Syahid menempelkan kepala Rani ke pundaknya untuk bersandar. Dia mengusap pipi dan kepala gadis itu untuk menenangkan. "Jevano pasti punya alasan tersendiri, ya. Dia enggak akan ninggalin kita, kok."Arina melihat Syahid yang sudah membuat Rani mereda. Lalu, dia menoleh ke Haikal. Lelaki itu malah mengangkat bahunya dan duduk di sofa seberang. Terlihat tidak mau ikut campur. Dia menghela napas. Das
Read more
Telepon Centil Di Kantor
"Hai, Mas. Jevano bagaimana?" tanya Juwita di seberang sana. Suaranya terdengar khawatir."Dia baik-baik aja. Kamu tenang, ya. Fokus sama pekerjaan kamu dahulu. Aku tadi belum sempat untuk bicara lebih dalam sama dia. Mungkin nanti saat pulang. Dia udah kelihatan bete banget. Saat aku tanya yang menjurus ke pembahasan kamu, dia malah diam. Aku enggak meneruskan. Kengitan kamu yang khawatir sama mood-nya di sekolah." Jamal baru saja memasuki pintu utama kantor perusahaan. Sesekali dia membalas sapaan para pekerja yang lain kepadanya. Tidak lupa dengan senyuman yang selalu memamerkan lesung pipinya kepada semesta. Maunya, sih, ramah. Akan tetapi tetap saja ada yang baper.Sama seperti dua karyawan wanita yang baru saja datang untuk menunggu lift di sampingnya. Jamal menyapa mereka dengan senyuman ramah dan kembali menghadap lift yang sedang turun. Kedua wanita itu membalas sapaan tanpa suara itu dengan senyam-senyum kegirangan. Bahkan mereka saling memukul kecil satu sama lain."Oke, ka
Read more
Semoga Tak Seperti Dulu
Seperti biasa, Jamal menyapa pegawai yang bisa dia sapa di sepanjang jalan menuju ruangannya. Terkadang dia akan berhenti sejenak untuk menanyakan keadaan mereka. Tidak hanya keadaan pekerjaan, keadaan diri atau keluarga juga jika pegawai tersebut sudah memiliki keluarga. Bukan apa-apa, itu adalah salah satu pelajaran yang dia dapatkan sejak dahulu, peduli dengan bawahan. Bahkan sapaan hangat saja akan sangat berharga untuk kelangsungan dan kelancaran pekerjaan.Tak dapat dipungkiri, cerita tim divisi pemasaran yang memiliki atasan tampan dan ramah itu langsung menyebar ke divisi yang lain. Hanya saja mereka melupakan satu kenyataan yang bisa membuat patah hati seperusahaan bahwa Jamal sudah beristri. Maka dari itu, sampai sekarang masih saja ada yang berharap. Kasihan.Rutinitas Jamal saat tiba di ruangannya adalah pertama, meletakkan tas kerjanya di atas meja dan mengeluarkan berkas yang sengaja dia bawa pulang untuk diselsaikan di rumah, lalu dia mengecek ulang berkas tersebut sebe
Read more
Kinerja Jamal
Seperti yang sudah direncanakan, Jamal memimpin rapat divisi pemasaran sambil menunggu tim pengembangan ide dan riset mempersiapkan bahan yang akan disampaikan tentang usulan produk terbaru. Rapat berlangsung cepat, hanya setengah jam. Jamal tidak ingin membuang waktu dan membatasi pertanyaan yang bisa membuat rapat meluber.Begitu pula saat memimpin rapat dengan tim pengembangan ide dan riset. Dia meminta tim untuk menyiapkan poin-poin yang akan disampaikan menggunakan ppt yang dibuat oleh tim kreatif saat itu juga. Sangat fleksibel untuk persiapan dan pemantapan sebelum mempresentasikannya di hadapan para petinggi perusahaan. Termasuk juga di hadapan sang mertua, pemilik perusahaan ANG Group.Jamal dengan jeli meneliti angka-angka yang tertera di atas kerta, file, dan mencocokkannya dengan laporan dari beberapa pihak. Daya analisisnya cepat dan tepat. Jangan lupakan fakta bahwa Jamal duli juga pekerja kantoran dengan kinerja yang baik. Memang sayang sekali talenta pria ini harus dib
Read more
Tantangan Untuk Jamal
"Boss Jamal!" panggil Arjuna di depan pintu rapat. Mereka menunggu sampai semua anggota rapat yang diundang masuk.Jamal yang sudah merapikan pakaian dan bersiap diri pun menoleh. Sebenarnya agak malas dia meladeni asisten yang memang menurut tapi sering bikin naik darah ini. Apalagi panggilannya malah bertambah. Yang tadinya hanya Pak Jamal menjadi boss dan sekarang Boss Jamal. Aneh-aneh saja. Tapi, bagaimanapun dia masih berlapang dada untuk merespon pria tersebut."Hwaiting, Oppa!"Sejujurnya, Jamal ingin tertawa dengan kelakuan ajaib pria ini yang sangat centil. Apalagi Arjuna juga bertingkah seperti perempuan yang sedang menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Lalu, dia mengedipkan sebelah mata.Jamal membulatkan matanya garang. Sempat-sempatnya si asisten ini.Arjuna pun berdehem dan ikut menegapkan posturnya. "Maksud saya, Anda jangan grogi dan jangan terlalu terbebani banyak pikiran. Anggap saja seperti rapat yang biasanya Anda pimpin," bisiknya kemudian."Ini di depan para
Read more
PREV
1
...
56789
...
21
DMCA.com Protection Status