All Chapters of REUNI: Chapter 61 - Chapter 70
110 Chapters
Selamat
"Wina!" Suara panggilan itu menghentikan langkahku. Aku menoleh ke belakang dan langsung menemukan Giko setengah berlari menghampiri. Aku tidak menghiraukan dan kembali melanjutkan langkah menuju lift. Namun, dia dengan cepat bisa menyejajariku, dan tangannya yang usil langsung bertengger di pundakku, merangkul. Aku melebarkan mata, mengutuk tingkahnya yang asal peluk. Astaga, ini tempat umum. Aku memang kadang jalan berdua dengan Giko di wilayah gedung ini. Tapi, ya tentu saja nggak sampai main peluk begini. Cepat-cepat aku menyingkirkan tangannya dan mendelik. Menjadi perhatian para karyawan di pagi hari bukan awal yang baik. "Jaga sikap lo, Gi. Ini tempat umum," desisku berusaha tidak membuka bibir. "Kenapa sih? Kan kita pacaran," sahutnya cengengesan. Aku ingin sekali menampol kepalanya yang nggak tahu isinya apa. "Yang pacaran beneran aja nggak selebay elo," ujarku sebal masih mempertahankan ekspresi gemas campur kesal. "Lihat, situasi dong, Gi." Giko masih cengengesan seak
Read more
Bekal
"Aku nggak bisa, sori," ucapku lirih. Saat ini aku sedang makan siang sendiri di pantri. Dengan bekal yang sengaja aku bawa dari rumah untuk menghindari makan siang bersama Tama atau Giko. "Kenapa? Sudah ada rencana?" tanya Tama di ujung telepon sana."Hu-um." Aku berharap Tama tidak bertanya lebih daripada ini."Kamu mau pulang ke rumah ibu kamu?" tanya Tama lagi. "Enggak, sih. Udah ada rencana aja." Aku nggak ingin jujur kalau weekend nanti Giko mengajakku makan malam dan akan memperkenalkan aku pada Luffy, kakaknya. Tapi, lidahku susah untuk jujur."Oke kalau gitu take your time buat nanti. Tapi Sabtu malam, kita bisa ketemu, kan?" Aku menggigit bibir tanpa sadar. Sekarang aku agak takut jika bertemu dengan lelaki itu. Di depannya aku merasa tidak bisa mengendalikan diri. "Lihat nanti saja kayaknya, deh. Soalnya kerjaan lagi hectic banget." Meskipun dalam hati aku ingin selalu bersama lelaki itu, tapi aku harus tetap bisa menahan diri. "Ternyata lo di sini." Aku terkesiap da
Read more
Gaduh
"Kok kamu ngomongnya gitu?" tanya Tama dengan nada tak suka. "Kenapa? Omongan aku benar kan? Kita enggak bisa begini terus. Lebih baik kamu jauhi aku aja." Aku mengatakan kalimat itu dengan mata lurus menatap pintu lift di depanku. "Enggak, ini salah. Kamu nggak tau gimana aku menunggu momen ini. Momen bersama kamu. Aku yakin kamu juga sama kan?" Aku melepas napas kasar. "Tapi masalahnya kamu dan aku nggak bisa bersama. Kamu udah punya keluarga dan aku nggak pernah punya rencana buat jadi yang kedua." Emosiku buruk. Aku merasa punya lampiasan rasa kesal yang aku simpan untuk Giko. "Aku nggak pernah anggap kamu yang kedua, ya, Win," ujar Tama terdengar dalam. Suara baritonnya yang biasa terdengar lembut, kini berubah dingin. "Aku nggak mungkin melepasmu begitu saja setelah menemukanmu." "Aku tetap yang kedua, Tama. Mau gimana pun kamu beralasan, aku tetap yang kedua." Aku menunjuk dadanya yang bidang. "Kamu udah punya Sintia lebih dulu!" "Aku akan melepas Sintia, secepatnya." S
Read more
Seblak Tengah Malam
Danar datang dua puluh menit kemudian ketika kepalaku sedang pusing-pusingnya. Pria itu datang dengan wajah panik, dan langsung masuk unit saat aku membuka pintu. Giko dan Tama masih duduk di sofa yang sama dengan posisi saling memunggungi. Keduanya persis seperti anak kecil yang sedang berantem memperebutkan permen. "Kalian pulang sana. Jangan ganggu Wina istirahat," ujar Danar sesampainya di depan mereka. Aku pikir dia akan mengatakan hal penting apa. Ya, semacam nasehat atau apa, nggak tahunya cuma mengusir mereka. "Lo usir aja dia. Dia membawa pengaruh buruk buat Wina," seru Giko masih terdengar kesal."Dih, lo aja kali. Yang udah njebak Wina main pacar-pacaran buat bohongin keluarga lo." Giko menggeram. Dia lantas beranjak berdiri dan berkacak pinggang. "Sadar dong, Tam. Lo itu udah punya bini. Nggak pantes banget lo rayu-rayu cewek lain. Lo mau jadiin Wina selingkuhan lo?!" Mataku terpejam. Telingaku merasa tak nyaman mendengar ucapan Giko barusan. Padahal yang dia katakan
Read more
Lufiando Jayakusuma
Aku menarik napas beberapa kali sebelum keluar dari mobil Giko. Saat ini kami sedang ada di depan salah satu restoran fine dining di kawasan Mega Kuningan. Kami akan makan malam bersama Luffy. Giko bilang Luffy sudah menunggunya di sana. Makan malam bersama orang kaya itu agak ribet. Harus ada dress code agar bisa bergabung bersama mereka. Siang tadi Giko mengirimi aku sebuah gift berisi satu set dress lengkap dengan clutch melalui seorang OB. Dia niat sekali mengenalkan aku dengan abangnya. "Makin cepat makin baik, Win. Jadi, gue nggak dikejar-kejar Luffy terus. Sekalian pembuktian sama dia bahwa gue juga punya hubungan serius," ujar Giko ketika aku meminta dia mengulur waktu untuk berkenalan dengan Luffy. "Setelah ini udah kan? Maksudnya nggak akan ada acara-acara lain yang bakal nglibatin gue?" Aku harus memastikan hal ini. Jujur, aku nggak mau terlibat terlalu jauh dengan keluarga Jayakusuma. "Gue nggak tau, sih. Tapi, ada rencana liburan keluarga tahun ini. Kemungkinan besar
Read more
Luffy yang Kurang Waras
"Sepertinya kita pernah bertemu, tapi di mananya aku lupa," ujar Luffy, menyipitkan mata memperhatikan aku makan. "Oh, mungkin karena kamu bekerja di perusahaan ayah jadi aku nggak asing. Tapi, aneh, sih. Kalau kamu udah kenal lama dari sekolah, dan menjalin hubungan selama dua tahun dengan Giko, kenapa aku nggak tau, ya?" Luffy terus saja berbicara seperti orang bermonolog karena aku tidak tertarik menanggapi ocehannya itu. "Bisa jelaskan enggak proses jadian kalian gimana?" Ya Tuhan, Giko ke mana sih? Bisa-bisanya dia membiarkan aku berdua dengan abang setannya ini? Aku menarik tisu dan mengelap bibir. Berhadapan dengan orang yang mungkin saja bisa mengintimidasi, kita nggak boleh lemah. Aku mengangkat dagu sedikit, dan menatap pria di depanku. "Seperti yang Anda tau, Pak. Saya dan Giko bekerja dalam satu naungan perusahaan yang sama. Awalnya kami memang teman biasa, tapi karena kami sering bertemu jadi rasa suka di antara kami timbul. Mungkin gitu, sih prosesnya." Luffy tampa
Read more
Jadi Yang Kedua? No!
Pria di hadapanku mendekat. Aku tidak tahu maksud pertanyaan "Pakaian seperti ini?" Memangnya apa yang salah dari gaun yang aku pakai? Tiba-tiba Tama menarik pinggangku, hingga tubuhku terdorong ke depan mengenai dadanya. "Harusnya kamu berpakaian seperti ini saat lagi sama aku, Wina," bisiknya dengan lengan yang memeluk pinggangku erat. Sebelah tangannya menekan tombol lift, dan seketika pintu besi itu terbuka. Dengan masih memeluk erat, Tama mendorongku masuk ke dalam lift hingga punggungku mengenai dinding lift. Aku masih belum bisa berpikir apa-apa ketika bibir Tama jatuh mengenai bibirku. Terkejut? Tentu saja. Dia lalu menjauh, dan menatapku. Sebelum aku melontarkan tanya dia kembali membungkamku dengan bibirnya. Menjauh, dan melakukannya lagi. Dan bodohnya aku diam saja seraya menahan gejolak di dalam perutku yang mendadak seperti banyak kupu-kupu terbang. Kami di sini, saling berpelukan di teras balkon. Akhir dari ciuman di lift tadi, membawa kami ke sini. Menikmati malam
Read more
Gosip
Aku masih sibuk menggarap konten ketika Arin menyenggol lenganku berulang. Aku hanya menanggapi seadanya dengan tatapan masih lurus ke arah layar. Aku membutuhkan konsentrasi tinggi untuk membuat konten menarik. Dan biasanya gangguan pergosipan dari Arin sering mendistraksi. Jadi, kali ini aku mau fokus dan nggak mau peduli berita apa yang dibawa wanita yang beberapa hari lalu mengembalikan poni pendeknya lagi. "Wina, dia datang lagi ke kantor kita. Mau apa coba?" tanya Arin pelan. Aku nggak tahu apa yang dia bicarakan jadi memilih abai. "Meski agak nyeremin tapi lama-lama dilihat tampan juga, ya, Win." Aku masih fokus memilih stiker yang cocok untuk aku masukan ke dalam konten. "Rahangnya tegas, dagunya juga kokoh. Cakep Win, lebih cakep dia daripada Pak Giko. Kenapa lo nggak gaet abangnya aja, sih?" Sebelah alisku berkedut. Lalu tanganku kembali menggerakkan tetikus membuang stiker yang sudah aku pasang. Aku mengembuskan napas. Arin terlalu berisik, sehingga konsetrasiku buyar
Read more
Macet
Kejebak macet ketika pulang dari lembur itu sangat tidak menyenangkan. Bayangkan saja, seharian bekerja. Badan sudah lelah, lengket, tulang seolah remuk dan harus dihadapkan macet serta bisingnya ibu kota. Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan? Kalau sudah seperti ini aku ingin terbang saja. Melewati ratusan manusia dan kendaraan yang berjejal di jalanan. Sudah sepuluh menit mobil Giko mandeg. Nggak jalan sama sekali barang satu senti pun. Klakson-klakson dari mobil dan motor bersahutan tak sabar. "Berisik, Bangke. Siapa sih yang nggak mau cepet jalan.Tapi di depan macet! Mata kalian semua pada buta apa gimana, sih?" omel Giko yang merasa terganggu dengan bunyi klakson di belakangnya. "Di depan ada perbaikan jalan kayaknya deh," ujarku yang merasa lelah karena mobil belum juga bergerak. "Gue bakal request bapak presiden biar dibikinin ruas jalan baru." "Pembangunan jalan baru juga bikin jalanan macet." "Hah!" Giko memukul kemudi dengan gemas. "Ya udah sih nikmati aja." "Gu
Read more
Farmer Market
Aku dan Giko keluar dari restoran setelah berhasil menghabiskan dessert satu cup puding mangga mix dengan es krim. Aku yang menolak diajak ke restoran Padang membuat Giko harus merogoh kocek lebih dalam lagi. Bodo amat. Kan dia ngeyel jadi pacarku. Meski cuma pura-pura, benefitnya harus tetap nyata. "Gue sama Danar ikut ke Bogor, ya, nanti. Udah lama banget nggak jengukin ibu. Pasti ibu kangen sama gue," ujar Giko penuh percaya diri. Sudah sangat biasa. Jadi, aku hanya menanggapinya dengan memutar bola mata. Lalu ketika langkah kami sampai di lantai lobi, dua orang yang baru saja masuk menarik perhatian kami. Aku sempat tertegun melihat keduanya yang melangkah terburu-buru. Mereka Tama dan Sintia. Aku harap mereka nggak melihatku. Malas kalau harus terlibat obrolan dengan mereka berdua. Tapi ...."Sintia!" Aku berdecak pelan saat pria di sampingku malah berseru memanggil Sintia. Gara-gara itu mereka menoleh ke arah kami. Sumpah, rasa-rasanya aku ingin sekali menyumpal mulut makhlu
Read more
PREV
1
...
56789
...
11
DMCA.com Protection Status