All Chapters of REUNI: Chapter 41 - Chapter 50
110 Chapters
Wawancara
big thanks buat yang berkenan memberi ulasan bintang lima dan komenannya.______Aku ingin mengusir Tama, tapi jelas itu nggak mungkin. Ibu dan Dean sudah menangkap keberadaannya yang sama sekali nggak aku duga. Jadi, lelaki yang kini mengenakan outfit semi formal itu duduk di salah satu sofa single seater berseberangan dengan Ibu dan Dean. Sementara aku diberi tugas membuatkan minum bagi tamu tak diundang tersebut. Hanya satu cangkir teh, nggak membutuhkan waktu lama. Kurang dari lima menit aku sudah menyuguhkan teh hangat ke depan Tama. "Jadi, namanya siapa?" tanya Ibu yang aku perhatikan terus memandangi Tama dengan tatapan kagum. "Sebelumnya saya minta maaf sudah lancang datang ke sini. Saya Tama, teman Wina. Kami dulu pernah satu sekolah," terang Tama seraya memperkenalkan diri. Aku yang berdiri di belakang Ibu sambil memeluk nampan hanya bisa mengerutkan bibir. Jujur aku kesal dengan tindakannya. "Oh, jadi dulu pernah satu sekolah sama Wina. Kenal Danar dan Giko juga?" Tam
Read more
Coffee Shop
Sebelum baca follow authornya dulu. Jangan lupa vote, dan pegang hatinya kuat-kuat. Wkwk.______Siang itu juga aku pamit pulang ke Jakarta. Ibu sempat menahanku untuk pulang sore saja. Namun, aku menolak. Aku tidak mau baik ibu atau pun Dean mewawancarai Tama lagi. "Saya pamit mengantar Wina ke Jakarta, ya, Bu," ucap Tama sopan. Tangannya maju dan minta salam kepada ibu. "Tolong, hati-hati ya, Nak Tama," sambut ibu menepuk bahu lebar Tama. Sementara Dean, dia hanya mengangguk ketika Tama berpamitan padanya. "Lo yakin dia cuma teman yang mau jemput lo?" tanya Dean ketika aku berpamitan padanya. Tama sudah lebih dulu ke teras bersama Ibu. "Ya, iya. Memang apa lagi?" "Gue curiga dia cowok lo. Dari gelagat dan tatapannya ke lo. Lo kayak mau diterkam aja sama dia." Aku kontan melebarkan mata sembari memukul lengan abang sepupuku itu. "Memangnya dia harimau." Dean meringis kesakitan, tapi tatapnya masih saja melihat ke arah Tama yang sedang bicara dengan ibu. "Lo kudu hati-hati, gu
Read more
Terasa Panas
Aku kembali berusaha menarik tangan dari genggamannya. Kali ini berhasil. Setelahnya aku buru-buru menggapai gelas minum,dan menyeruputnya seraya memalingkan wajah. Aku merasa tubuhku memanas, dan sangat yakin kalau wajah ini sudah memerah. Tama membuat jantungku rasanya mau lepas. Organ sebesar kepalan tangan itu berdenyut kencang seolah mau lompat keluar. Aku terselamatkan dari situasi ini ketika ponsel Tama berdering. Dia tampak merogoh saku celananya dan mengecek benda pipih yang sedang mengeluarkan suara itu. "Tunggu sebentar, ya. Ada telepon masuk," ucapnya lantas menyingkir. Fiuh! Aku melepaskan napas lega begitu lelaki jangkung itu pergi. Ya Tuhan, aku bahkan masih bisa merasakan tanganku yang bergetar. Tama mengajakku kembali ke unit setelah menerima telepon entah dari siapa. Melihat dari perubahan raut wajahnya sepertinya sudah terjadi sesuatu. Namun, aku enggak berani bertanya. Dia mengantarku hingga ke depan unit, padahal aku beberapa kali menolak agar dia langsung s
Read more
Bidadari
Danar masih membisu. Dia hanya menatapku dengan mulut tertutup rapat. Tidak ada ekspresi apa pun pada wajahnya. Datar seperti biasanya. Aku masih ingat dia dan Marissa satu sama lain memanggil dengan sebutan aku-kamu, dan itu cukup membuatku penasaran dan menyangka keduanya memiliki hubungan sesuatu. "Mau jawab dia teman biasa?" tanyaku menatapnya lurus dengan lengan melipat di dada, sementara dua alisku sudah menanjak. "Kenapa? Bukannya lo sama Tama juga teman biasa?" Mulutku akan membuka. Namun urung sesaat setelah sadar aku nggak punya jawaban untuk pertanyaannya. Aku berdecak, dan menyerah. Lalu memilih mengangkat tas, memindahkannya ke atas meja. Mungkin memang nggak usah banyak bicara. Aku menyibukkan diri membereskan sisa-sisa makanan di atas nakas. Yang masih bisa dimanfaatkan aku pisah dan disimpan ke kantong berbeda. Langkahku bergeser ke kulkas mini di sudut ruangan. Ada buah-buahan yang masih utuh terbungkus rapi. "Krisan di atas meja bawa, Win. Itu dari Arin." Aku s
Read more
Mutasi
Oh ya yang baru nemu cerita ini pastikan follow authornya dulu, dan jangan lupa vote serta tinggalkan jejak.(◠‿◕)Gerakan Danar yang hendak meneguk minumannya terhenti. Dia menatapku sesaat, lalu menghela napas. "Apa itu penting banget?" Kalau dia masih menganggapku sahabat, dia akan menjawabnya dengan mudah. Tapi, tunggu. Aku tiba-tiba salah tingkah. Ini pasti wujud dari overthinking yang aku rasakan akhir-akhir ini tentang Tama. Menelan ludah kasar, aku beranjak duduk di samping Danar dengan gerakan pelan. "D-dia nggak seperti Tama, kan?" tanyaku ragu. Aku bisa melihat kerutan samar pada dahinya. "Seperti Tama?" Aku mengangguk, lalu kembali merasa nyeri saat ingat sebelum ke rumah sakit aku sempat melihat Tama dengan istrinya. "Sudah punya pasangan." "Gue nggak tau," sahutnya melengos dengan muka masam. Kentara sekali Danar nggak mau mengatakan hal yang sebenarnya. "Oke. Gue nggak mau maksa," ucapku akhirnya dan bergerak ke dapur untuk menyimpan buah-buahan yang tadi dibawa
Read more
Sepasang Suami-Istri
Danar kesal karena kesusahan menyuap dengan tangan kiri. Dia mendorong mangkoknya menjauh. "Butuh bantuan?"Lelaki berwajah lempeng itu nggak menjawab dan hanya menyeka bibirnya yang belepotan kuah seblak. Aku menarik napas melihat tingkahnya. Dia terbiasa mandiri, lengannya yang menggantung itu pasti membuatnya kesal setengah mati. Aku menyimpan piring, dan meraih mangkok Danar. "Gue suapin sini." Danar melirikku dengan kening berkerut. "Nggak usah. Lo makan aja.""Ahelah! Nggak usah sok kuat. Udah, suapin Wina aja. Gue lagi males nyuapin lo," sambar Giko, menyempatkan diri menjeda kegiatan makannya. Danar berdecak, dan dia pasrah saat aku menyodorkan sendok. "Nah, gitu kan enak. Wina bisa sambil makan dan nyuapin lo," ujar Giko lantas tertawa. "Kalian udah mirip kayak laki dan bini. Dahlah, Win. Lo sama Danar aja. Sama-sama single, pas." Aku dan Danar kompak mendelik. Dan hal itu membuat tawa Giko berhenti seketika. "Ya kan kali aja jodoh gitu," ujarnya lalu kembali fokus ke
Read more
Ungkapan
Bunyi alarm pintu terkunci terdengar dari belakang Tama. Aku menelan ludah melihat lelaki itu menjulang di hadapanku. Aku nggak tahu apa yang Tama pikirkan. Di apartemennya ada Sintia, istrinya, bisa-bisanya dia malah mengejarku ke sini? Apa dia memang sudah nggak waras? "Tam, lebih baik kamu balik ke unit kamu. Aku nggak mau cari gara-gara," ujarku yang masih berpikir sehat di sini. Tama menggeleng, kakinya maju selangkah, lalu tangannya menggapai sebelah tanganku, dan menggenggamnya. Tentu saja aku nggak tinggal diam. Aku mencoba menarik tanganku dari genggamannya. Tama nggak boleh meraba perasaanku melalui sentuhan itu. Nggak boleh. Namun, genggamannya terlalu erat. "Aku minta maaf. Pasti kamu enggak nyaman banget tadi," ucapnya lirih dengan mata lurus menatapku. Aku paling nggak bisa ditatap seperti itu. Dadaku bisa-bisa meledak beneran. "Apa yang membuat kamu berpikir aku merasa nggak nyaman?" tanyaku tak berani menatapnya. Aku lebih baik bermain mata dengan lantai di bawah
Read more
Omelan Danar
Arin berbinar melihat Danar kembali masuk kantor. Dia segera menyambut lelaki itu dengan gaya sok akrab. Langkahnya bergerak mendekati Danar yang sedang mendapatkan ucapan selamat datang dari para stafnya. "Pak Danar udah merasa sehat? Kok udah masuk kantor aja?" tanya Arin sembari melihat ke arah gue kanan Danar yang masih dibungkus perban dan gips. Di permukaan perban itu sudah banyak coretan ucapan sembuh. "Saya sudah sehat kok, Arin. Saya bosan tiduran terus." "Wah, kalau begitu misal Bapak butuh sesuatu jangan sungkan memberi tahu saya, ya. Saya siap membantu," ucap Arin dengan senyum yang dibuat semanis mungkin."Terima kasih, Arin." Danar tersenyum tipis, lantas mata legamnya menyorot padaku yang berdiri di sisi Arin. "Ikut ke ruangan saya, Win," ujarnya lalu bergerak kembali ke ruangannya. Arin seketika manyun. "Kok lo sih yang diundang ke ruangan dia. Padahal jelas-jelas gue yang nawarin bantuan," gerutu Arin dengan bibir mencebik. "Jangan manyun. Mau gue kasih tau sesu
Read more
Cerita Giko
Giko mendengus ketika melihatku mengusik aksinya merayu seorang cewek. Gila, ya. Bahkan pramuniaga kafe dia embat juga. Aku sontak memukul kepalanya saat dia mendekat padaku. "Dasar playboy ayam jago. Kerja! Malah gombalin cewek," hardikku mendelik. Tangannya mengusap bekas pukulanku. "Sakit, Win. Lo ringan tangan banget, sih? Pantes jomlo!" Aku mendelik. "Mending juga jomlo daripada sekalinya punya pacar playboy Jatinegara kayak lo. Ngapain lo di sini?" Giko menunjukkan sebuah donat yang tinggal setengah. "Gue tadi belum sempet sarapan makanya ke sini. Eh, ketemu Adel yang cantik dan imut," ucapnya seraya tersenyum lebar. Ya Tuhan, mana ucapannya yang katanya mau fokus mengejar Arin? "Mata masih jelalatan saja, sok-sok-an mau ngejar Arin." Aku menerima kopi dari penjaga konter coffebean. "Siapa yang jelalatan coba? Tadi itu gue lagi motivasi Adel biar dia lanjut kuliah lagi. Kan sayang kalau nggak dilanjutin. Masa depannya masih panjang." Aku mencebikkan bibir. "Modus aja lo.
Read more
Minuman Jeruk
Aku menolak tawaran pulang bersama Giko dan Danar lantaran Tama sudah lebih dulu mengirimiku pesan akan menjemput sore ini. Beralasan karena ada urusan dengan Arin, akhirnya kedua lelaki itu mau meninggalkan aku di lobi bersama dengan Arin. "Lo dijemput siapa?" tanya Arin begitu Danar dan Giko menjauh. "Gue nggak dijemput siapa-siapa kok," sahutku berbohong. Aku belum mengatakan apapun tentang Tama dan hubungan kami yang mulai rumit kepada Arin. Inginnya, aku merahasiakan untuk diri sendiri. Hubungan kami lain dari yang lain. Bukan hubungan yang layak dipamerkan. Arin berdecak. "Mustahil banget. Kalau enggak ada yang jemput lo ngapain lo pake acara bohong segala?" Aku lupa kalau Arin adalah manusia yang susah buat dikibulin. "Yuk, ah! Kita jalan aja." Aku menggaet lengan Arin keluar lobi. "Lo bawa mobil enggak?" "Lo beneran mau pulang bareng gue?" tanya Arin dengan wajah nggak percaya. "Enggak. Cuma mau nganterin lo ke parkiran." "Nggak jelas banget, sumpah." Wanita berponi yan
Read more
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status