Semua Bab Wanita Sang Presdir: Bab 121 - Bab 130
212 Bab
Mengantar Pulang
Angeline menatap curiga pada lelaki yang duduk di hadapannya. Penampilan yang cukup mengesankan. Kancing kemeja yang dipakai di dalam jaket kulit terbuka hingga dada, memperlihatkan tato yang mengintip dari tubuh lelaki itu. Rambutnya diikat ekor kuda. Kontras dengan penampilannya, Jonathan bersikap ramah terhadap semua orang, termasuk dua pengawal pribadi. Namun, Angeline tahu, semakin lawan bersikap baik, semakin dia berbahaya. "Ceritakan tentang dirimu, Angel. Kapan dan bagaimana kamu bertemu Gabriel? Apakah dia langsung mengenalimu sebagai putrinya?" tanya Jonathan. "Tanya sendiri padanya. Bukankah kalian saudara sepupu?" cetus Angeline. Jonathan mengangkat alis, "Salahkah aku mencari topik obrolan?" Angeline mengerucutkan bibir, "Kalau mau ngobrol lebih baik bicarakan apa rencanamu terhadap kami." Senyum yang selalu tampak di wajah Jonathan melebar. Dia tidak salah mengagumi wanita pemberani ini. Sudah lama dia tidak menemukan wanita yang berani melawan ba
Baca selengkapnya
Perjalanan ke Macau
Dengan Rafael berada di tangan Jonathan, Angeline tidak dapat berbuat banyak. Dia hanya bisa berharap lelaki itu masih memiliki cukup hati nurani untuk tidak menyakiti seorang bayi kecil. Jantung Angeline berdegup kencang mengawasi Jonathan membelai rambut Rafael. "Seperti kukatakan tadi, kamu dan anakmu berharga karena aku dapat menggunakanmu untuk menundukkan Nathaniel. Membawamu ke Macau berarti menangkap dua burung dengan satu lemparan batu," tutur Jonathan. "Lalu apa? Begitu sampai di Macau tidak ada yang dapat menjamin keselamatan kami! Siapa yang tahu apa rencana busuk kalian??" sergah Angeline. Jonathan menatap dalam, "Aku sendiri yang akan menjamin keselamatanmu." Angeline mengejapkan mata, "Dan Nathan?" "Dia tidak ada hubungannya denganku." Lelaki itu kembali menunduk memperhatikan Rafael. Bayi itu terlihat nyaman dalam gendongan Jonathan. "Kalian tidak bisa berbuat seperti itu. Nathan tidak akan membiarkan kalian membawa kami pergi," desis Angeli
Baca selengkapnya
Sandera
"Aku mau ke kamar mandi," sergah Angeline yang lelah akibat perjalanan jauh. "Silakan." Jonathan berjalan ke kamar mandi. "Lepasin borgol brengsek ini!" Lelaki itu menatap heran, entah serius entah berpura-pura, "Memang kenapa?" "Kamu tidak bisa ikut ke dalam kamar mandi! Beri aku privasi!" "Itu maksudmu? Baiklah. Aku akan menutup mata." Jonathan terus saja berjalan, menarik tawanannya ke dalam kamar mandi. "Tidak bisa! Aku perlu kedua tangan!" Angeline menyentak tangan kirinya yang terborgol. "Apa yang perlu kamu lakukan? Aku bisa membantu." "Oh! Dasar brengsek! Sialan! Jangan harap!" Jonathan tertawa. Wajah sengsara Angeline cukup memuaskan baginya. Dia pun membuka borgol yang melingkar di tangannya, "Silakan." Begitu Jonathan keluar dari kamar mandi Angeline cepat-cepat mengunci pintu. Dia bernafas lega karena akhirnya bisa lepas dari lelaki itu. Berjam-jam duduk di pesawat membuat tubuhnya pegal-pegal. Angeline melihat sekeliling. Ka
Baca selengkapnya
Menunggu
Apa pun yang dilakukan terasa tidak tepat. Padahal fasilitas di unit apartemen ini cukup lengkap. Angeline hanya mondar-mandir mengelilingi seluruh ruangan sampai bosan. Beberapa jam berlalu dan wanita itu sudah memenuhi freezer dengan kantong penyimpan ASI. Hal itu dilakukan karena Angeline merasa sayang jika harus membuang ASI-nya begitu saja. Diam-diam dia bersyukur karena Jonathan memperhatikan kebutuhannya. Saat sedang berselonjor di sofa sambil merenungi nasib mendadak pintu terbuka. Angeline melompat berdiri dengan waspada. Jangan sampai yang masuk ke unit apartemen ini adalah anak buah Jonathan. Untungnya bukan. "Aku bawa makanan. Ada yang memberitahu kalau kamu mudah lapar." Jonathan menutup pintu dan meletakkan kantong di atas meja. "Kata siapa? Sembarangan," gerutu Angeline yang merasa dikatai rakus. "Suamimu." Mata Angeline membulat, "Kamu bertemu Nathan? Apa yang terjadi? Di mana dia? Biarkan aku bertemu dengannya!" "Belum saatnya. Makanlah dul
Baca selengkapnya
Rencana Jonathan
"Bos, Nona Jasmine mencari Anda." Jonathan mengernyit. Apa yang diinginkan wanita itu? Apakah Tuan Besar Mei menyuruhnya menyelidiki keberadaan Angeline? "Dia bersama siapa?" tanyanya. "Sendiri." "Suruh dia tunggu." "Baik." Jonathan menutup pintu unitnya kemudian tanpa terburu-buru melihat keadaan Angeline yang masih terlelap di kamar. Dengan langkah kaki ringan tanpa menimbulkan suara lelaki itu mendekati tempat tidur. Ini hari kedua Angeline berada di unit apartemennya, dan semuanya berjalan baik. Hanya saja dia harus memikirkan freezer yang sudah terisi separuh dengan kantong ASI. Mungkin dia akan menyerahkan pada Nathan untuk mengirimnya ke Jakarta. Puas memandangi wajah wanita itu Jonathan pun meninggalkan unitnya. Dia perlu mengetahui sebesar apa kecurigaan Tuan Besar Mei terhadap dirinya. Lelaki tua itu memang tidak pernah mempercayai siapa pun. Ibaratnya tidur pun menyimpan pisau di bawah bantal. Jonathan menatap angka-angka digital yang ter
Baca selengkapnya
Mulai Berjalan
Tiga hari berselang sejak pertemuan rahasia di tepi laut. Kepada media Gabriel Maynard menyatakan kebangkrutan tanpa menyebutkan secara rinci apa penyebabnya. Namun, sudah menjadi rahasia umum bahwa di internal keluarga besar Mei sendiri sedang terjadi perpecahan, yaitu antara paman dan keponakan yang memiliki kekuatan seimbang. Media menayangkan spekulasi dan pembahasan mengenai menurunnya harga saham Golden Yue. Tampuk kekuasaan pun telah beralih ke tangan Tuan Besar Mei, yang sepertinya belum melakukan apa pun untuk memperbaiki keadaan perusahaan. "Dia akan menghancurkan perusahaan." Gabriel mematikan televisi. Nathan tidak menyahut. "Semua sudah berjalan sesuai rencana. Belum ada komunikasi dari Jonathan?" tanya Gabriel. "Belum. Akan kutunggu sampai malam ini. Kalau belum ada kabar aku akan bergerak," tegas Nathan. "Hati-hati, Boy. Mereka punya mata di mana-mana." Nathan tersenyum, "Aku tahu." "Sisi baiknya adalah Mike dapat belajar mengurus bay
Baca selengkapnya
Terselamatkan
Sekuat tenaga Jonathan bertahan melawan pengaruh obat. Dilihatnya Angeline berdiri waspada, menjaga jarak karena belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. "Kamu tetap di sana," kata Jonathan. Angeline hanya bisa mengangguk. Dia tersentak kaget mendengar suara barang pecah. Lelaki itu memecahkan cermin. "Apa yang kamu lakukan??" Angeline menatap ngeri. "Menjaga diriku tetap waras. Mereka memasukkan obat dalam minumanku." Jonathan mengambil sepotong kaca dan menggenggamnya. "Sial ...." Angeline memandang sekeliling kamar yang tidak ada jendela sama sekali. "Bertahanlah. Nathan menunggumu di luar." Jonathan menggertakkan gigi. Rasa sakit di tangan tidak dapat menutupi pengaruh obat. "Kamu sendiri bisa bertahan?" Angeline diliputi rasa takut dan cemas. "Kuusahakan." Detik berlalu menjadi menit. Keringat telah membasahi kening Jonathan. Entah obat apa yang telah dia minum. Efeknya cukup kuat dan bertahan lama. Dia melirik Angeline. "Bagaimana
Baca selengkapnya
Berkumpul Kembali
"Dia tidak akan bisa bergerak mengganggu kita lagi. Semua aset dan pengikut sudah kuambil alih, sedangkan dia kupindahkan ke villa yang lebih kecil," tutur Gabriel. "Papa yakin kakek tua itu tidak akan bisa bergerak lagi?" tanya Angeline dengan raut wajah khawatir. "Kali ini aku sudah memastikannya, Sayang. Uang memiliki kuasa lebih besar dari siapa pun di muka bumi. Pengikut yang setia saja bisa memalingkan wajah karena uang. Semua, kecuali Gerard." Angeline meraih tangan Gabriel dan berkata, "Kalau ada apa-apa beri tahu kami, oke?" "Tentu saja, Putriku Sayang. Maaf telah menyeretmu dalam masalah." Gabriel memeluk Angeline seerat mungkin. Nathan berdeham. Gabriel melirik tidak senang karena suara itu mengganggu momen ayah dan anak. Dia tetap memeluk Angeline. Melihat kedua orang di hadapannya masih berpelukan, Nathan berdeham lebih keras. "Nanti bagaimana dengan Jonathan?" Angeline melirik Nathan. "Dia bebas melakukan apa saja. Mungkin hidup ak
Baca selengkapnya
Keinginan Tersembunyi
Tiba di penthouse Mike, Bu Yanti dan Yunita ikut naik. Tidak henti-hentinya Mike meminta Angeline menceritakan seperti apa interaksi dengan Jonathan. Nathan masuk ke kamar terlebih dahulu sedangkan Angeline bersama Mike duduk di sofa. "Pokoknya dia tidak sepenuhnya seburuk yang kamu katakan. Mungkin dia hanya melakukan pekerjaannya dengan sangat baik," ujar Angeline yang masih belum mau melepas Rafael dari gendongan. "Wow, serius? Tapi setahuku dia menjadi eksekutor bagi lawan-lawan kakek Mei. Seharusnya dia berdarah dingin." Mike mencolek-colek pipi Rafael dengan gemas. "Mungkin itu sebelum dia punya istri dan anak." Angeline memperhatikan bayi kecilnya yang sudah terlelap sejak tadi. Dia menghalau tangan Mike yang tidak berhenti mencolek pipi gembul itu. "Habisnya dia lucu sekali," ucap Mike. "Buat satu lah. Pasti ada wanita yang kamu suka?" Mike meringis, "Kakak, umurku baru dua puluh lima. Aku masih remaja loh." "Remaja apanya? Kamu sudah jadi CEO-n
Baca selengkapnya
Perbuatan Tidak Pantas!
"Ah ... akhirnya bisa kena udara segar." Angeline memejamkan mata menikmati hembusan angin sejuk di teras restoran tepi laut. Rafael memandangi wajah ibunya. "Nikmati waktumu, Baby Girl. Kita tidak terburu-buru." Nathan meremas tangan Angeline. "Kak, kuhabiskan lasagna-mu?" pinta Mike yang melihat makanan di piring Angeline tersisa separuh. "Silakan." Nathan tidak tahan untuk tidak berkomentar, "Sepertinya papamu tidak cukup memberi makan?" "Maklumilah Kakak Ipar. Aku masih dalam masa pertumbuhan." Tidak teralihkan dari tujuannya semula, Mike mengambil piring Angeline dan mulai makan. "Iya. Mike masih remaja," timpal Angeline dengan senyum geli di wajah. "Benar 'kan? Tuh, Kakak Ipar. Aku awet muda. Tidak mau tahu rahasia awet mudaku?" Mike menyeringai. "Dengan kata lain kau mengataiku tua?" Nathan memicingkan mata. Angeline memalingkan wajah agar tidak tertawa melihat ekspresi Nathan. "Eh, emm ... tidak begitu, Kakak Ipar. Aku hanya bercanda
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1112131415
...
22
DMCA.com Protection Status