Semua Bab RACUN UNTUK MADUKU: Bab 11 - Bab 20
49 Bab
Bab 11
Wajah Mas Ilham berubah menjadi pias. Ketika mendapati sang istri muda berpakaian tertutup dengan rambut yang diikat di belakang. "Maura?" Suara Mas Ilham begitu lirih saat mengucap nama wanita itu. Namun masih bisa aku dengar, entah bagaimana dengan Ibu. Apakah dia mendengar atau tidak. Yang jelas dia diam seribu bahasa. Semua orang menatap Maura. Sedangkan Mas Ilham tentu menatapku penuh selidik. Bagaimana bisa wanita yang bergelar Ibu itu bisa datang ke rumah. Padahal aku sama sekali tidak mengatakan apapun padanya perihal itu. Mas Ilham pasti curiga kepadaku, terserah. Yang pasti Ibu akan tetap tinggal disini hingga wanita bergelar madu itu musnah, pergi. "Kamu mau nyapu dengan riasan menor seperti itu?" tanya Ibu mertua. Ibu mertuaku tidak akan cerewet jika apa yang ada di hadapannya sama dengan harapannya. "Kamu mau goda majikan kamu?" "Majikan?" sahut Maura bingung. "Iya, majikan kamu. Ilham, anak saya! Suami Ayu." Aku tersenyum kala mertuaku berkomentar tentang penampi
Baca selengkapnya
Bab 12
"Jangan lupa, sebelum kami pulang. Semua pekerjaan rumah harus sudah selesai. Apalagi taman depan! Kamu tata Serapi mungkin! Paham!"Maura diam, rahangnya mengeras. Genggaman tangan pada spatula itu terlihat begitu kuat."Iya," jawab Maura terpaksa. Ibu akhirnya berjalan kembali sedangkan aku melambaikan tangan dengan senyuman kemenangan. "Bye … bye …." ucapku lirih. Sembari tangan kumainkan cantik. ****Di rumah, kami memiliki kendaraan roda empat dua buah. Yang satu milik Mas Ilham berwarna hitam sedangkan yang satu milikku berwarna merah. Aku masuk kedalam mobil di susul Mama mertua mengikuti. Dia tengah duduk di sisi kemudi. Membenarkan sabuk pengaman kemudian menatap kedepan. "Sudah, Ma?" tanyaku pada wanita yang tengah memperhatikan sekeliling. Aku memastikan wanita paruh baya itu sudah siap meluncur."Siap, Sayang," ucap Mama mertua itu dengan senyuman. Perlahan namun pasti aku melajukan mobil di jalanan. Jalan raya yang sedikit lengang membuatkan lancar untuk menambah ke
Baca selengkapnya
Bab 13
"Oke, Jeng. Kita eksekusi ya. Cus, tapi kita rapikan dulu. Kamu cocoknya sebahu deh, Jeng. Biar awet muda. Nggak usah dikasih poni. Nanti warnanya golden blonde ya, Jeng?" Laki-laki lembek itu memperhatikan wajahku sembari tangan menyentuh rambutku yang tergerai. Dia tersenyum sesekali mengedipkan mata. Ih, melihatnya saja rasanya aku geli sendiri.Aku meraih tas yang ada di atas meja. Merogoh benda pipih berniat menghubungi Mas Ilham. Aku menoleh ke arah jam yang ada di pergelangan tangan. Menunjukan angka dua belas. Menandakan bahwa beliau tengah istirahat.ku segera mengirim pesan. Mengatakan kepadanya bahwa ku tengah berada di salon bersama Mamanya. [ Mas, aku lagi di salon sama Mama.] Satu pesan diterima. Centang dua berwarna abu-abu. Tidak berapa lama dua centang itu berubah menjadi biru.Namun tidak ada balasan darinya. Mungkin lelaki itu masih marah, karena aku tidak memberi tahu bahwa Mama nya datang ke rumah. Mama terlihat menikmati pijatan tangan di pundaknya. Sesekali a
Baca selengkapnya
Bab 14
Oma …." Rendy berteriak ketika melihat Mama mertuaku. Dia menghamburkan pelukan kepada wanita tua itu."Gantengnya cucu Oma.""Oma …." Seketika mama berhenti mengusap rambut Rendy. Aku yang tengah tersenyum lantas menoleh ke arah Bian. Anak itu berani memanggil Oma dihadapanku dan juga Randy.****Tatapan Mama penuh keheranan dan juga kebingungan. Begitu juga aku. Aku bingung harus berkata apa.Senyum Bian semakin terlihat begitu mengerikan. Persis apa yang ditunjukkan ibunya, Maura.Rendy yang sudah selesai mencium tangan Omanya terlihat memperhatikan Bian. Menatap teman sebayanya itu dengan tatapan jengah. Ah, apa yang kau rasakan, Nak? Maaf, Mama belum sempat mencari tahu keadaanmu. "Kamu siapa?" tanya Mama mertua tangannya langsung di raih Bian kemudian dicium punggungnya. Persis seperti apa yang dilakukan dengan Rendy putraku tadi."Saya Fabian, Oma. Putra dari-""Dia anak Maura, Ma.""Siapa Maura?""Pembantu baru kita!" Aku langsung menyela ucapan Bian. Bagaimanapun Mama tidak
Baca selengkapnya
Bab 15
Aku menjatuhkan bokong di kursi. Lalu mengambil nasi dan beberapa lauk. Meletakkannya pada piring kosong lalu memberikan kepada Rendy. Remaja itu menerimanya dengan senyuman. Lalu ia menatapku dengan seksama."Mama nggak papa?" Pertanyaan Rendy hanya mampu aku jawab dengan helaan napas berat. Tidak aku pungkiri ada hati yang terluka di sini. Namun, aku harus tetap memastikan keluargaku akan baik-baik saja. Meskipun pada kenyataannya entah. Tap … tap.Langkah Mama terdengar dari meja makan. Aku dan juga Rendy menoleh ke belakang. Wanita itu berjalan dari arah belakang?Ada apa? Kenapa? Darimana Mama mertuaku itu? Apakah dia dari kamar Maura? Padahal sebelum aku pergi ke kamar, terlihat Mama mertua lebih dulu masuk kedalam kamarnya. Apakah setelah aku menutup pintu dia diam-diam pergi kesana? Untuk apa?"Oma darimana?" Pertanyaan yang sama terlontar dari anak semata wayangku. Wajah Mama biasa saja. Dia terkesan tengah menyembunyikan sesuatu. "Iya, tadi Ayu cari di kamar nggak ada.""S
Baca selengkapnya
Bab 16
"Maura, dia itu suamiku. Kalau aku gatel sama suami sendiri itu wajar! Yang nggak wajar itu kalau gatel ma suami orang!" Seketika wajah Maura berubah mendung. Aku yakin jika aku mempertahankan ini dan membuat Maura cemburu aku yakin dia akan keceplosan sendiri."Nikmati saja makan siangmu! Takutnya besok kamu sudah nggak tinggal di sini lagi!" Aku meninggalkan Maura dan juga anaknya di meja makan. Berjalan perlahan menuju kamar. Langkahku terhenti lalu membalik badan. "Jangan lupa, bereskan semuanya!" pintaku pada wanita itu dengan nada sedikit meremehkan.Bibir Maura mencebik. Dia terlihat tidak suka dengan ucapanku itu.Mas Ilham terlihat melepas dasinya. Membuka kancing bajunya satu persatu. Di usianya yang baru menginjak 35 tahun membuatnya masih terlihat gagah. Perutnya yang rata, terlihat seksi. Apalagi dia juga sering berolahraga."Ma, kamu cantik hari ini! Beda seperti biasanya, aku suka!"Aku hanya membalas dengan senyuman sinis. Lagi-lagi dia memelukku dari belakang ketika
Baca selengkapnya
Bab 17
"Nanti aku hubungi lagi!" ucap wanita yang ada di seberang telepon. Aku mengangguk meskipun benar wanita itu tidak tahu akan gerakan kepalaku. Tidak lama kemudian panggilan telepon itu terputus secara sepihak. Tepatnya di hentikan oleh Mbak Nadia sendiri. Kakak iparku. **** Seperti biasa aku bangun lebih awal. Berjalan turun dari ranjang bergegas menunaikan ibadah sholat subuh. Menangkupkan kedua tangan pada wajah setelah selesai aku melangitkan gundah gulana dan harapan. Aku menghela napas panjang lalu membuangnya perlahan turun dari kamar. Menuju dapur. Membuka kulkas menatap seluruh penghuni yang ada didalamnya. "Masak apa ya?" tanyaku pada diri sendiri. Mengambil beberapa potong ayam dan juga sayuran. "Pembantumu mana?" Tiba-tiba suara Mama mertua mengagetkanku. Aku seketika menoleh ke arahnya mengambil beberapa wadah untuk digunakan memotong sayur. Sembari bibir mengulum senyum. "Mungkin masih tidur!" jawabku biasa saja. "Jam segini masih tidur? Apa kamu nggak merasa an
Baca selengkapnya
Bab 18
"Ma …. " Aku berjalan mendekati wanita itu. Namun ia mengangkat tangannya. Lalu meninggalkan kami berjalan menuju kamarnya. Mas Ilham tidak kalah panik. Wajahnya berubah menjadi pias, pucat sekali. Dia terlihat menghampiri Ibunya lalu ingin menjelaskan semua. Namun lagi-lagi wanita itu menolak. Aku melipat tanganku di depan dada lalu menatap mereka bergantian dengan senyuman."Apakah ini yang kamu inginkan? " tanya Mas Ilham kepada Maura. "Aku nggak tahan lagi, Mas. Suami sundal mu ini dan juga Mama mu selalu menyebut aku seorang pembantu! Dan aku tidak terima. Di perut ini ada janin anakmu dan kamu diam saja aku diperlakukan seperti itu oleh mereka!" Maura menunjuk Mas Ilham dengan mata melotot seakan ingin keluar. Sedangkan aku. Aku hanya diam menyaksikan pertengkaran mereka pagi ini. "Suutttt … jangan keras-keras! Ibu masih di kamar. Nanti beliau tahu kalau kamu tengah hamil! Bisa tambah kacau … hidupmu!" ucapku membuat Maura tambah berapi-api."Aku nggak tahan lagi, Mas. Istri s
Baca selengkapnya
Bab 19
Aku kembali menghela napas panjang lalu membuangnya perlahan.CeklekNamun jawabanku urung aku lakukan setelah melihat Rendy keluar dari kamar mandi dengan rambut basahnya."Mbak, nanti aku hubungi lagi ya!""Oh, iya. Assalamualaikum.""Waalaikumsalam," jawabku sembari menekan tombol berwarna merah. Meletakan kembali ponselku ke dalam saku."Ren, kita sarapan di luar ya, sayang!""Mama nggak masak?" tanya Rendy sembari berjalan menghampiri."Nggak, lagi pengen aja! Kalau begitu mama tinggal ya! Kamu ganti pakaian aja dulu. Mama siap-siap, sekalian ajak Oma keluar buat sarapan bareng!""Iya, Ma." Lantas aku keluar kamar. Kembali menutup rapat-rapat pintu itu. Tidak kulihat kedua manusia itu. Entah kemana mereka pergi, yang jelas. Aku akan mencoba berbicara dengan Mama.Tok … tok."Ma, ini Ayu. Boleh, Ayu masuk?" tanyaku. Tidak berapa lama wanita yang ada di dalam kamar itu terdengar berjalan mendekati pintu.Benar saja tidak butuh waktu lama pintu itu sudah terbuka lebar. Aku melihat m
Baca selengkapnya
Bab 20
"Bolehkah aku ikut, Tante?" Pertanyaan sepele itu berhasil membuat langkahku berhenti. Menoleh ke arah sumber suara lalu menatap wajah remaja itu dengan seksama.Sedangkan Mama mertua melempar pandangan ke arahku. Begitu juga Rendy."Maaf, untuk saat ini aku tidak bisa membawamu satu mobil dengan kami!" jawabku dengan nada biasa saja.Aku gegas kembali melanjutkan langkahku Mama mertua pun demikian. Begitu juga dengan Rendy. Namun, tidak berapa lama kami kembali dihentikan karena teriakan seorang wanita. "Kenapa, Mbak? Dia juga anak Mas Ilham!" ****Aku melirik ke arah Mama mertua. Terlihat wanita itu berdecak lalu membuang muka ke arah samping.Mama tahu cara menghadapi wanita ini. Namun tidak di depan anak-anak.Mas Ilham yang terlihat menuruni tangga. Membuatku melempar pandangan ke arahnya."Dia akan diantar Mas Ilham," ucapku singkat. Aku tidak mau ribut lagi."Oh, baiklah. Bagus kalau begitu, dia bisa lebih akrab sama Papanya." Wanita itu mengusap bahu sang anak. Menatap ke
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status