All Chapters of Wanita Hina Bernama Nania: Chapter 11 - Chapter 20
39 Chapters
Home
“Apa yang kau perbuat, Nan?” Nania sedang bicara dengan dirinya sendiri. Dia baru saja mencium seorang CEO perusahaan ternama tanpa ragu. “Pelacur. Kamu pelacur, Nan. Kamu menyerahkan segala yang ada pada dirimu untuk jadi objek pria setampan Pak Brata.”Nania mendesah dan terdiam memandang jendela kamar rumah sakitnya. Brata meninggalkannya untuk mengurus beberapa keperluan dan berjanji akan menemuinya kembali dengan cepat.Tapi apa gunanya? Nania sangat sadar bahwa pria bernama Brata itu membuatnya masuk ke sebuah masalah yang menurut batin Nania cukup salah.“Tidak. Hidupku tak mungkin akan berjalan dengan mudah dengan jadi istri seorang CEO. Jadi istri germo saja sudah susah, apa lagi jadi istri seorang petinggi perusahaan yang bertindak tak wajar atas hidupku.”Rasa kepak sayap kupu-kupu di perut Nania kini berubah jadi melilit yang pedih. Nania pikir, dia harus membuat keputusan lain sebelum akhirnya bertemu kembali dengan Brata.“Aku harus pergi. Aku harus meninggalkan pri
Read more
Kehidupan Baru
Beberapa jam sebelum Nania datang ke rumah barunya, Brata sedang melamun di sudut ruang yang ia klaim sebagai ruang kerja. Lamunannya tak lain merupakan kilasan memori dari apa yang terjadi d rumah sakit tempat Nania dirawat.Banyak kejadian aneh yang membuatnya pusing. Dimulai dari dua pernikahannya dalam satu waktu, kebohongan Ibunya, dan juga ciumannya dengan Nania kala itu.Seperti halnya Brata, dia yakin jika ciuman itu bukan ciuman pertama Nania.“Masalahnya, apakah Nania menganggap ciuman itu sebagai ciuman biasa selayaknya dia menciumi para pelanggannya?” Tanpa sadar Brata bergumam. Dia bahkan bangkit hanya untuk berjalan bolak-balik di ruangannya.Nania. Wanita itu sungguh berbeda. Brata mungkin mengira jika yang ia rasa hanyalah bentuk kepeduliannya pada Nania. Tapi tidak. Alasan itu memang adalah alasan pemicu, tapi jauh di dalam hati Brata, ada rasa cinta yang mau tak mau ia amini adanya.Brata yang sedang bingung mulai memeriksa ponselnya. Sudah berkali-kali dia menc
Read more
Kegemparan
Nania berjingkat keluar dari kamarnya dengan langkah yang nyaris tanpa suara. Saat itu masih pukul tiga pagi, dan rumah yang Nania tempati masih sangat sepi seperti tak berpenghuni.Brata sendiri memutuskan untuk tidur terpisah karena merasa bahwa Nania belum sepenuhnya siap untuk seranjang dengannya.Nania tak tahu dari mana pikiran seperti itu datang, tapi Nania akan menghargainya sebagai sebuah pemikiran dari manusia secerdas Brata yang penuh dengan perhitungan.Kembali lagi ke Nania yang tengah menuju dapur. Ada beberapa dapur di rumah itu. Satu dapur yang digunakan para pembantu untuk meracik makanan mereka, satu lagi adalah dapur khusus para koki yang tak boleh digunakan tanpa persetujuan kepala pelayan, dan satu sisanya adalah dapur yang sangat bersih dengan satu kompor induksi dan juga gelas-gelas mahal yang digantung di atasnya. Dapur terakhir tak pernah digunakan, dan Brata berpesan agar Nania tak repot-repot memasak di sana.Sebagai seorang istri, Nania ingin kesan pertaman
Read more
Maskot
Entah kenapa atmosfer rumah megah terasa berbeda. Nania tak bisa untuk tak berdebar ketika dia melangkah. Ditambah, sepatu yang ia pakai terasa terlalu nyaman dibandingkan sepatu hak tinggi yang harus berkali-kali dia sol ulang.“Yuk.” Brata tiba-tiba menarik Nania dan membuat wanita itu bergerak kikuk.“Tuan. Kita mau ke mana?”“Jangan panggil aku dengan sebutan Tuan.” Brata tampak dingin dan tak suka cara Nania memanggilnya.“Tapi, Tuan.”“Nan ....” Brata berbalik dan hampir membuat Nania menabraknya. “Aku suamimu. Aku berhak meminta apa yang setiap suami ingin agar istrinya lakukan.”“Tapi ... ““Tidak ada tapi.”Nania melirik dan merasa tenggorokannya kering seketika. “Haruskah kupanggil Tuan dengan sayang?”“Ha?”“Sayangku?”Entah kenapa wajah Brata terasa panas. Dia ingin tersenyum tapi dia tak ingin kehilangan wibawanya.“Atau mau kupanggil dengan sebutan lain?”“Tidak!” Entah kenapa Brata tak mau menyetujui hal itu. “Aku hanya kaget.” Dia masih tak berani menatap
Read more
Wanita Hina Bernama Nania
Brata tersenyum. Nania ada di depannya tapi dia lebih suka dengan Nania yang terekam ponselnya.Nania tak cantik, tapi dia sangat manis dan senyum itu adalah senyum yang hampir Brata ragukan pernah ada pada Nania.“Pak?”“Sayangku lebih baik dari Pak.”“Ah, iya maaf.” Nania berbisik, “sayang.”Brata puas. Lama-lama dia terbiasa dengan panggilan itu dan tak mau Nania mengubah caranya dalam memanggil.“Kenapa?”Nania tersenyum sembari menyesap kopinya.“Aneh saja melihat Ba-Sayangku tersenyum seperti itu. Maksudku, anda sudah senyum berjam-jam sampai kopi anda dingin.”Brata terkikis. “Yah, aku baru melihat teman wanitaku yang sangat cantik.”Nania mengangguk. Dia berpikir jika Brata mungkin punya wanita lain dan hidupnya mungkin memang terbiasa ada di dekat wanita, tanpa tahu jika wanita yang Brata maksud adalah Nania sendiri.“Kamu tidak pesan makanan?” Brata bangkit dan mencari dompetnya. “Aku pesan makanan dulu, ya. Kamu tunggu saja di sini.”Nania melihat punggung bidan
Read more
Berita
“Binilu mana?” Seorang bersafari masuk ke dapur rumah Dono dan terlihat mencari makanan di dapur. “Eh, gua nanya. Dijawab, kek.”“Kamu nanyeak?”“Eh, dia ngelawak. Serius gua nanya.” Pria bersafari itu kini mengunyah selembar mendoan yang lekas habis dalam hitungan detik.“Lu gak usah nanyain Nania, lah. Males gua.”Sosok bersafari itu tertawa seakan Dono pelawak. “Dicerein, lu? Kenapa? Nania jadi simpenan pejabat, sekarang?”Mata Dono melirik tajam. Dia seperti tak suka dan hendak menelan temannya itu.“Kalo gua bilang gua males, artinya gua males. Bisa gak sih lu ....”“Gua ketemu Nania di mall.” Kali ini wajah teman Dono terlihat serius. “Gua dilabrak di sana. Wah. Kalo gua gak sempet kabur, udah abis kali gua.”Dono tampak tertarik. “Serius lu?”“Iya, gua tuh ....”“Don! Sini kamu!” Suara Ibu Dono terdengar. Dia mendekat dengan tak sabar saat tahu anaknya tak menggubrisnya. “Lihat dulu nih Hp. Istrimu jadi sorotan, nih.”Sebuah siaran terlihat. Dalam siaran itu, Nania m
Read more
Berubah
"Bud, kamu udah panasin mobil saya?" Brata tampak sibuk dengan ponselnya. Pagi ini ada janji penting yang harus dia utamakan dan tak mau telat barang sedetik pun. "Nanti berangkat sama Nania aja, ya. Kamu pakai mobil yang lain." Lalu ponsel di tutup. Tepat saat pembicaraan itu berhenti, sebuah tangan muncul memegang dasi Brata dan membuatnya terkejut. "Nan?" Brata berdebar tanpa bisa ditahan. Kemunculan Nania dan wangi tubuhnya membuat otak Brata sedikit tak berfungsi."Tuan mau pergi sepagi ini?" tanya Nania tanpa berani menatap wajah Brata. Jujur, dia juga berdebar saat ada di dekat pria itu. "Saya pikir Tuan akan ada di pengadilan dengan saya hari ini."Brata tersenyum. Nania memang terlalu aneh hingga merasa lebih tenang kalau memangil Brata dengan Tuan. Brata sendiri sudah cukup sering memberi tahu Nania agar paling tidak memanggil namanya saja, tapi Nania adala Nania yang selalu sungkan di setiap kesempatan."Aku harus ke kantor. Hari ini ada rapat penting. Perusahaan yang merge
Read more
Wanita yang Berbeda dan Pesta
Tak.Suara sendok memecah keheningan. Acara sarapan yang seharusnya hangat, justru jadi horor yang dimulai dengan wajah Brata yang kaku.Nania sendiri tak bernafsu makan, dan hanya menyuap apa yang ada di piring dengan rasa sedih di dada. Bagaimana pun ucapan suaminya masihlah terngiang hingga tidurnya malam tadi terasa tak nyaman.Sebenarnya apa yang membuat Brata seperti itu? Nania sendiri mempertanyakan apakah seluruh perhatian Brata selama ini hanyalah hobi orang kaya yang suka berbuat aneh dan bosan setelah menuntaskan semua misinya? Apakah selama ini Nania hanya dianggap sebagai wanita hina yang gampang dikerjai perasaannya.“Aku berangkat,” ucap Brata tanpa menengok ke arah Nania. Dia menghilang di balik pintu megah rumah yang Brata sebut akan menjadi milik Nania.“Apa kau tak melihat kecanggungan hari ini, Bi Hanna?” Seorang asisten mendekat hanya untuk memulai gosip. Toh bagi mereka, Nania tak berbahaya. Nyonya muda mereka itu terlalu lemah untuk melindungi dirinya sendiri da
Read more
Champaign yang Tumpah
Brata tak berharap banyak pada kedatangan Nania. Situasi dingin di rumahnya membuat Brata berpikir jika mungkin Nania tak akan lagi mau melihat wajahnya. Walau di sisi lain, Brata juga sangat yakin jika Nania lebih dewasa dalam menyikapi keegoisannya.Masih ada keinginan bagi Brata untuk bersama Nania. Tapi ada juga ego di dalam dirinya yang tak ingin Nania merasa aman di sisi pria lain. Walau kenyataannya tak seperti itu.Brata masih memeriksa ponselnya. Menurut perhitungannya setelah membuka maps, Nania akan datang dalam waktu dua jam. Dan sekarang dua jam sudah berlalu.“Traffic Jakarta memang gila. Sudah malam pun masih saja jalanan macet.” Tadinya Brata mencoba untuk menghubungi Budi, sampai mobil yang asistennya bawa mendekat ke arah lobby dan memperlihatkan sosok yang Brata tunggu.Dimulai dari kaki sawo matang yang mencuat dari pintu mobil. Sepatu berwarna senada dengan gaun berhasil membuat penampakan kaki itu jadi sangat menonjol. Jakun Brata sendiri naik turun ketika dia me
Read more
Obsesi
“Keterlaluan kamu, Ev.” Brata menunjuk wajah Evani. Dia tak lagi memikirkan manusia-manusia di sekeliling mereka yang mencoba mencerna apa yang terjadi.Tapi secara tak terduga, Evani justru tampak santai. Dia adalah tipe yang tak pernah meragukan semua hal yang dia lakukan, walau pun hal itu hanya sebentuk kesalahan terbesar.Yang Evani tak tahu, Brata akan semakin melindungi Nania jika Evani membuatnya terluka.“Beb, aku cuma mau ia sadar di mana posisinya.” Evani merangkul Brata yang lantas pria itu tepis. “Lagi pula kamu milik aku.”“Berhenti jadi wanita mengesalkan!”“Lalu bagaimana dengan Nania? Apa kau pikir dia bukan wanita semacam itu?” Evani marah. Dia menunjuk wajah Brata setelah mencoba tenang tidak lagi membuahkan hasil. “Semua yang ada di pesta ini tahu kalau seharusnya kamu jadi milikku.” Evani menyentuh dagu Brata. Dagu yang mengeras karena rasa kesalnya. “Dia itu gak seharusnya menyentuh apa yang bukan jadi miliknya, dan apa yang kulakukan hari ini adalah hal yang san
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status