All Chapters of AKU TANPAMU: Chapter 71 - Chapter 80
152 Chapters
71
"DIA BUKAN AYAHMU"“In, nanti barang-barang ini serahin ke Mbak Nasya, ya. Kalau dia enggak mau terima kamu boleh membuangnya,” ucapku pada Indah, menyerahkan kotak berisi barang-barang Nasya.Keningku mengeryit ketika menangkap raut tak suka dari wajah Indah, sebelum kemudian ia tersenyum.“Baik, Bu.”“Oiya, kalau Mas Fahry sedang tidak ditempat, jangan biarkan orang lain keluar masuk dengan bebas ke dalam ruangannya, ya. Bukankah itu tugasmu? Jangan sampai kamu kena marah lagi seperti kemarin.”“I-iya, Bu.”Aku, Nilam dan Gibran pun meninggalkan ruangan Mas Fahry setelah semua telah tertata dengan rapi. Semua majalah dan buku-buku di rak buku Mas Fahry tadi tak luput dari jamahanku. Aku membuang semua yang tak ada kaitannya dengan pekerjaan Mas Fahry, sebab tadi aku menemukan beberapa majalah wanita di sana. Hanya satu yang masih kusimpan di dalam tas ku, yaitu buku agenda Nasya yang belum sempat kuteruskan lagi membacanya. Gibran membantuku menggendong Khanza karena aku memang seda
Read more
72
PoV FahrySiang ini, saat baru saja tiba kembali di kantor setelah dari lokasi proyek, aku terkejut melihat ruanganku yang sudah tertata dengan rapi dengan semua furniture yang baru. Termasuk sofa, barang yang paling ingin kuganti di ruangan ini. Dari Indah kuperoleh informasi jika ternyata Tania lah yang menatanya. Aku memang sudah menitip pesan agar Indah mengabari Tania jika furniturenya sudah ada.“Bu Tania dan yang lainnya baru saja pulang, Pak. Bahkan kemungkinan masih ada di parkiran.” Ucapan Indah membuat langkahku terhenti.“Tania dan yang lainnya?”“Iya, Pak. Tadi Bu Tania enggak sendirian ke sini. Beliau bersama beberapa orang yang membantu, seorang wanita dan seorang pria, termasuk putri Pak Fahry.”“Oh, baiklah. Terima kasih.”Aku segera kembali berlari kecil ke arah lift mendengar Indah mengatakan kemungkinan mereka masih di parkiran. Sekilas kulihat Indah menyerahkan sebuah kotak pada Nasya yang memang baru tiba dari lokasi proyek bersamaku, keduanya terlibat pembicaraa
Read more
73
Tadi saat baru hendak kembali ke kantor dari lokasi proyek, Nasya tiba-tiba menghampiriku dan meminta bantuan agar aku mengantarnya ke kantor pengacara. Awalnya kutolak mentah-mentah permintaan Nasya, karena aku sudah berkomitmen pada Tania untuk menjauhinya. Namun tiba-tiba saja Nasya menangis, membuat beberapa pekerja lokasi memperhatikan kami.“Kamu minta antar yang lain aja, Sya. Aku enggak bisa!”“Mas Fahry benar-benar tega! Aku hanya minta antar ke sana, bukan minta ditemani. Akan kurang nyaman jika aku minta bantuan pada yang lain. Mereka akan tau masalahku.”“Tapi aku enggak bisa, Sya! Bukankah sudah kuperingatkan jangan lagi mendekatiku! Aku enggak mau nanti Tania salah sangka.”Nasya tampak kecewa, ada rasa iba melihatnya menangis. Dulu, aku tak pernah membiarkan Nasya menangis seperti ini. Aku dan Mas Farhan tak punya saudara perempuan. Satu-satunya wanita yang ada dalam hidup kami adalah ibu, sebelum ada Tania dan Khanza bagiku. Maka sejak dulu aku selalu tak bisa melihat
Read more
74
Akhirnya Tania keguguran, janin dalam kandungannya tak lagi mampu bertahan. Aku menangis tergugu di sampingnya ketika dokter kandungan mengabarkan bahwa rahim Tania sudah kosong. Sementara Tania, ia tak lagi mampu untuk menangis, pandangan matanya hanya kosong.“Maafin aku, Tania,” ucapku lirih. Tania masih perlu dirawat inap untuk memastikan rahimnya benar-benar bersih setelah mengalami keguguran.Tania hanya diam tak menjawab, pandangan matanya masih kosong. Aku hanya melihatnya menangis saat Linda datang menegoknya. Aku sengaja membiarkan Tania dan Linda hanya berdua di dalam ruangan, tapi aku bisa mengintip dari jendela saat Tania menangis terisak-isak saat bercerita pada Linda. Kurasa Tania lebih bisa mengeluarkan perasaannya pada Linda yang memang seorang psikolog. Gibran sendiri sudah tidak terlihat lagi, dari Nilam aku tau jika dokter itu sudah kembali ke Bandung karena masa cutinya sudah habis. Aku bahkan belum sempat meminta maaf padanya karena telah salah sangka saat ia men
Read more
75
“Tania ...,” bisikku lirih sambil meremas kasar rambutku.Kemesraan kami beberapa hari terakhir harus kembali terenggut karena kebodohanku, hanya kerena perasaan ibaku pada Nasya. Kurasa sangat wajar jika Tania kecewa. Ia melihat sendiri kejadian di mana Khanza memelukku sementara aku membiarkannya. Khanza bahkan masih terus bertanya siapa yang memeluk ayahnya kemarin.Hingga waktunya makan malam, Tania menolak keluar dari kamar. Ibu dan Khanza pun terlihat bolak-balik masuk ke kamar untuk menemani Tania. Ibu pun tak banyak bicara padaku, sepertinya wanita yang telah melahirkanku ke dunia itu masih marah padaku. Ya, aku memang sangat pantas menerima ini. ketidaktegasanku pada Nasya membuat semua kepercayaan Tania kini kembali terkoyak. Aku sama sekali tak bisa memejamkan mataku. Ragaku di sini, di kamarku, di atas tempat tidurku, namun pikiranku ada di kamar sebelah. Apakah Tania-ku bisa tidur dengan nyenyak? Apa ia masih merasa sakit? Pikiran-pikiranku membuatku keluar dari kamar da
Read more
76
Kondisi hubunganku dengan Tania yang kembali dingin membuatku uring-uringan di kantor. Beberapa bawahanku bahkan telah menjadi sasaran kemarahan serta kekesalanku. Namun yang aneh, beberapa hari terakhir aku tak melihat Nasya, ia juga tak ada di lokasi bersama tim nya. Indah juga tak luput dari amarahku saat dia melakukan kesalahan-kesalahan kecil. Suasana hatiku benar-benar tak karuan akibat diamnya Tania padaku. Beberapa kali kudengar ia meminta izin pada ibu untuk kembali ke rumah orang tuanya tapi ibuku juga bersikeras ingin keluar dari rumah jika Tania dan Khanza pergi.“Apa jadwalku selanjutnya?” tanyaku datar pada Indah. Ia yang tengah tak berkonsentrasi terkejut mendengar suaraku.“Eh ... iya, Pak. Setelah ini Pak Fahry ada undangan makan siang di Hotel A*ton untuk acara peresmian gedung tambahan.”“Baiklah. Apa ini?” tanyaku saat melihat sebuah kotak yang ada di atas mejanya.“Oh, ini semua barang-barang Mbak Nasya yang di bereskan Bu Tania beberapa hari yang lalu ketika mena
Read more
77
Aku menggeliat, tubuhku terasa pegal. Rupanya aku tengah tertidur dalam posisi duduk, pantas saja leherku terasa kaku. Tunggu. Kenapa aku bisa tertidur sambil duduk di kursi? Di mana ini? Aku berusaha mengembalikan ingatanku dengan mengedarkan pandangan. Astaghfirullah! Bukankah ini apartemen Nasya? Kenapa aku bisa tertidur di sini? Aku harus segera pergi dari sini! Di mana Nasya?Aku semakin terkejut ketika melirik jam tanganku. Pukul 1 dini hari? Otakku seolah kusut mencerna semuanya. Apa aku telah terlelap selama itu? Bukankah kemarin aku hanya berniat mampir sebentar setelah pulang kerja. Aku berusaha berdiri tegak meski kepalaku terasa pening dan leherku pegal. Namun sebelum benar-benar keluar dari apartemen Nasya, nertaku menangkap sesuatu di atas meja. Segelas air putih? Ya, aku ingat aku Nasya kemarin menawariku minum dan setelah itu aku sudah tak ingat apa-apa lagi. Sialan! Apa Nasya yang membuatku ketiduran? Tapi kenapa ia membiarkanku ketiduran di sofa di mana pertama kali
Read more
78
Aku mengendarai mobilku dengan kesetanan menuju ke rumah orang tua Tania. Tak peduli lagi jika nanti aku kecelakaan. Toh duniaku sudah hancur setelah mendengar penjelasan ibuku tadi. Rupanya Nasya semalam mengirimi Tania pesan agar tak menungguku pulang ke rumah karena aku sedang tertidur lelap di apartemennya, kemudian mengirim foto ketika aku terlelap di sofanya. Memang hanya foto biasa yang menunjukkan aku sedang tertidur lelap, juga tak ada Nasya di dalam foto itu. Tapi seorang suami menginap di apartemen wanita lain, bukankah itu sudah cukup untuk membuat Tania meradang? Menurut ibu, Tania sendiri baru membuka pesan dari Nasya pagi tadi. Awalnya Tania hanya menananyakan pada Ibuku aku pulang jam berapa semalam? Maka ketika ibuku menjawab dengan jujur, Tania memperlihatkan isi pesan Nasya pada ibuku.Hingga akhirnya pada saat aku masih terlelap di kamarku, Tania meminta izin pada ibu untuk kembali ke rumah orang tuanya. Lalu kemudian meminta ayahnya untuk menjemputnya.“Tania suda
Read more
79
“Kamu kenapa, In? Apa yang Mas Fahry lakukan?”Tiba-tiba saja Nasya sudah muncul di depan pintu sebelum Indah keluar. Aku menyeringai. Bagus! Aku akan memberi pelajaran pada wanita jahanam ini! Segera kutarik kembali tubuh Indah hingga terhempas di lantai. Lalu kuhampiri Nasya yang terpekik ketika aku menghempaskan kasar tubuh Indah.“Lepaskan, Mas! Kamu sudah gila?”Kurasa Nasya pun tak kalah ketakutannya saat ini.“Ya! Aku sudah gila! Kalian yang membuatku seperti ini!”Tanpa ampun aku menampar pipi Nasya, seperti yang tadi kulakukan pada Indah.“Kamu sengaja menjebakku semalam kan? Dasar perempuan j*lang! Kamu mau aku dan Tania pisah kan? Sudah puas kamu sekarang menghancurkanku, hah!”Nasya menjerit saat aku tanpa ampun menghujani tubuhnya dengan pukulan dan tamparanku.“Kamu menginginkanku, kan? Sekarang aku akan kembali padamu, tapi dengan wujud yang berbeda! Ini kan yang kamu mau?”Aku mencium bibirnya dengan kasar hingga ia nyaris kehabisan napas.“L-lepaskan aku! Kamu gila, M
Read more
80
Menurut Gibran, hari ini Mas Fahry sudah boleh pulang ke rumah setelah beberapa hari kemarin sempat membuat kami semua syok mendengar kabar penahanannya di kepolisian. Aku dan ibu sendiri memilih tak pernah menengoknya ke sana, mungkin apa yang ada dalam pikiranku juga sama dengan yang ada dalam pikiran ibu. Kami sama-sama tak sanggup sekaligus tak tega melihat orang yang kami cintai berada di tempat seperti ituSatu hal yang membuatku semakin syok adalah kabar bahwa Mas Fahry ditahan akibat menganiaya Nasya dan Indah, sekretarisnya. Dalam keadaan syok, aku langsung meminta Nilam mengantarku dan Khanza pulang ke rumah ibu mertuaku. Keadaan ibu yang sendirian di rumah membuatku khawatir hingga akhirnya memutuskan untuk kembali. Kuabaikan semua masalahku dengan Mas Fahry yang masih menggantung tanpa penyelesaian.Suara mobil Gibran membuyarkan lamunanku. Terus terang saja aku merasa gugup akan bertemu Mas Fahry setelah beberapa hari ia ditahan di kantor kepolisian. Namun aku dan ibu ha
Read more
PREV
1
...
678910
...
16
DMCA.com Protection Status