All Chapters of Malam Panas Dengan CEO: Chapter 181 - Chapter 190
200 Chapters
Pelaku Kejahatan Tertangkap
“Bagaimana?” “Maafkan kami, Nyonya. Mereka berhasil selamat,” “Apa? Bagaimana bisa? Kamu sudah melakukan semua instruksi yang aku suruh ‘kan?” Nyonya Felicia, memekik panik. Ia tak percaya orang suruhannya tak becus menjalankan perintahnya. Padahal tugas yang mudah menurutnya. “Tentu saja, Nyonya, saya sudah memutus kabel remnya. Namun, sepertinya orang itu lebih pandai menguasai jalanan, padahal yang ia lalui adalah jalanan curam berkelok-kelok dan menurun. Kecil kemungkinannya bisa selamat,” jawab seseorang di balik telepon. “Sial! Ternyata anak itu pintar juga, seharusnya dalam keadaan turun di perbukitan mobilnya hilang kendali. Apa kamu yang salah memotong kabel rem?” umpat nyonya Felicia makin panik, tetapi dengan suara pelan. Wanita setengah baya itu menggigit jarinya.
Read more
Sean Dipindahkan
“Apa yang terjadi, Tuan Sean?” tanya pak Sadin setelah menerima ponselnya dari Sean. Lelaki yang tengah terbaring di ranjang rumah sakit itu menoleh heran pada asistennya. “Sepertinya dugaanmu benar, Pak Sadin. Bukan tuan David dalang dibalik kecelakaan saya.” “Tuan yakin?” Pak Sadin meyakinkan dengan tatapan sedikit terkejut. “Hubungi dokter Ryan dan suruh dia menyiapkan ruang rawat untuk saya! Katakan juga pada ayah saya, tidak perlu datang ke mari!” perintah Sean pada pak Sadin. “Baik, Tuan,” sahut pak Sadin langsung. “Kalau begitu, sebaiknya Tuan Sean beristirahat dulu! Saya akan panggil nona Zia masuk agar bisa menemani Tuan Sean beristirahat.” Tanpa menunggu jawaban Sean, pak Sadin langsung memutar tubuhnya dan keluar dari ruangan rawat lelaki itu. Tanpa menunggu lama, pintu tersebut kembali terbuka. Zi
Read more
Penyesalan Tuan Alan
Tanpa lelah, pak Sadin berkendara lebih dari empat jam dan sudah memasuki lobi rumah sakit. Zia tersadar saat mendengar suara bunyi dari mesin parkir saat lelaki itu mengarahkan kartu parkirnya. Indera penglihatan Zia berselancar sebentar, memastikan keberadaanya. “Kita sudah sampai, Nona Zia,” ucap pak Sadin menyadari gadis itu sudah terbangun. Sean pun langsung terbangun saat ia menyadari kepala Zia menjauh dari kepalanya. “Paman, sudah bangun?” tanya Zia seraya membantu lelaki itu bangkit dari rangkulannya. “Kamu pasti kelelahan, yah?” tanya Sean menyadari tengah menggerakan pinggangnya. Zia ingin mengelak, tetapi ia memilih tersenyum. Namun, ia langsung mengalihkan pandangannya pada dokter Ryan dan tuan Alan yang sudah menyambutnya dengan membawa kursi roda di depan lobi samping rumah sakit. Sean pun mengikuti pandangan gadis kecilnya. “Paman, siap-siap saja, yah!” pinta Zia setelah mobil pak Sadin berhenti. Pintu mobil samping langsung terbuka, mereka perlahan membantu Sean
Read more
Kepedulian Zia
Zia tak bisa bersabar untuk mengistirahatkan dirinya di mansion. Ia memilih langsung ke rumah sakit setelah membilas tubuhnya dan meminta bi Asti memasak makanan kesukaan Sean. Gadis itu harus menjaga pamannya, pikirnya.“Kamu nggak bisa nahan rindu dengan saya, yah?” goda Sean saat gadis itu menyiapkan makanan untuknya.“Anggap saja gitu!” sahut Zia tanpa menoleh pada Sean.Gadis itu membuka kotak masakannya. Menu sederhana kesukaan Sean saat kecil dulu. Zia lalu membawanya ke hadapan pamannya yang kini sudah duduk bersandar di ranjang rawatnya.“Nggak ada pantangan makan ‘kan?” tanya Zia saat menunjukan ayam kecap masakannya. “Bi Asti yang ngajarin aku masak ini. Kata bi Asti sih enak,” ucapnya.Sean mengerutkan dahinya sebenar, lalu menatap ayam kecap di hadapannya. “Jadi, kamu sedang belajar menjadi istri yang baik?” godanya diikuti senyuman menggoda hingga membuat wajah gadis kecilnya merah merona.“Ih, Paman! Aku masak biar Paman bisa makan lahap dan cepat sembuh, makanan rumah
Read more
Zia Tak Bisa Marah
“Bu Resa? Bu Resa siapa? Jangan-jangan ibuku?” guman Zia terkejut saat melihat nama pemanggil pada layar ponselnya Sean. “Paman masih berhubungan dengan ibuku?” Rasa penasaran Zia memaksanya menggulir tombol jawab pada ponselnya Sean. Ia langsung menempelkan ponsel tersebut pada daun telinganya. Zia hanya perlu memastikan suara pemanggil tersebut. “Tuan Tampan, kenapa kamu susah sekali dihubungi, sih? Aku lagi dalam kesulitan nih,” seru suara di balik telepon dengan nada kesal tanpa memberi salam terlebih dahulu atau menyapa. Kedua bola mata Zia langsung membulat sempurna. Tentu saja ia mengenali suara tersebut. Benar, itu memang suara Resa, ibunya.“Mau apa Ibu mengganggu tuan Sean?” sembur Zia kesal. “Zi—zia? Kenapa telepon tuan Sean ada padamu? Di mana dia? Ibu ada perlu dengannya, berikan padanya!” Resa gag
Read more
Rencana jahat Tuan David
“Saya tidak ingin kamu makin membenci ibumu, Gadis Kecil! Itulah kenapa saya tidak memberitahumu,” jelas Sean seraya meraih dagu Zia yang tertunduk lemas dan mensejajarkan tatapannya. “Kamu sudah berada dalam lindungan saya dan saya juga akan melindungi ibumu agar tak terlibat lebih jauh,” ucapnya lembut. “Aku beneran nggak nyangka kalau ibuku ternyata sudah sejauh ini, Paman,” lirihnya diikuti tetes air matanya. Sean lalu membawa tubuh Zia dalam pelukannya. Ia membelai lembut rambut gadis kecilnya dan membiarkan gadis itu terisak dalam pelukannya. “Saya yakin ibumu pasti terpaksa, karena itu percayakan semuanya pada saya! Akan saya ungkap semuanya agar saya bisa tahu alasan ibumu bertindak sejauh ini,” yakin Sean. Zia hanya mengangguk dalam pelukan Sean. Sekali lagi, ia salah paham pada pamannya dan menuduhnya buruk. Gadis itu lantas melepaskan pelukannya setelah puas mena
Read more
Perhatian Zia Untuk Sean
Indera penglihatan Sean menatap fokus pada file yang berhasil diunduhnya, kiriman dari orang tak dikenalnya. Namun, sebelum ia memutarnya lelaki itu memasangkan earphone kabel dan menyambungkannya ke laptop hadapannya. Tentu saja agar suaranya tak membangunkan Zia.Tangannya langsung menekan tombol putar. Lelaki itu langsung fokus pada layar laptopnya meneliti putaran video, hingga ia tak berani berkedip. Sebuah video yang memperlihatkan seorang laki-laki tengah bermain gitar di balkon rumahnya.“Sepertinya ini video langsung saat kejadian,”Hingga detik ke 42 tidak ada yang mencurigakan. Tepat pada detik 43, lelaki yang ada di video itu tampak terkejut dan memutarkan tubuhnya ke belakang. Tangan Sean langsung menghentikan video tersebut.“Ada yang terlewat,” guman Sean seraya menarik mundur kursor menuju menit ke 38.Sean kembali fokus dan menajamkan indera pendengarannya. Ia bahkan meninggikan volume suaranya agar suara yang disalurkan earphone tersebut terdengar sangat jelas. Wajah
Read more
Sean Kesal Pada Ayahnya
Setelah Sean menjalani perawatan, ia diperbolehkan pulang sore harinya oleh dokter Ryan. Tentu saja Zia sangat bahagia. Ia menyiapkan semua barang-barang Sean sebelum pak Sadin menjemputnya.“Paman, sudah cukup main ponselnya!” pinta Zia seraya membuka telapak tangannya di hadapan Sean yang tengah duduk di sofa.“Sebentar lagi boleh? Saya harus membalas email dari kolega saya.” Sean memohon.Zia menggelengkan kepalanya, isyarat penolakannya. Sean tersenyum memohon. “Satu menit saja!” pinta Sean meyakinkan.“Lihat jamnya, sebentar lagi pak Sadin datang! Lagi pula ini sudah lewat jam kerja, Paman bisa membalasnya besok besok pagi saat jam kerja atau nanti setelah istirahat di rumah!” tegas Zia seraya menunjuk jam kerja.Sean menghela napas berat. Hidupnya dikendalikan oleh Zia, tetapi tak bisa menolaknya. Lelaki itu pun menyerahkan ponselnya pada gadis kecilnya dan langsung dibalas senyuman manis Zia.“Hanya senyuman saja?” tanya Sean sedikit menggoda.Zia mengerutkan dahinya. “Memangny
Read more
Sean Menenangkan Zia
“Kenapa kamu diam, Sean? Apa pertanyaan ayah terlalu sulit untukmu?” cecar tuan Alan sedikit memaksa.Sean menghela napas panjang. Lelaki itu lalu meraih gelas berisi air putih. Ia menegaknya sekali tegak saja untuk membasahi tenggorokannya yang terasa panas.“Apa yang sedang Ayah cari tahu tentang Zia?” Sean balik bertanya tanpa berniat menjawab semua pertanyaan ayahnya. Lelaki itu pun meletakkan kembali gelas minumnya. “Saya tahu Ayah sedang ragu. Apa yang membuat Ayah meragukan pilihan saya?” tebak Sean dengan tatapan tak suka.Tuan Alan terdiam sebentar. Anak lelakinya memang lebih cerdas darinya. Ia tahu kalau Sean tak menyukai tindakannya. “Jangan salah paham, Sean! Ayah hanya ingin memastikan kalau kamu tidak salah pilih seperti ayahmu. Kamu tahu ‘lah kalau ayah menyesali keputusan ayah yang tak mendengarkanmu dulu,” terangnya dengan tatapan meyakinkan.Tentu saja tuan Alan tidak akan jujur jika tuan David lah yang mempengaruhi keraguannya pada Zia. Sekali lagi, Sean menghela n
Read more
Terbongkar
“Eum ....”Suara parau Zia diikuti kedua bola matanya yang membuka sempurna. Wajah kantuknya masih terlihat jelas, tetapi tangannya merasa samping kasurnya. Gadis itu langsung bangkit dari pembaringannya setelah beberapa kali menyasar sebelah kasurnya.“Paman ke mana?” tanyanya seraya mengedarkan pandangannya.Gadis itu terbangun di ranjang empuknya Sean. Wajahnya langsung berubah cemas saat tak menemukan lelaki yang dicintainya tak ada di sampingnya. “Paman?” panggil Zia seraya mengedarkan pandangannya pada seluruh ruangan kamar Sean.Tak berapa lama pintu kamar mandi terbuka dan membuat gadis itu lega. Namun, tatapan leganya berubah heran dan sedikit tersentak. Zia langsung turun dari ranjangnya dan menghampiri Sean yang sudah memakai kemeja hijau sage terang dan celana kain.“Mau ke mana?” tanya Zia langsung dengan nada sedikit kesal.Sean mengerutkan dahinya. “Saya harus berangkat ke kantor, Gadis Kecil. Memangnya mau ke mana lagi?” timpalnya.“Siapa yang ngasih izin Paman berangk
Read more
PREV
1
...
151617181920
DMCA.com Protection Status