All Chapters of Malam Panas Dengan CEO: Chapter 161 - Chapter 170
200 Chapters
Ketegasan Sean
Tentu saja Sean tersentak dan menoleh pada tuan David. Ia hampir kehilangan kesabarannya. Sean tahu siapa yang dimaksud lelaki tua itu.Belum sempat Sean bereaksi, lelaki itu sudah berjalan meninggalkan dirinya. Pak Sadin langsung memegangi pundaknya, hingga kesadaran Sean langsung kembali. Ya, ia harus fokus pada masalah di depannya dulu. Tuan David hanya mencoba memprovokasinya.“Tuan Sean!” panggil pak Sadin kembali menyadarkan dirinya.Sean menghela napas panjang. Ia merenggangkan ikatan dasinya dengan menariknya sedikit, kemudian membuka kancing kerahnya. Lelaki pemilik gedung itu langsung menundukkan wajahnya kikuk di hadapan Sean. Mungkin ia mengira Sean akan meledakan emosinya padanya.“Duduklah! Saya menuntut penjelasan Anda!” titah Sean kesal. “Anda tahu ‘kan resikonya membatalkan semua perjanjian dengan saya? Apalagi saya sudah melunasi semua pembelian tanah itu,” geramnya.Kedua bibir pak Deka gemetar. Mungkin ia baru melihat tatapan kemarahan Sean. Padahal Sean lebih muda
Read more
Rundingan Sean Dan Warga
Bibir pak Deka bergetar mengiringi kepergian Sean. Kemudian indera penglihatannya langsung dialihkan pada cangkir kopi yang belum disentuh oleh tamunya. Ancaman Sean berhasil menciptakan keringat dingin di wajahnya. Sementara Sean yang sudah memasuki mobilnya dengan tatapan penuh percaya diri langsung mendapatkan senyuman dari pak Sadin yang sudah di sampingnya. Tampaknya lelaki itu tak perlu menjelaskan rencananya pada asistennya. Mungkin, lelaki paruh baya berkacamata bulat itu adalah seorang cenayan yang bisa menebak jalan pikiran Sean. “Saya sudah meminta pak Dirman, mandor yang berada di sana untuk mengumpulkan warga yang berdemo,” lapor pak Sadin, kemudian ia menoleh pada lelaki yang duduk di kursi kemudi. “Kita ke hotel dulu, Pak!” titahnya pada si supir. 
Read more
Bujukan Sean Berhasil
Sean tersenyum puas. Warga saling bersahutan, hingga akhirnya terdiam dan menerima penjelasan CEO muda pemilik hotel tersebut. Pak Sadin, tiba-tiba mendekati dirinya dan menunjukkan ponselnya, hingga membuat Sean terdiam sejenak.Lelaki beriris keperakan itu menghela napas panjang. Pesan yang ditunjukan pak Sadin hampir membuatnya tersentak. Namun, ia berhasil menguasai dirinya untuk lebih tenang dan kembali tersenyum.“Satu hal pasti dan harus Bapak-bapak dan Ibu-ibu ketahui, saya sudah melunasi semua tanah yang akan saya bangun ini. Semuanya sudah selesai ke proses alih nama, karena itulah saya terkejut, tiba-tiba mendengar kabar, ada pemilik tanah yang membatalkan proses jual beli tersebut padahal saya sudah membayar lunas,” ungkap Sean tegas.Fokus Sean kembali pada layar proyektor di belakangnya yang menampilkan dirinya dan beberapa warga di dalam sebuah ruangan. Sebuah foto yang bergantian menunjukan beberapa warga dengan memegang sebuah sertifikat. Para warga saling menunjuk wa
Read more
Sean Diintai
Selesai menangani warga tentang masalah tanah, Sean maminta pak Sadin menemui Resa. Tentu saja, ia masih punya urusan dengan ibu dari gadis kecilnya. Apalagi jika bukan masalah ponselnya. Senja hari tak menyurutkannya untuk menemui wanita paruh baya itu. Biarlah gadis kecilnya menunggu larut. Zia juga memerlukan waktu untuk mengistirahatkan tubuhnya. Walaupun Sean tidak yakin, Zia akan beristirahat. Ya, saat ini pasti gadis kecilnya masih menulis tentang dirinya, tentang perjalanannya menjadi pengusaha muda yang sukses. Bukankah itu yang sedang dikerjakan gadis kecilnya, menulis biografi hidupnya. “Sebaiknya Pak Sadin pulang saja dan siapkan semua berkas yang berhubungan dengan jual beli tanah itu! Saya akan menuntutnya agar masalahnya cepat ditangani, nanti saya pulang dengan supir,” perintah Sean pada asistennya yang duduk di sampingnya saat ia sudah melihat gedung rumah sakit tempat Resa dirawat.&n
Read more
Informasi Rahasia Resa
Kedua lelaki itu saling bertukar pandang panik. Namun, keduanya memilih berbalik dan bersiap untuk kabur. Tentu saja, Sean tak akan membiarkannya. Tangan Sean langsung sigap menjangkau salah satu lengan dari mereka, seraya kakinya menendang kaki lelaki itu. Gerakan Sean terlalu cepat, hingga targetnya tak menyadarinya atau memang mereka mengira kalau CEO muda itu tak punya kemampuan melumpuhkan musuh. Lelaki itu langsung tumbang dengan posisi tubuh telungkup di lantai, sementara satu orangnya hanya bisa diam di antara anak tangga dan menatapnya cemas. Lutut Sean langsung menahan punggung targetnya, sementara tangannya memelintir tangan target ke belakang hingga lelaki itu mengerang kesakitan. “Saya tidak tahu siapa yang mengirimmu untuk mengikuti saya, tapi saya sedang tidak ada waktu untuk meladeni kalian! Katakan pada bos kalian, jangan main-main dengan saya atau mengusik saya!” gertak Sean penuh ancaman. L
Read more
Penawaran Antara Resa Dan Sean
Sean memberikan ponsel wanita paruh baya itu. Lagi pula ia sudah mempunyai salinannya, ‘kan. CEO muda dengan tinggi 182 cm itu hanya perlu tambahan informasi dari Resa.“Ponsel Bu Resa ditemukan di dalam selokan, jadi terpaksa harus diperbaiki dulu,” jelas Sean saat menyerahkan benda pipih tersebut.Kedua bola mata Resa langsung membulat sempurna, hingga ia langsung bangkit dari pembaringannya. Tampaknya wanita paruh baya itu sudah benar-benar sehat. Ia tak meringis menahan sakit pada bahunya, seperti kejadian tadi malam pikir Sean.“Ya ampun, isinya pasti rusak dong?” tanyanya panik seraya menyambar cepat ponsel miliknya.“Tenang saja, isinya masih bisa dipulihkan,” jawab Sean santai seraya menarik bangku besi bulat dan mendudukinya menghadap wanita paruh baya itu.Resa menghela napas lega. Ia lantas menimang-nimang ponsel kesayangannya. Tangannya juga langsung menyalakan ponsel miliknya dan memeriksa isinya.“Ternyata kamu bisa diandalkan juga,” guman Resa diikuti senyuman puasnya.
Read more
Rindu Untuk Zia
Sayangnya, senyuman puas Sean justru membuat Resa cemas. Namun, ia tak punya pilihan lain selain menceritakannya ‘kan? Pemuda tampan itu bisa lebih curiga jika ia menutupinya. “Apakah itu sulit?” tanya Sean tak sabar. Bukan tidak sabar. Wajah Resa makin jelas menunjukan rasa cemasnya. Tentu saja, Sean makin yakin kalau wanita paruh baya di hadapannya pasti menyimpan rahasia tentang David, dan ia yakin di luar dugaannya. “Ah, bukan begitu, Tampan,” sahut Resa seraya mengukir senyuman canggung. “Apa itu tidak akan berakibat buruk padamu nantinya?” kilahnya. “Maksudnya?” tanya Sean mencoba tenang. Resa berdeham sebentar. Kemudian ia mengatur posisi duduknya senyaman mungkin. Setidaknya ia harus mencoba membuat lelaki tampan di hadapannya untuk tak terlibat dengan David. Tentu saja, anak gadisnya sangat mencintai Sean.&nbs
Read more
Penemuan Zia
Perlahan ia menarik kacamata bulat yang masih terselip di atas hidung mungilnya Zia. Ia tak boleh membangunkan gadis kecilnya. Secara perlahan dan hati-hati, ia menggeser tubuh Zia dan meraih pinggang serta kakinya, lalu menggendongnya. Ya, Sean harus memindahkan tubuh Zia ke atas ranjangnya. Tubuh gadis kecilnya terasa ringan dalam gendongannya, tetapi ia tetap menurunkan tubuh Zia secara perlahan setelah berada di atas kasur empuknya. Tangannya bergerak secara lembut meletakan kepala gadis kecilnya di atas bantal. Kemudian ia memasukan kakinya Zia ke dalam selimut dan menarik ujung hingga menutupi dada gadis kecilnya. Tangannya menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah cantiknya Zia. Namun, tiba-tiba ia menghentikan gerak bibirnya yang hendak mengecup bibir mungil gadis kecilnya. 
Read more
Pagi Yang Indah
Zia menggeliat diikuti suara seraknya. Perlahan kedua bola matanya terbuka. Ia mengedarkan indera penglihatannya pada sekeliling ruang kamarnya sembari mengumpulkan kesadarannya.“Siapa yang memindahkan aku ke kasur?” tanyanya pada dirinya heran.Gadis itu lalu menoleh pada meja di dekat ranjang empuknya. Tampaknya kesadaran gadis itu mulai terkumpul. Mejanya sudah rapi. Tak ada buku yang terbuka dan laptopnya pun sudah tertutup.“Jangan-jangan paman yang memindahkan aku ke kasur dan merapikan meja,” duganya seraya membawa tubuhnya turun dari ranjang yang dilapisi seprai putih polos.Kakinya langsung melangkah mendekati meja tersebut. Tangannya langsung meraih kertas tempel di atas laptopnya. Tampaknya Sean meninggalkan catatan untuknya.“Selamat pagi, Gadis Kecil. Kamu pasti ketiduran karena menunggu saya pulang? Saya belikan es krim gelato kesukaanmu dan sudah saya masukan ke freezer. Makanlah jika kamu sudah bangun! I love you,”Wajah Zia tersipu malu saat ia membaca tulisan tangan
Read more
Sean Menggoda
“Ih, Paman.” Zia makin tersipu malu. Gadis itu menyembunyikan wajahnya pada dada bidangnya Sean dan memeluk tubuh lelaki itu erat. Tentu saja ia rindu. Sean lantas mendekapnya erat dan membelai lembut rambut gadis kecilnya. Paginya terasa indah mendapatkan kunjungan dari Zia. Sean menyukainya. “Bagaimana kalau kita menikah hari ini?” usul Sean.Tentu saja Zia terkejut. Ia bahkan langsung melepaskan pelukannya. Gadis manis itu menatap heran wajah lelaki di hadapannya. “Paman lagi ngelamar aku?” tanyanya heran. “Melamar? Saya ngajakin kamu nikah untuk memastikan kamu hanya milik saya,” jawab Sean lugas. “Ya, itu sama aja ajakan lamaran,” jelas Zia diakhiri hembusan napas beratnya. Sean mengerutkan dahinya. Jawaban gadis kecilnya tak sesuai dugaannya. Zia lantas membawa tubuhnya dan mengajaknya d
Read more
PREV
1
...
151617181920
DMCA.com Protection Status