Semua Bab SUAMIKU LUPA JALAN PULANG : Bab 81 - Bab 90
124 Bab
BAB 81 KEPEDEAN
"Aku, aku … maafkan aku, Pak. Maaf," ucap Mas Rendi tergugu.Entah drama apa yang dimainkan oleh lelaki yang kini bersimpuh di depan Ayah itu. Air matanya berjatuhan membasahi pipi juga lantai rumah Mas Bima. Aku dan semua yang mendengar hanya bisa saling pandang melihat tingkah laku yang tak biasanya ini."Kamu sudah kami maafkan, tapi bukan berarti kami menerima kamu kembali lagi di keluarga ini. Bukannya kami sok pinter dan sok tahu akan perilaku yang kamu jalani. Hanya saja buat apa kamu kesini? Jawab jujur!" tegas Ayah dengan menghentakkan kakinya supaya tidak tersentuh oleh lelaki yang kini masih saja menangis itu.Lelaki yang masih saja bersimpuh itu tak berkutik, dia justru semakin menundukkan kepalanya. Dalam suasana hening seperti ini aku begitu muak melihat tingkah lucu dari mantan suamiku tersebut. Dulu saja saat dia di negeri orang lupa sama aku dan Safia. Mengirimkan uang sepeser pun tak pernah apalagi menelepon.Padahal putri kecil kami saat itu sangat rindu dan selalu
Baca selengkapnya
BAB 82 TERBANG TINGGI
"Dia adalah adikku dan aku tahu bagaimana jalan hidup yang tegak dilaluinya sampai detik ini. Lagian kamu nggak ada muka, ya, mau ngajak balikan istri yang sudah kamu buang?" Mas Bima benar-benar tak bisa menahan emosinya. Terlihat dari urat-urat yang menyembul di bagian leher, juga perubahan wajah yang memerah. Sungguh aku beruntung memiliki kakak lelaki yang menyayangi diri ini begitu besar."Mas Rendi ….""Lihat! Lihat adik kamu yang masih menyimpan rasa untukku. Aku tahu, Ran, jika kamu hingga detik ini masih ada rasa untukku. Aku percaya jika kita akan lagi bersama. Rani, tolong maafkan salahku waktu itu, aku mau memperbaikinya. Jangan kamu dengarkan perkataan orang lain yang justru akan membuat keruh pikiran kamu dan membuyarkan segala apa yang sudah kamu rancang. Kita akan mulai lagi bersama dari awal. Aku janji akan menjadi suami dan ayah dari anak-anak kita kelak. Aku janji!" Lelaki itu begitu yakin akan aku terima.Ucapannya, gestur tubuh yang di tunjukkan pada kami semua s
Baca selengkapnya
BAB 83 KEPUTUSAN
Semua duduk rapi di tempatnya masing-masing. Ibu Fatimah yang bersebelahan denganku seolah ada sesuatu yang di takutkan kala kami semua membisu di ruang tamu ini. Mita dan Mbak Lilik menyajikan minuman kepada kami semua, seperti apa yang aku instruksikan.Masih dengan posisi penuh keyakinan yang besar, Mas Rendi menebar senyum saat kami hanya menanggapi dia dengan sinis. Tak ingin berlama-lama juga aku menahan diri, sesaat setelah mataku dan ayah bertatapan kini saatnya aku memulai perbincangan untuk mengakhiri harapan Mas Rendi yang aneh."Sudah minumnya? Mas Rendi pasti haus karena jauh-jauh datang ke pulau seberang sini demi mendengar apa yang hendak aku katakan bukan?" tanyaku memecah keheningan.Dia mengangguk lalu membenarkan posisi duduknya, mengambil sepotong buah semangka merah nan segar yang disediakan di atas meja. Memang warnanya sangat menggugah selera, apalagi rasanya yang begitu manis. Siapa yang menolak? Jelas kami semua, karena buah itu hanya dinikmati oleh mantan sua
Baca selengkapnya
BAB 84 JALAN TERAKHIR
"Hutang?" Pertanyaan bodoh yang keluar dari mulut Mas Rendi membuatku ingin mencekiknya keras.Dia nampak terkejut dan sedikit menegang, sedang kami semua melihat perubahan sikap itu dengan senyum sinis. Apakah dia lupa? Ah, mungkin saja karena dia menderita amnesia akut."Sudahlah, Rani juga telah membuat keputusan untuk tidak menerimamu kembali. Pulang dan jadilah suami dan ayah yang baik buat anak-anakmu bersama Nabila. Anakku cukup bahagia tanpa adanya kamu di sisinya, silahkan!" ujar Ayah dengan menunjuk pintu. Mempersilahkan Mas Rendi kembali ke rumahnya, ke keluarganya."Atau kamu nggak punya uang untuk pulang? Perlu berapa?" Kini Mita yang ikut menimpali pembicaraan ini. Dia keluar setelah menidurkan anaknya.Bergabung bersama kami yang sedang membicarakan hal konyol ini bersama Mas Rendi. Tatapan matanya sedikit tajam, tapi bukan Mita namanya jika takut akal sikap seperti itu."Nggak perlu tersinggung, aku mengatakan ini bukan karena ingin merendahkanmu, Mas. Hanya saja aku n
Baca selengkapnya
BAB 85 SELESAI
"Hari ini sudah selesai, kamu bisa lepaskan semua beban yang ada. Ada Ayah dan Mas Bima, tenang, ya. Hidup itu memang perlu sekali gesekan dan hari ini sudah berakhir," jawab Bu Fatimah lembut.Aku tahu itu hanya sebuah kalimat penghibur bagiku, Tuhan memang seringkali mengajakku untuk bersenam jantung dan hari ini kejadian masa lampau telah lagi di buka. Sakit? Jelas hatiku teramat terusik dan teriris.Padahal aku sudah pergi jauh dari kampung, tapi tetap saja dia mengusik ketenangan ini. Perlahan suara dari luar mulai hilang dan redup. Mas Bima dan Ayah masuk dengan memandang diriku sendu."Sudah, dia sudah pergi. Kalau datang lagi, akan Mas buat perhitungan yang lebih jauh dari ini. Kamu tenang saja, ya. Namun, aku heran kenapa dia bisa tahu alamat rumah ini?" Mas Bima duduk dengan pandangan menelisik, hingga pada akhirnya aku pun tertuju pada seseorang yang sama dengan apa yang dipikirkan oleh Kakak lelakiku tersebut."Bukan aku, Mas, dia nggak berani datang ke rumah dan bertemu d
Baca selengkapnya
BAB 86 MITA LUCU
Senja telah datang, semburatnya memberikan keindahan tersendiri di hati ini. Keluarga datang dan keramaian begitu menyejukkan jiwa. Tawa riang dan tangis kecil dari Sahira seolah membayar kerinduan yang sekian lama telah memuncak. Namun, rasanya enggan untuk pulang karena tak ingin berjumpa dengan sang mantan.Manusia merencanakan dan Tuhan yang memberikan jalan. Sekuat apapun yang aku lakukan untuk tidak bersua dengan Mas Rendi, pada kenyataannya dia yang datang kesini karena sebuah alasan gila yang tak pernah aku duga sebelumnya.Entah apalagi yang ada di otaknya, dia seolah menjadi seseorang yang tidak mempunyai arah dan tujuan. Seandainya dia lelaki baik dan penuh dengan tanggung jawab tidak akan pernah kami berpisah dengan cara menyakitkan. Padahal keluarga dia baik terhadapku juga Safia kala itu.Pun demikian dengan kedua orang tuaku, yang pada dasarnya menyayangkan perpisahan kami ini. Seluk-beluk perjalanan hidup ini begitu indah sehingga aku selalu menemukan hikmah dibaliknya
Baca selengkapnya
BAB 87 KEBAHAGIAAN
Aku dan Mbak Lilik sontak terkejut dengan pembicaraan yang aneh ini, karena perkataan Mita membuat kami membelalakkan mata. Dia dari dulu memang tidak pernah berubah, selalu saja bisa membuat aku tertawa.Makanya kala kami berjauhan hanya bisa saling bercerita lewat ponsel itupun terbatas karena kesibukan kami masing-masing. Dia yang selalu berkutat dengan putrinya dan aku yang disibukkan sama pekerjaan baru."Aku mau tinggal disini selamanya saja," balasku dengan bersedekap dada. Bermain drama seolah aku merajuk dan enggan sekali pulang menjenguk dia.Wajah cantik itu cemberut, bibirnya yang indah mengerucut di iringi deru napas panjang yang berat. Aku suka kalau dia sedang seperti ini, nanti ujung-ujungnya Mita akan memanggil Ibu dan Ayah untuk meminta pertolongan.Sungguh sesuatu yang aku rindukan semenjak meninggalkan kampung halaman. Mereka yang mencintai diri ini tulus harus dipisahkan dengan jarak yang jauh."Nggak boleh bicara seperti itu, dosa. Memangnya kamu nggak berharga b
Baca selengkapnya
BAB 88 TERHARU
Seminggu sudah Ayah dalam keluarga ada ditengah-tengah keluarga Mas Bima. Rasanya aku berat sekali untuk melepas mereka pulang ke kampung halaman. Rindu ini masih saja belum terobati, ingin selalu bersama mereka.Namun, pekerjaan Yoga yang tidak bisa ditunda lagi seakan membuat keterpaksaan dalam hati yang masih berkabung atas nama rindu. Malam terakhir mereka disini, Mbak Lilik memberikan kenangan indah. Kami di ajaknya jalan-jalan menuju tempat wisata yang paling banyak dikunjungi para wisatawan lokal.Indah, ciptaan Tuhan yang terlihat sempurna itu memukau kami semua. Sehingga Mita pun kembali menarik perhatian kami untuk tidak tertawa. Sungguh pemandangan yang sempurna, keluarga bahagia dan saling menyayangi.Tak bisa aku bayangkan jika harus ditinggalkan mereka saat sedang terpuruk dengan masalah itu-itu terus. Semua hilang bahkan nyaris mati ketika Ayah berucap bahwa kehidupan ini harus lebih baik dari sebelumnya. Masa lalu kelam harus dikubur dalam-dalam dan jangan membongkarny
Baca selengkapnya
BAB 89 MALAM TERAKHIR
Aku pun langsung menghamburkan pelukan hangat kepada Ayah. Anak mana yang tidak bersedih saat mendengar seorang lelaki yang selama ini merangkul, menggandeng bahkan memberikan sandaran yang selalu saja tetap tegar walaupun aku tahu dalam hatinya pasti juga terluka."Kenapa kamu menangis terus, sudahi air matamu untuk keluar. Katanya mau bangkit lalu apa ini?" ujar Ayah dengan menyeka pelan butiran bening yang masih saja setia keluar tanpa bisa aku hentikan."Nanti kalau Rani sudah mempunyai rumah sendiri, jangan pulang. Tetap bersama Rani, jika berjauhan seperti ini lalu siapa yang akan menyeka tangisanku?""Makanya jangan menangis biar tidak pusing untuk siapa yang akan menghapus air mata itu. Senyum dong, mereka yang menyakiti Mbak saja bisa tertawa lebar kok Mbaknya sendiri malah sedih." Mita kembali beraksi dengan tingkah gilanya. Sontak kami semua menghela napas panjang dan menyunggingkan senyuman.Siapa lagi yang bisa mencairkan suasana kalau bukan dia, adikku tersayang yang pen
Baca selengkapnya
BAB 90 KEPULANGAN MEREKA
Pagi yang indah, mentari menghangatkan tubuh yang kedinginan karena hujan semalam yang telah mengguyur bumi. Harumnya tanah basah memberikan aromaterapi tersendiri bagiku. Di luar kamar suara sudah mulai memecah keheningan, semua sibuk dengan segala sesuatu yang akan dibawa pulang. Aku yang belum siap untuk berpisah kembali dengan mereka justru terpaku dan terdiam di kursi sofa. Entah pikiran apa yang mulai berkecamuk dalam kepala, aku seperti terhipnotis oleh mereka yang mondar-mandir didepanku."Mbak!" Mita membuyarkan segala yang ada, selalu."Bisa nggak sih kalau manggil itu nggak teriak, telinga ini jadi sakit!" ketusku."Salah sendiri dari tadi melamun terus, hati-hati lho nanti bisa-bisa jadi kesurupan, 'kan, bahaya. Takutnya Mas Bima dan Mbak Lilik nggak bisa mengatasi malah ribet. Oh, iya, ada oleh-oleh nggak buat kita?" cerocos Mita dengan diakhiri tangan menengadah.Tiba-tiba tangan ibu mencubit lengan Mita kencang, karena itu teriakannya membuat penasaran semua penghuni r
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status