Semua Bab Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua: Bab 121 - Bab 130
137 Bab
Bab 121   Marisa Emosi
Bab 121 Marisa Emosi"Oo … jadi begini ulahmu! Apa dulu waktu aku koma, kamu juga sembunyi-sembunyi menemui lelaki lain? Pantas saja kamu segera meminta cerai setelah aku sadar!" Ketiga orang yang tengah menikmati makanan terkejut mendengar suara keras dari arah belakang Marisa. Meja yang mereka tempati itu posisinya menghadap ke panggung dan seharusnya diisi empat orang. Namun, hanya Marisa, Dokter Harun, dan Amanda yang berada di meja itu. Dokter Harun duduk di ujung kiri berhadapan dengan Marisa yang ada di ujung kanan. Sementara itu, Amanda duduk di kursi yang menghadap ke panggung. Jadi, ketika ada suara keras yang menegur Marisa dengan kasar, Dokter Harun lah yang pertama kali melihat pelakunya. "Pak Irawan?" seru Dokter Harun. Matanya terbelalak melihat sosok lelaki yang pernah menjadi pasiennya itu sedang menatap tajam dirinya. Namun, sebelum dia bertanya lebih lanjut terdengar sebuah suara keras memotong ucapannya."Mas Irawan? Apa-apaan kamu, Mas! Apa maksud ucapan
Baca selengkapnya
Bab 122   Selamat Tinggal Masa Lalu
"Karena saya adalah suami wanita yang ditemukan semobil dengan Anda saat kecelakaan itu terjadi. Jadi jelas kalau kecelakaan yang Anda alami mempengaruhi saya dan keluarga saya." Tatapan Sandhy menghujam mata Irawan. Dia ingin melihat reaksi dari lelaki yang berdiri di depannya ini. Mata Irawan terbelalak mendengar kata-kata Sandhy. Dia tidak menyangka kalau hari ini akan bertemu suami wanita itu. Dia tahu wanita itu punya suami, tetapi sikap wanita itu yang selalu menggodanya membuat Irawan lupa dengan status mereka berdua yang sudah punya pasangan masing-masing. Sekarang ketika kesadarannya datang dan penyesalan menyergapnya, Irawan enggan menyebut nama wanita itu. Karena gara-gara wanita itu dia kehilangan Marisa, istrinya sekaligus perempuan yang dicintainya. Nasi memang sudah jadi bubur. Tidak bisa kembali lagi seperti semula. Waktu pun tidak bisa diputar balik. Jadi, sekarang Irawan hanya bisa menelan kesedihannya melihat Marisa mantan istrinya mulai melupakan masa lalunya b
Baca selengkapnya
Bab 123  Sikap Aneh Dokter Harun dan Amanda
Marisa membuka pintu mobil di sebelahnya dan akan turun menyusul Amanda ketika terdengar suara Dokter Harun. "Bagaimana rasanya dipuja seorang lelaki seperti Sandhy?" Tangan Marisa menggantung di pintu yang masih setengah terbuka mendengar pertanyaan Dokter Harun itu. Suara dokter itu sedikit lirih ketika bertanya dan nyaris seperti bergumam saja. Jadi Marisa ingin memastikan kebenaran pendengarannya dengan bertanya balik, "Apa, Dok?" Dokter Harun terdiam. Dia tidak menjawab pertanyaan Marisa dan hanya mendesah pelan. Tangannya lalu membuka pintu mobil di sebelahnya. "Maafkan saya, Bu Marisa. Tolong lupakan saja pertanyaan saya." Tanpa menunggu respon Marisa, lelaki berdarah campuran Timur Tengah itu segera keluar dari mobil dan menutup pintunya rapat. Marisa yang duduk di deretan kursi kedua di mobil Pajero sport milik Dokter Harun hanya bisa melongo. Dia menatap lelaki itu berjalan menjauhi mobil. Lelaki yang biasanya sangat sopan dan selalu memastikan semua penumpangnya keluar
Baca selengkapnya
Bab 124  Sandhy
"Wah dasar! Ini namanya tukang selingkuh teriak orang lain yang selingkuh!" Wajah Bu Rahmi merah padam menahan amarah."Sabar, Bu. Risa sudah omelin Mas Irawan, kok. Dokter Harun kan juga tidak terima kalau dia dituduh bertemu istri pasien di saat pasiennya koma." "Syukurlah kalau begitu. Memang orang seperti Irawan itu kudu dilawan biar dia nggak seenaknya sendiri kalau ngomong. Biar dia juga tahu kesalahannya." "Iya, Bu itu yang Risa pikirkan kemarin. Risa nggak mau difitnah dan dituduh selingkuh. Apalagi kalau mereka yang ngerekam kejadian kemarin itu nyebarin videonya. Jadi, Risa luruskan aja biar nggak ada tuduhan macam-macam. Mas Sandhy juga membantu klarifikasi dan meminta siapa pun yang sudah merekam video tidak menyebarkannya." "Loh siapa yang merekam? Aduh gimana kalau itu jadi viral, Nduk? Ibu jadi takut kejadian yang dulu terjadi ke suamimu akan menimpa kami juga." Bu Rahmi meremas-remas tangannya pertanda dia sedang gelisah."Tenang aja, Bu. Insya Allah nggak terjadi.
Baca selengkapnya
Bab 125 Lamaran untuk Marisa
"Maaf, Mas Sandhy. Aku meminta waktu untuk berpikir," jawab Marisa. "Masih kurangkah waktu yang sudah kuberikan?" "Iya. Ini adalah keputusan seumur hidup. Itu sebabnya aku harus berhati-hati dalam memutuskan. Aku pernah gagal dalam mengarungi rumah tangga, jadi aku tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama." Marisa dengan tegas menyampaikan keinginannya. Dia menatap Sandhy untuk melihat reaksi lelaki itu. Namun, Sandhy hanya terdiam dan memandang Marisa menanti kata-katanya selanjutnya. Marisa menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan. "Kalau waktu pertama kali Mas Sandhy menyatakan perasaannya, aku tidak meminta agar Mas Sandhy menunggu. Karena aku tahu rasa trauma yang kumiliki entah kapan hilangnya. Namun, justru Mas Sandhy yang bersikeras untuk menunggu. Jadi, kemarin itu tidak bisa dihitung sebagai memberikan waktu menunggu, Mas. Beda dengan sekarang. Aku memang meminta waktu, tapi kalau Mas Sandhy tidak mau memberikannya juga tidak apa-apa." "Maafkan aku Marisa.
Baca selengkapnya
Bab 126   Penyelidikan Rian
Sepeninggal Sandhy, Rian menatap Marisa lekat hingga Marisa merasa risih. Lalu Rian bertanya, "Kenapa kamu masih memikirkannya? Kenapa tidak langsung menolaknya?""Memangnya kenapa harus ditolak, Mas? Mas Sandhy orangnya baik dan perhatian. Kenapa aku nggak bisa terima dia?""Dia bukannya penyanyi itu, kan? Profesinya masih sama atau dia sudah ganti pekerjaan?""Ya betul, Mas. Dia penyanyi. Sepertinya Mas Sandhy penyanyi tetap sebuah cafe di Surabaya Pusat yang lagi viral itu." Rian mengangguk dan kembali menatap Marisa. "Aku jujur aja ngerasa aneh sama pola pikirmu. Kok bisa kamu mempertimbangkan seorang lelaki sebagai calon suami kamu, padahal kamu tahu istri lelaki itu selingkuh dengan suamimu. Kalian mau balas dendam ke Irawan?""Balas dendam gimana, sih, Mas? Tuduhan Mas Rian itu mengada-ada." Marisa menatap marah kakak sepupunya itu. "Terus apa namanya? Pasangan kalian berselingkuh. Suamimu selingkuh dengan istrinya. Terus setelah istrinya meninggal, kalian mau menikah satu sa
Baca selengkapnya
Bab 127 Keputusan Marisa
Tak lama kemudian ada sebuah pesan masuk di aplikasi Marisa yang berlogo telepon warna hijau. Marisa segera membuka pesan dari Rian yang berbunyi. "Sudah kamu buka foto-foto dan video yang kukirim? Bagaimana, Ris? Sudah tahu ulah Sandhy selama di cafe ini?" Marisa menarik napas berat membaca whatsapp dari Rian. Dia tidak segera membalas chat tersebut, melainkan kembali melihat tiga buah foto dan satu buah video yang dikirim oleh kakak sepupunya itu. Foto pertama memperlihatkan Sandhy tengah bernyanyi dan di dekatnya ada tiga perempuan berbaju seksi. Entah apa yang mereka lakukan karena di foto hanya tampak mereka berdiri mengelilingi Sandhy yang sedang duduk sambil bernyanyi. Foto kedua dan ketiga posenya hampir mirip, tetapi dengan dua perempuan yang berbeda. Dalam foto kedua Sandhy merangkul bahu perempuan yang mempunyai rambut pendek. Sementara itu di foto ketiga tampak Sandhy merangkul pinggang perempuan yang memiliki rambut bercat kemerahan. Sementara itu, adegan dalam vide
Baca selengkapnya
Bab 128  Keputusan Marisa (2)
"Tentang perasaanku setiap dekat atau bersama Mas Sandhy, aku selalu teringat dengan istri Mas Sandhy. Aku tidak bisa menghilangkan wajahnya dari benakku. Itu salah satu alasan aku menolak lamaran Mas Sandhy." "Kamu jangan bercanda, Ris!" "Siapa yang bercanda, Mas? Aku sangat serius. Memang seperti itu yang kurasakan. Setiap kita bertemu dan mengobrol seperti sekarang ini, pikiranku tidak bisa dilepaskan dari almarhum istrimu. Aku selalu ingat dia dan bagaimana hubungannya dengan mantan suamiku. Apalagi sekarang aku sudah melihat sendiri bagaimana kamu menyanyi. Bayangan itu tidak bisa lepas bahkan semakin erat menggayuti pikiranku." Marisa menatap Sandhy yang duduk di depannya. Namun, lelaki itu hanya terdiam. Bahkan sekarang dia cuma menunduk saja. "Akhir-akhir ini aku bahkan sering merasa takut. Aku tahu Mas Sandhy beda dengan Mas Irawan. Namun, perasaan takut Mas Sandhy melakukan kesalahan sama itu tidak mudah kuhilangkan dari diriku. Dunia entertainment yang menyeret Mas Iraw
Baca selengkapnya
Bab 129  Kembali Menolak
"Iya, Mas. Aku baru saja memberi tahu dia kalau aku menolak lamarannya." "O pantas saja mukanya ditekuk seperti itu. Terus apa rencana kamu selanjutnya?""Rencana? Rencana apa maksudmu, Mas?" tanya Marisa dengan wajah kebingungan."Ya rencana masa depan kamu. Misalnya … apa kamu akan kembali menutup diri atau mau membuka hati lagi? Apa kamu mau terima perjodohan yang kemarin diatur ibuku? Atau bagaimana? Kamu pasti sudah memikirkannya, kan?" selidik Rian."Sepertinya aku ngalir aja, Mas. Aku ikut takdir Allah. Maksudku … aku nggak siapin waktu secara khusus untuk cari pasangan hidup, tapi kalau Allah takdirkan aku ketemu seseorang, ya, aku terima." "Meskipun itu aku?""Maksudnya gimana, Mas?""Kalau Allah takdirkan aku adalah jodohmu gimana?" Rian tidak menjawab pertanyaan Marisa, tetapi justru bertanya balik. Tatapan mata Rian menghujam tepat ke bola mata Marisa. Dia menatap penuh harap kepada perempuan yang sudah dikenalnya sejak kecil itu."Kalau memang Allah takdirkan, ya,
Baca selengkapnya
Bab 130  Suster Ratri
"Bu Marisa … apa kabar? Lama kita tidak ketemu. Kapan kita bisa mengobrol lagi seperti beberapa bulan lalu, ya, Bu? Saya kangen kepada Ibu."Marisa mengangkat kepalanya. Dia melihat seorang siswi mendekatinya yang tengah asyik membaca di perpustakaan sekolah. "Amanda? Alhamdulillah kabar ibu baik dan sehat. Semoga Amanda juga sehat. Iya, kita lama nggak ketemu, ya. Soalnya tahun ajaran baru ini ibu nggak mengajar di kelasmu lagi. Ayo sini duduk di sebelah Ibu, mumpung lagi jam istirahat." Amanda menurut dan menarik kursi kosong di sebelah Marisa. Setelah duduk, dia lalu berkata,"Alhamdulillah … syukurlah kalau ibu baik-baik saja. Manda juga Alhamdulillah baik, Bu. Cuma kangen aja karena jarang ngelihat Ibu." "Iya, loh. Ibu juga baru sadar kalau sudah lama nggak lihat kamu nunggu jemputan di bangku halaman sekolah." "Iya, Bu. Sekarang ini Manda nggak perlu nunggu jemputan lagi."Marisa terkesiap. Dalam hatinya dia bertanya-tanya, apakah ini ada hubungannya dengan kemarahan Dokter
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status