Semua Bab Kuminta Talak setelah Suamiku Mendua: Bab 91 - Bab 100
137 Bab
Bab 91   Pengakuan Rian (2)
"Apa kamu bilang, Ris? Irawan benar-benar sudah gila menuduh istrinya sendiri seperti itu! Kalau tahu hidupmu menderita seperti ini, aku nggak bakalan ngelepasin kamu ke Irawan. Lebih baik aku berjuang agar kamu terus ada di sisiku."Marisa menautkan alisnya mendengar ucapan kakak sepupunya yang terdengar aneh itu. "Apa maksudmu, Mas?""Kamu itu nggak layak bersanding dengan Irawan, Ris!""Bukan itu, Mas! Apa maksud Mas Rian dengan kata-kata 'Lebih baik aku berjuang agar kamu terus ada di sisiku'? Bukankah meski Risa sudah menikah, tetapi Risa tidak pernah meninggalkan Mas Rian? Bagi Risa Mas Rian itu bukan hanya kakak sepupu, tapi juga sahabat terbaik Risa. Jadi mana mungkin Risa menjauh dari sisi Mas Rian?"Bola mata Rian memindai wajah Marisa. Lelaki itu seperti mencari sebuah tanda di raut muka adik sepupunya. Namun, tatapannya berubah muram manakala dia tidak menemukan pertanda itu. "Apa kamu selama ini tidak pernah merasakannya, Ris?" tanya Rian, dengan suara bergetar."Merasaka
Baca selengkapnya
Bab 92  Bu Santi Kembali Berulah
"Ma! Jangan asal tuduh!" Secepat kilat Marisa menoleh dan membantah suara bentakan dari Bu Santi itu."Siapa yang asal tuduh? Ternyata firasat anakku itu benar. Sekarang kamu harus mengaku! Katakan kepada Mama apa yang kamu lakukan kepada Irawan sehingga suami kamu itu lupa kepadamu?" Mata Marisa mengembun mendengar tuduhan Bu Santi. Dia menatap ibu mertuanya itu dengan tatapan yang penuh emosi. Hatinya terasa dicabik-cabik antara marah dan terluka. Baru beberapa hari lalu mereka berbaikan dan hidup bahagia sebagai mertua dan menantu. Sekarang dengan mudahnya ibu mertuanya itu kembali melontarkan tuduhan yang tidak berdasar. "Harus berapa kali Risa katakan, Ma? Risa tidak melakukan apa pun kepada Mas Irawan. Risa pun bingung dan sedih karena Mas Irawan lupa bahwa Risa adalah istrinya." "Orang itu biasanya melupakan sesuatu yang membuatnya marah atau terluka. Jadi kalau anakku melupakan kamu, itu artinya kamu sudah melakukan sesuatu yang membuatnya marah dan kecewa." Bu Santi kemba
Baca selengkapnya
Bab 93  Irawan Bertingkah 
"Untuk apa kamu mengurusku? Bukankah lebih baik aku tetap koma atau kalaupun sadar pasti kamu lebih suka melihatku lumpuh." Terdengar suara bernada ketus dari arah kasur Irawan. Selama lima tahun usia pernikahannya dengan Irawan, suaminya itu tidak pernah berkata kasar. Jadi, ketika pertama kali mendengar tuduhan dengan nada kasar dari suaminya membuat hati Marisa bak disayat sembilu. "Kenapa kamu berkata seperti itu, Mas?" tanya Marisa dengan suara bergetar. Dia melangkah perlahan menghampiri suaminya."Tidak cukupkah kamu tadi menuduhku jadi penyebab kecelakaan? Kenapa sekarang kamu menambah dengan tuduhan lain? Aku ini istrimu, Mas. Mana mungkin aku menginginkan kamu celaka? Sebaliknya aku sangat ingin melihatmu kembali sehat." Marisa menghela napas dan menatap Irawan yang masih mengabaikannya. "Jadi, tolong aku, Mas. Kamu sekarang ini boleh melupakan aku, tapi jangan menuduhku yang tidak-tidak. Tuduhan itu membuat hatiku sakit." Air mata menggenangi pelupuk mata Marisa setela
Baca selengkapnya
Bab 94   Irawan dan Tuduhan-tuduhannya
"Pak Irawan mengamuk, Bu!""Loh kenapa? Nggak mungkin, kan tiba-tiba suami saya mengamuk?" Marisa bertanya dengan panik."Bapak memaksa untuk keluar dari rumah sakit sekarang juga, Bu. Gimana nih, Bu?" Suara Laila yang gemetar menandakan dia pun tak kalah paniknya dengan Marisa. "Belum boleh! Kan nggak ada izin dokter," sahut Marisa. Dalam hati dia bingung juga sikap suaminya yang jadi seperti anak kecil. "Saya juga sudah bilang seperti itu, Bu, tapi Bapak nggak mau ngerti. Makanya saya telpon Ibu karena saya bingung. Saya tidak tahu harus melakukan apa lagi sekarang.""Hubungi suster aja. Saya tidak mungkin balik ke rumah sakit lagi." Lama-lama Marisa merasa kesal dengan ulah suaminya. Belum hilang rasa sakit hatinya karena tuduhan Irawan, sekarang suaminya itu bertingkah layaknya anak kecil sedang ngambek. "Iya, Bu. Tadi saya sudah tekan tombol memanggil perawat. Ini perawatnya baru datang. Ada Dokter Harun juga mau visit. Sudah dulu,vya, Bu." Suara panik Laila tadi sekarang mula
Baca selengkapnya
Bab 95  Kejutan dari Irawan
"Halah … alasan saja! Kenyataannya sampai sekarang aku masih belum bisa mengingatmu. Itu artinya kamu sudah melakukan kesalahan!" sentak Irawan. Marisa menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca. Dia sudah tidak tahu lagi mesti berkata apa. Semua yang dia katakan dan lakukan selalu salah di mata Irawan. Pendar harap yang dulunya masih menyala di mata perempuan itu sekarang makin meredup seiring sakit hati dan kecewa yang menumpuk di hatinya."Ya sudahlah, Mas. Terserah saja kamu mau beranggapan apa. Percuma saja usahaku selama ini untuk menjelaskan bahwa aku tidak bersalah, toh kamu tetap menganggap aku salah. Jadi, sesuka kamu saja." Marisa berdiri dari kursi di sebelah kasur Irawan dan berjalan menuju sofa bed. Dia memutuskan untuk tidak memedulikan Irawan lagi. Hatinya yang makin kacau membuat tubuhnya semakin mudah lelah. Jadi, lebih baik saat ini dia merebahkan diri di sofa bed, meski jam dinding masih menunjukkan pukul delapan malam. Tubuh Marisa sudah terbaring sempurna di so
Baca selengkapnya
Bab 96 Rahasia Irawan Terbongkar
"Sepertinya ada …," Marisa membuka pintu ruangan VVIP dengan perlahan sambil bersiap menyapa tamunya. Namun, ucapannya terputus ketika dia melihat apa yang terjadi di dalam kamar. "Apa-apaan ini! Apa yang kalian lakukan?!" bentak Marisa sambil memelototi pemandangan di depannya.Marisa terbelalak. Dia sama sekali tidak menduga akan menyaksikan Irawan yang berada di ranjang tengah memeluk seorang wanita yang berpakaian sangat seksi. Dia sangat yakin kalau suaminya memeluk bukan dipeluk, karena tangan suaminya lah yang melingkari tubuh wanita itu. Kalau wanita seksi itu yang memeluk dan Irawan tidak mau, pasti tangan Irawan tergeletak di samping tubuhnya. Sementara ini justru tangan suaminya yang meraih pinggang wanita itu dengan erat sehingga tubuh langsing perempuan seksi itu menempel erat di badan kekar Irawan. "Apa yang kalian lakukan?!" Sekali lagi Marisa berteriak sambil menghampiri kasur suaminya. Suara sepatu pantofelnya yang menghentak lantai ruangan VVIP terdengar kera
Baca selengkapnya
Bab 97. Keputusan Marisa
"Kalau begitu kenapa kamu tetap merawatku kalau sudah tahu kelemahanku?" selidik Irawan. Mendengar pertanyaan Irawan, Marisa mengubah langkahnya dan tidak jadi menuju sofa bed. Sebaliknya sekarang dia berjalan ke arah kasur suaminya lagi. Dia menatap Irawan lekat sampai suaminya itu merasa jengah dan memalingkan wajahnya. "Kamu benar-benar mau tahu jawabannya?" Marisa balik bertanya kepada Irawan. "Ya." Irawan menjawab singkat. Namun, matanya yang menatap Marisa menunjukkan rasa ingin tahunya yang tinggi. "Berarti kamu sudah mengakui bahwa aku adalah istrimu?" desak Marisa. Irawan kembali salah tingkah mendengar pertanyaan Marisa. Namun, dia tidak menjawab persoalan yang ingin diketahui istrinya itu."Ya sudahlah terserah Mas Irawan menganggapku sebagai istri atau tidak. Tapi sampai saat ini aku masih menganggapmu sebagai suami. Jadi sebagai istri aku ingin menjadi istri salihah yang tetap berada di sisi suaminya apa pun kondisinya. Dalam keadaan susah maupun senang." Irawan ter
Baca selengkapnya
Bab 98   Mencari Solusi
"Bu Marisa yakin akan mengambil jalan itu?"Mata Ustazah Kamila menatap tepat di pupil Marisa. Guru mengaji berusia akhir tiga puluhan itu mengamati perubahan wajah Marisa. Dia ingin tahu sejauh mana keseriusan Marisa dalam mengambil keputusan itu. Dia tidak ingin Marisa kecewa dan menyesal setelah semua sudah terlambat. "Saya yakin, Ustazah. Banyak hal yang menjadi dasar saya ingin berpisah dengan suami saya. Kalau sekadar tidak ingin dimadu atau tidak mau terus dimusuhi ibu mertua, saya masih bisa bersabar dan bertahan." "Jadi masih ada alasan lainnya?" "Iya. Salah satunya adalah suami saya tidak mau salat. Dulu saya memang tidak pernah keberatan, karena saya pun juga sering meninggalkan salat.""Astaghfirullah." Meski lirih, tetapi istighfar yang dibaca Ustazah Kamila masih bisa ditangkap oleh telinga Marisa. "Namun, sekarang ceritanya berbeda. Alhamdulillah semenjak suami saya mengalami kecelakaan dan koma, saya sudah tidak pernah lagi meninggalkan salat. Sekarang saya menya
Baca selengkapnya
Bab 99  Perkembangan Hubungan Marisa dan Irawan
"Mas, saya mau ngomong sesuatu yang penting. Tolong jangan potong dulu ucapan saya," pinta Marisa.Irawan menatap Marisa dengan penasaran, tetapi tidak berkata apa pun juga. Dia hanya memberi isyarat dengan matanya agar istrinya itu melanjutkan ucapannya. "Besok saya mau ganti penampilan, Mas!""Ganti penampilan? Apa maksudmu?" sergah Irawan."Kan, sudah saya bilang jangan potong dulu!" omel Marisa. "Aku penasaran. Makanya cepetan jelaskan maksudmu!""Mulai besok saya akan mengenakan hijab. Saya harap Mas tidak menghalangi niat saya ini?" Irawan tertegun mendengar kata-kata Marisa. "Sejak kapan istrinya ini berubah makin religius?" batinnya.Irawan menatap istrinya yang masih berselimut mukena setelah pulang dari masjid. "Kenapa? Kenapa kamu tiba-tiba mau berhijab? Memangnya ada yang salah dengan bajumu selama ini? Bukankah bajumu tidak pernah terbuka dan seksi?" "Sebagai muslimah iya … ada yang salah dengan pakaianku, Mas. Bagi orang lain mungkin baju yang kupakai selama ini sud
Baca selengkapnya
Bab 100 Meminta Pendapat
"Sepertinya Mas Irawan sulit berubah. Apakah itu artinya aku benar-benar harus mengajukan gugatan perceraian?" gumam Marisa. "Atau apakah aku harus cerita ke ibu sebelum mengambil keputusan? Barangkali Ibu mempunyai sudut pandang lain," batin Marisa lagi.Satu jam kemudian Marisa sudah dalam perjalanan menuju ke rumah ibunya. Hari ini kebetulan jam mengajarnya hanya sampai pukul dua dan tidak ada agenda penting, jadi dia bisa izin pulang lebih cepat. "Loh, Marisa … tumben kamu ke sini tanpa ngabarin Ibu lebih dulu." Bu Rahmi mengerutkan keningnya ketika membuka pintu dan melihat putri sulungnya berdiri di teras. Matanya menelusuri penampilan Marisa yang berbeda. "Kamu sekarang pakai hijab?""Iya, Bu. Tadi mendadak Marisa kepikiran mau ke sini. Alhamdulillah mulai hari ini Marisa berhijab." Bu Rahmi membuka pintu lebih lebar dan meminta Marisa masuk. Setelah menutup pintu Bu Rahmi mengekori anaknya sambil berkata, "Kamu makan malam di sini, ya, temani Ibu. Adikmu pulang agak malam k
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
14
DMCA.com Protection Status