All Chapters of AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH: Chapter 11 - Chapter 20
62 Chapters
Bab 11
Saat itu suamiku hanya menarik nafas panjang. Entah apa yang akan dia pilih. Aku tak mau berharap banyak hal, lagi pula kurasa ini seperti buah simalakama. Jika dia ikut denganku, itu sama saja ia telah tega meninggalkan ibunya yang sedang sakit. Namun, sebaliknya jika ia kembali pulang. Itu sama saja membuatku sakit hati.“Tunggu sebentar!” katanya.Saat itu suamiku tampak mengaktifkan kembali ponselnya.“Akang telepon Teh Dewi dulu.”Saat itu entah apa yang mereka bicarakan. Kang Dadan memilih ke luar kamar. Sepertinya ia memang sengaja agar aku tak bisa mendengarkan percakapan mereka. Saat itu aku merasa suamiku pasti akan menjatuhkan pilihan untuk kembali pulang. Jadi, sambil menunggu ia kembali ke kamar, aku berinisiatif memisahkan pakaiannya. Kedalam ransel yang tadinya hanya berisi makanan.“Kok udah beres-beres aja.”“Pakaian Akang udah di ransel semua, jadi kalau mau pergi sekarang semuanya
Read more
Bab 12
[Ya Allah Mbak, mertuanya kok begitu sih tega banget. Tujuannya apa coba, pura-pura sakit.][Aku enggak tau, Tik.][Apa jangan-jangan dia sengaja begini, karena Mbak mau mudik ke Bali.][Hanya Bu Irah yang tahu, sudahlah kalau memang baik-baik saja. Ya sudah alhamdulillah.]Meskipun, sebenarnya aku jelas tahu apa alasan ibu melakukan hal itu, aku hanya tak ingin mengumbarnya pada orang lain. Biarlah mereka menafsirkan sendiri tentang kelakuan yang kadang tak masuk akal itu.Terkadang aku kerap mempertanyakan, untuk apa mengizinkan anaknya menikah, jika pada akhirnya ia ingin tetap memaksakan kehendaknya. Aku pikir hubungan seperti ini sudah tidak sehat. Jika, dibiarkan mungkin beberapa tahun lagi aku bisa kehilangan akal sehat.~Sepertinya aku telah cukup lama berada di dalam kamar. Saat itu ibu mulai memanggilku, wanita itu sejak aku datang ke sini. Ia bahkan, tak membiarkanku punya waktu untuk bersedih. Seakan tahu jika putrinya se
Read more
Bab 13
“Sudah bicaranya?”Aku hanya diam saja. Seharusnya ia tak datang ke sini. Lagi pula kenapa aku begitu teledor hingga menjatuhkan buku diary itu? Sekarang ia jadi tahu apa rencanaku. Padahal, tadinya aku ingin merencanakan berpisah secara diam-diam.Kenapa juga nasib baik enggan mendekat padaku? Aku hanya ingin bebas dari ikatan yang membelengguku selama ini. Aku sudah muak, muak dengan semua tindakan manipulatifnya. Ia yang selalu tidak tahu terima kasih dan segala hal tentang ibu mertuaku yang membuatku frustrasi.“Dengarkan Akang, pisah itu bukan satu-satunya jalan keluar,” katanya.“Bagiku enggak ada jalan lain. Aku enggak mau lagi pulang ke rumah itu. Akang cari saja istri lain yang mau tinggal di sana.”“Astaghfirrullah.”“Sudahlah, harusnya Akang pulang aja ke rumah. Kenapa juga malah nekat ke sini?”“Ya, karena istri Akang di sini.”
Read more
Bab 14
“Nak….”Rupanya di bawah tangga sudah ada ibu. Melihat penampilanku yang kacau ia segera mendekat, lantas memelukku tanpa bertanya apa pun.“Yas, enggak sanggup lanjutin rumah tangga kayak gini Bu.”“Kamu ikut ke kamar ibu, kita ngobrol di dalam ya. Jangan di sini!”Wanita itu menuntunku ke kamarnya yang terletak di lantai bawah.“Ibu enggak tau apa saja yang kamu lewati selama di sana, tapi caramu itu salah. Semuanya masih bisa dibicarakan baik-baik. Kasihan suamimu, dia baru aja datang jauh-jauh nyamperin kamu, pasti juga masih capek.”“Harusnya dia enggak datang ke sini.”“Dia ke sini, karena peduli sama kamu Yas. Harusnya kamu juga sadar hal itu.”“Mau sebaik apa pun suamiku, kalau keluarganya enggak pernah suka sama aku. Percuma Bu, setiap hari ada aja yang diributin.”“Cerita sama Ibu sebenarnya sikap mertuamu itu bagai
Read more
Bab 15
Ya Allah, kenapa jadi begini? Bukan seperti ini yang aku inginkan. Nyatanya bukan hanya aku yang paling menderita dalam hubungan ini, bahkan suamiku juga sama saja. Entah mau bagaimana lagi hubungan kami ke depannya.Selama ini dua iparku itu memang kerap meminjam uang jika akhir bulan, jumlahnya memang tidak banyak hanya 200 atau 300ribu saja. Namun, jika hampir setiap bulan ia meminjamnya, terkadang kami juga risi.Apa lagi mereka tipe orang yang sangat sulit membayar hutang. Kadang pinjam 300 bayarnya hanya 100 ribu. Jika, suamiku menagihnya pun mereka malah mengungkit bakti. Katanya, dulu apa yang mereka berikan pada suamiku lebih dari sekedar uang yang jumlahnya tak seberapa itu.Entah kenapa dengan mereka? Jika jumlahnya memang tak seberapa, kenapa juga harus berhutang? Suamiku hanya bisa pasrah. Ia pun sejujurnya kesal, tetapi mengingat jasa mereka saat membantu membiayai sekolahnya Kang Dadan tetap saja tak enak hati.Namun, memang semakin ke sini
Read more
Bab 16
 “Maafin ibu, Yas. Selama ini Ibu sudah salah sama kamu. Ibu janji akan merawat anak kamu nanti. Kamu pulang lagi ya ke rumah!”Bukan hanya aku yang terdiam, bahkan ibu juga hanya bisa terpaku di tempatnya. Menyaksikan besannya yang terus meracau di lantai.Saat itu Kang Dadan yang wajahnya sudah merah, karena menahan malu. Ia segera membantu ibunya berdiri denan sedikit memaksa, karena saat itu entah apa yang ada di pikirannya. Ia sudah seperti anak kecil, menangis sambil meraung-raung.“Jangan begini Bu, bangun dulu!” ucap Kang Dadan.“Biarin aja Dan, ibu memang salah hiks. Ibu harus minta maaf.”“Aku udah maafin ibu kok, tapi maaf aku enggak bisa balik ke sana,” ucapku, yang sudah tak tahan lagi dengan tingkahnya yang ajaib.Apakah menjadi tua akan selalu seperti ini?“Kenapa? Itu artinya kamu belum maafin ibu, buktinya enggak mau pulang?”Saat itu ibu
Read more
Bab 17
“Kenapa kalian diem aja, siapa yang berani mitnah kamu selingkuh? Bilang sama Ayah! Ada bukti enggak dia bilang begitu?” Saat itu Ayah yang baru saja pulang dari kantor, malah tak sengaja mendengar percakapan kami. Sekarang ia yang sudah terlanjut emosi, mana mungkin bisa di ajak bicara baik-baik.Lagi pula kenapa sih Bu? Dulu saat aku belum hamil, malha dituduh mandul. Sekarang sudah hamil pun, ia malah menuduhku hamil anak orang lain. Apa sih salahku ya Allah. Bertahun-tahun aku mencoba ikhlas menerima sikap dan tabiat buruk mertuaku. Tetap menjaga dan bahkan merawatnya saat sakit.Dia mana ank-anaknya saja merasa jijik tiap kali ia buang air kecil atau muntah di lantai. Aku tidak pernah marah, tak pernah juga mengeluhkan semuanya. Hanya saja, kenapa selalu saja kata-kata yang tak enak didengar yang keluar dari mulutnya.“Ayah duduk dulu! Ibu buatkan minum sebentar!”Saat itu ibu sedikit mendorong Ayah menjauh dariku
Read more
Bab 18
Tak jauh dari tempat kami bicara, rupanya ibu sedang memperhatikan ke arah kami.“Lihatlah ibumu! Dia sepertinya menguping pembicaraan kita!” ucapku.Aku hanya mendengar Kang Dadan menghembuskan nafas kasar. Ia bahkan terlihat seperti orang yang frustrasi. Tepat saat aku berpapasan dengannya. Aku sengaja menghentikan langkah.Namun, saat itu tak seperti di rumahnya yang di Sukabumi. Sekarang wanita ini, lebih suka menunduk dan tak banyak bicara. Aku hanya tersenyum mengamati setiap perubahannya, yang mana sangat bertolak belakang dengan kesehariannya di kampung halaman. Sayangnya tidak semua orang bisa terkena tipu dayanya. Orang tuaku jelas mengenali sikap putrinya yang mereka besarkan sejak kecil. Bisa-bisanya dia menyebarkan fitnah di rumahku sendiri.~“Ibu pasti seneng banget ya, sekarang!”Ibu lagi-lagi tak menjawab, hanya melirik sekilas lalu kembali menatap lantai.“Seneng, karena uda
Read more
Bab 19
Aku tidak berharap banyak dia akan mengambil keputusan besar. Saat itu bagiku kembali atau tidak bukan lagi masalah. Hatiku sudah terlanjur sakit. Mungkin juga efek dari hormone kehamilan yang membuat perasaanku lebih sensitive.~“Oke, sekarang kalau toko dijual. Akang mau kerja apa?”“Kamu ragu kalau Akang bisa nafkahin kamu?”“Bukan ragu, aku hanya bertanya.”“Akang akan cari kerjaan. Kamu tenang saja, Akang enggak mungkin bikin anak istri kelaparan. Sekarang Akang antar ibu pulang ke Sukabumi dulu. Sambil ngurus toko yang mau di jual. Mungkin seminggu atau paling lambatnya 2 minggu. Kamu pilih saja mau bangun rumah di mana. Akang ikut kamu aja.”Saat itu bahkan impianku sudah di depan mata. Namun, jangankan senang atau bahagia. Sekedar rasa syukurpun tak terlintas di benakku. Aku sudah tak punya semangat untuk melanjutkan hubungan yang hanya menyakiti satu sama lain.Bukan hanya di a
Read more
Bab 20
[Kamu lihat Kang Dadan di sana enggak?][Nah, itu dia. Aku enggak lihat Kang Dadan sama ibu mertua Teteh, tapi tadi aku sempat denger mereka lagi di rumah Juragan Asep. Palingan mau minta pertanggungjawaban. Ya, tahu sendirilah. Juragan Asep mah, masalah kecil aja dibesar-besarin.]Berkaca dari sikapnya yang arogan, semoga saja dia tak mempersulit Kang Dadan. Ya Allah rasanya ingin sekali menepis rasa khawatir, jika mungkin Nining menuntut bukan hanya sekedar biaya pengobatan.[Teh sudah jangan terlalu dipikirin! Begini aja nanti kalau aku lihat Kang Dadan sama mertua teteh, aku pasti kabarin. Tetehnya jangan sedih, bisa jadi itu cuma pikiran aku aja. Maafin aku ya, harusnya enggak bilang macem-macem yang bikin Teteh jadi mikir ke mana-mana.][Enggak apa kok, makasih banyak loh Tik, sudah mau direpotkan.][Ah begini doang, Teh. Lagian aku gemes aja kalau sampai bener itu si Nining memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Emang dasar bener-bener ga
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status