Semua Bab Atasanku, Suami Keduaku: Bab 21 - Bab 30
199 Bab
ASK-021
Indah melirik ponsel yang panggilannya baru saja ia matikan. Untung saja, pikirnya. Tidak terbayang kalau Panca tahu bahwa ia dibantu atasannya dalam mengurus perceraian. Sumpah serapah dan hinaan Panca pasti bisa membuatnya muntah.“Saya bukan menemui laki-laki itu seperti kata Bapak barusan. Saya mau bicara di telepon.” Indah menunjukkan ponselnya pada Arsya.“Kalau begitu,” secepat kilat Arsya meraih ponsel Indah dan memblokir kontak Panca tanpa persetujuan, “kita blokir aja. Kontak ini tidak penting lagi buat kamu.”“Pak,” mulut Indah setengah ternganga, “tapi itu bapak anak saya. Bagaimana juga Alif itu anaknya. Kalau Alif membutuhkan suatu donor, saya bisa menghubungi papanya.” Lift yang isinya hanya mereka berdua sudah tertutup dan bergerak turun ke lantai dasar. “Kamu yakin laki-laki itu mau mendonor untuk Alif? Entah apa pun itu? Kamu nilai sendiri. Lagipula … sebelum tanda tangan harusnya kamu baca surat kuasa itu. Saya tidak akan mengizinkan kamu mendatangi dia karena itu
Baca selengkapnya
ASK-022
Bukan sulit membuat Panca babak belur siang itu. Ruang meeting kecil bisa jadikan sasana untuk menghajar Panca yang bertubuh tidak terlalu tinggi. Walau Panca melawan dengan sekuat tenaga pun, belum tentu pria itu bisa menang karena Arsya memiliki beberapa medali judo yang diperolehnya sejak masa kuliah. Arsya hanya menghadiahi satu pukulan pada Panca karena tidak mau pria itu mati atau babak belur di kantornya. Arsya mengingat apa yang selalu dikatakan seorang Ari Subianto padanya, “Abang adalah wujud perusahaan itu sendiri. Apa yang Abang lakukan; baik atau buruk, semua akibatnya akan dirasakan langsung oleh ribuan karyawan. Jangan pernah berbuat dosa lalu minta dikasihani sebagai konsekuensinya.”“Kau berani main pukul karena aku ada di lantai ini, kan? Kau cuma berkuasa di sini?” Suara Panca memantul di ruang meeting.“Anda baik-baik saja karena berada di sini,” sahut Arsya. “Bagaimana? Anda sudah tenang? Saya akan memanggil Indah kalau Anda sudah siap bicara dengan tenang.”“Man
Baca selengkapnya
ASK-023
Sudah lebih dari seminggu Panca berada di luar pulau untuk menyelesaikan proyek baru perusahaan. Bukan hanya senang karena dipercaya memimpin proyek besar, Panca juga bahagia karena selain naik jabatan, ia juga mengalami kenaikan gaji yang lumayan. Mayang yang ikut bahagia menyebutnya sebagai ‘beda istri, beda rezeki.’Kepergian seminggu itu memang menyelesaikan pekerjaan kantor, tapi menyisakan banyak sekali PR masalah pribadi. Sejak gugatan cerai yang dilayangkan Indah, situasi Panca dan Mayang tidak terlalu baik. Mayang menyambut bahagia keputusan Indah, sedangkan Panca merasa harga dirinya diinjak-injak sebagai seorang suami dan laki-laki.Gerimis dari sore belum juga berhenti sampai Panca tiba di rumah malam hari.“Kebiasaan selalu lupa nyalain lampu luar,” sungut Panca saat mendorong pagar dan berjalan menuju pintu samping yang berbatasan langsung dengan carport. “Mayang ….” Panca mengetuk pintu.Dari dalam rumah Panca mendengar langkah kaki mendekat kemudian anak kunci yang dip
Baca selengkapnya
ASK-024
Hati Pak Hadi memang tidak pernah tenang sejak belakangan Indah selalu mengatakan dirinya baik-baik saja. Layaknya orang tua mana pun yang menyayangi sang anak, Pak Hadi selalu bisa merasakan kalau putri tunggalnya itu sedang merisaukan sesuatu. Salah satu hal yang bisa ditebak Pak Hadi adalah keuangan Indah yang belum stabil.Pagi di hari yang sama dengan kedatangan Panca, Pak Hadi tengah membuka-buka laporan keuangan milik perusahaan kecilnya yang bergerak sebagai penyedia bahan pokok beberapa restoran. Perusahaan itu dirintis hampir sepuluh tahun dan selama itu juga segala keuangan perusahaan dipegang Bu Lina, ibu tiri Indah.“Ma, Papa mau lihat laporan keuangan CV. Mama simpan di mana? Nama foldernya.” Pak Hadi sedang membuka laptop dan satu folder berisi semua hal yang berkaitan dengan CV miliknya.“Memangnya mau cari apa? Nanti aja Mama yang bantu carikan. Mama juga suka lupa nama foldernya yang mana.” Bu Lina menjawab dari meja makan. Mereka baru selesai sarapan dan pagi itu ia
Baca selengkapnya
ASK-025
“Bapak nggak bisa ikut saya ke Bandung. Saya bukan mau main-main. Papa saya terserang stroke, Bapak dengar sendiri. Saya izin pulang ke Bandung untuk dua hari aja. Potong cuti. Bisa, kan?” Indah memandang Arsya dengan tatapan penuh harap. Arsya menyandari mejanya sambil menggaruk dagu. “Kamu bicara soal cuti? Kamu yakin yang saya permasalahkan itu cuti?” Indah berdiri. “Mumpung masih sore, boleh saya permisi pulang? Saya mau kejar kereta jam delapan malam. Biar lebih cepat sampai, Pak.” Arsya menghela napas panjang kemudian memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Sepasang mata Indah mengingatkannya pada seekor anak anjing yang dibuang ke tepi jalan. Ia iba. “Boleh. Silakan pulang sekarang,” kata Arsya. “Makasih, Pak. Saya permisi.” Indah membungkuk kecil untuk terima kasihnya pada Arsya. Keluar tergesa dari ruang Arsya karena memperhitungkan waktu yang akan ia habiskan untuk perjalanan dan membereskan bawaan. Ditambah lagi dengan, “Kayaknya harus pergi berdua aja dengan Alif. En
Baca selengkapnya
ASK-026
“Mau menyusui di sini?” ulang Arsya. Indah langsung mengangguk. “Menyusui Alif maksudnya?” Arsya sedikit kurang siap dengan pertanyaan Indah sampai harus salah menyusun kalimat pertanyaan. “Iya, Pak. Menyusui Alif," tegas Indah dengan sedikit penekanan pada nama Alif. "Saya minta maaf sebelumnya, tapi Bapak jangan lihat ke sini dulu, ya. Nggak lama.” Indah kesal sekaligus geli melihat wajah Arsya yang biasa datar terkesan cuek itu sekilas bisa jadi sebodoh itu karena mendengar kata menyusui. Arsya bergerak linglung. Menyandarkan punggungnya dengan kepala mendongak, lalu menggeleng karena merasa posisi itu tidak benar. Arsya kemudian berputar ke kiri, namun ia malah beradu pandang dengan Indah. Ia merutuk dalam hati lalu berputar sedikit ke kanan sampai katanya menatap tirai kaca mobil. Ia memperhatikan jahit tepi tirai yang ternyata sangat kecil dan rapi. Detil sekali, pikirnya. Ia lalu menyentuh tirai kecil itu. Wow, lembut. Kenapa ia baru tahu kalau tirai jendela mobil itu sangat l
Baca selengkapnya
ASK-027
“Benar, In? Ini calon suami kamu? Jadi, kamu memang sengaja menggugat cerai Panca karena sudah punya calon suami? Benar begitu?” Bu Lina menghapus air matanya dengan mata tak lekang dari Arsya. Indah menggeleng. “Nggak benar begitu. Wanita mana yang mau bercerai dengan suaminya sewaktu bayinya masih merah. Mama nggak usah bahas yang ini.” Indah melangkah ke depan Arsya. Menghalangi agar Bu Lina tidak terlalu mencari tahu soal siapa Arsya dan tujuannya ada di sana. “Masalah yang Mama sebabkan belum selesai. Papa masih di dalam sana enggak tahu keluarnya selamat atau enggak. Kenapa Mama tega banget, sih, sama Papa? Padahal Papa, tuh, percaya banget ke Mama. Aku juga nggak pernah permasalahkan keuangan CV Papa karena Mama kelihatan kepengin terlibat. Aku lepasin biar Mama senang; biar Mama merasa menjadi istri dan ibu yang dihargai.”“In, harusnya kamu nggak ngomong kayak gini di depan Arsya. Dia calon anggota keluarga kita dan ini hari pertamanya berkenalan dengan Mama.” Bu Lina menyen
Baca selengkapnya
ASK-028
Kedua tangan Arsya memang berada di bahu Indah, tapi Indah sendiri belum mau beranjak dari depan ibu dan anak yang tidak berperasaan itu. Ia belum selesai meluapkan amarahnya. Maka gerakan kecil dari Arsya tak juga membuatnya menggeser kaki. Arsya sepertinya menyadari. Terbukti dari sepasang tangannya yang melepaskan bahu Indah dengan perlahan. Arsya mundur sedikit dan menunggu apa yang ingin disampaikan Indah. Indah beberapa kali mencoba mengatur napas. Tapi ia yakin sekali bahwa suaranya masih bergetar saat bicara. Dengan tangan kanan yang membentuk kepalan, Indah bicara pada Panca. “Mas Panca adalah ayah kandung Alif tanpa diragukan sedikit pun. Saranku, jangan pernah menyebut Alif dengan sebutan ‘anak itu’. Sejak jadi seorang ibu, aku mudah sakit hati kalau anakku dihina. Alif nggak seharusnya menerima akibat dari kebodohan yang aku buat. Jadi, aku nggak akan memaafkan Mas Panca kalau terjadi sesuatu pada Alif.” Indah menelan ludah sebelum melanjutkan. Benar saja perkiraannya ta
Baca selengkapnya
ASK-029
Tidak…tidak. Apa tadi mereka sempat bicara soal menginap? Atau ia yang menawarkan pada atasannya itu untuk menginap? Setelah dipikirkan beberapa kali pun hasilnya tetap sama. Arsya memang membawa kopernya turun dari mobil dengan rasa percaya diri yang dimiliki atasannya itu seperti biasa. “Mbak Indah,” panggil Bu Anum. Indah mendekat dan wanita itu membawa Indah menuju dapur. “Saya sudah bawa Alif ke kamar. Sekarang saya lapar. Mau makan. Kita semua belum makan malam. Bapak itu juga,” lapor Bu Anum, menjengukkan kepalanya melihat Arsya. “Iya, Bu. Maaf kalau saya lupa soal makan malam. Bu Anum bisa masak atau menghangatkan masakan apa pun yang ada di kulkas. Sejak dulu Mbah Fatmah nggak pernah membiarkan kulkas kosong tanpa masakan yang praktis bisa langsung dihangatkan. Bisa dilihat sekarang. Saya mau nunjukin kamar ke Bapak itu.” Indah meringis karena Bu Anum tersenyum jahil menggodanya. Indah melihat dua koper ukuran kabin teronggok di dekat sofa. Arsya menempati sofa tunggal dan
Baca selengkapnya
ASK-030
Tangisan Pak Hadi yang tersedu-sedu membuat Arsya terdiam beberapa saat. Arsya melirik Indah yang sedikit pun tidak mau menoleh ke arahnya ketika ia menyampaikan soal pernikahan. Awalnya ia mengira Indah akan memandangnya dengan raut asing. Atau bisa jadi juga Indah akan kesal karena ia bicara tidak pada tempatnya. Tapi pagi itu Indah diam karena wanita itu sepertinya tidak siap melihat keadaan papanya untuk pertama kali.Indah menunduk dan menangis tanpa suara. Tangannya menggenggam tangan Pak Hadi yang bisa digerakkan. “Papa …,” panggil Indah dengan suara yang sangat berat menahan tangis. “Kenapa Papa jadi gini? Kalau Papa nggak bisa ngomong, Indah harus mendengar nasihat dari siapa? Maafin Indah yang belum bisa menyenangkan Papa. Indah selalu aja buat masalah. Indah selalu jadi beban.” Indah melipat tangannya di tepi ranjang dan membenamkan kepalanya. Ia kembali menangis. Tak kuat melihat perban yang terbebat di kepala Pak Hadi.Indah tidak mengerti apa yang hendak dikatakan papan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
20
DMCA.com Protection Status