All Chapters of Bertukar Akad: Menikahi Adik Ipar Sendiri: Chapter 131 - Chapter 140
204 Chapters
Bab 25A
Bab 25AHidup ini bisa berubah hanya dalam sekejap mata. Jika Allah berkehendak, maka tidak ada yang bisa menentangnya. Sudah sepantasnya sebagai manusia bertawakal dan pasrah pada ketentuan dan ketetapanNya. Namun, Adam masih terpaku pada musibah yang menimpanya tidak cukup sekali. Ia lupa Allah memberikan cobaan pastilah tidak melebihi kemampuan hambaNya. Syifa meneguk ludahnya. Setitik nyeri hadir karena teringat ucapan Irsyad. "Bisa saja Zein menyalahkanmu, Fa. Jika sesuatu hal buruk menimpa istrinya." "Sudahlah, Bi. Sekarang kita siapkan saja, ya. Bibi nggak usah khawatir, Pak Zein masih berkabung." Syifa mengabaikan sikap Zein yang menurut Bi Sumi bisa menyakitinya. Ia fokus dengan tanggung jawabnya tentang permintaan Ema. Hampir empat puluh menit masakan sudah tersaji di meja. Syifa bernapas lega seolah hutangnya terlunasi. "Mama! Baunya harum." Tiba-tiba ada Alea yang datang masih dengan seragam sekolah. Gadis kecil itu diantar Irsyad. "Fa, Alea minta ke sini." "Ya, Sy
Read more
Bab 25B
Bab 25 BSyifa betah melipatkan kedua tangan di meja. Lalu merebahkan kepalanya dengan tumpuan tangannya yang dilipat. Ia memandang jauh ke langit dengan menoleh ke kiri. Tidak ada bintang yang berkelip di sana. Seolah semesta turut merasakan kesedihannya. "Fa. Apa yang terjadi?" Irsyad membawa dua cangkir coklat untuk Syifa dan dirinya. Ia duduk seperti biasa di kursi sebelah Syifa yang terhalang meja."Apa ucapanku kemarin-kemarin sungguh terjadi?" tanya Irsyad dengan hati teriris. Setiap melihat Syifa menangis sedih, ia seolah ikut merasakannya. "Mungkin memang salahku, Syad. Aku tidak mendengarkan ucapanmu." "Benar, Pak Zein menyalahkanmu atas kematian istrinya?" tebak Irsyad. Syifa masih setia menunduk seraya bertumpu di kedua lengannya. "Ya, Syad. Mungkin ini akhir cerita kami. Aku menyerah." "Lalu apa yang mau kamu lakukan, Fa?" Syifa menegakkan tubuhnya. Ia menghirup oksigen sepuasnya. "Aku mau ambil cuti ya. Kamu jaga di klinik sama May. Nanti aku carikan ART untuk ba
Read more
Bab 26A
Bab 26ADi rumahnya, Zeinmerasakan harinya berbeda. Sejak pagi, rumahnya terasa sepi. Di dapur tidak ada suara denting alat masak. Gegas Zein melongok ke belakang rumah. Ada Bi Sumi yang menjemur pakaian. Zein kembali ke dalam rumah lalu duduk di meja makan. Ia membuka tudung saji hanya ada makanan yang tidak spesial seperti biasa. Sedikit kecewa dirasakan Zein. Selama seminggu kemarin berturut-turut Syifa datang ke rumahnya dan rela memasakkan makanan spesial untuknya. Namun, ia sendiri mengabaikan makanan itu hingga teronggok di kulkas. "Pak Zein Maaf, Bibi baru selesai menjemur pakaian. Apa Pak Zein mau dimasakkan menu lain?" tawar Bi Sumi dengan suara rendah. Ia masih was-was kalau majikannya dalam mood buruk. Bisa jadi dia akan kena semprot seperti Syifa. "Oh, tidak, Bi. Ini Bi Sumi yang masak?" "Iya, tadi pagi bibi masaknya. Kalau Pak Zein mau makanan yang hangat bisa saya panasi atau saya masakkan ulang," lagi bibi menawarkan diri. Ia masih ingat pesan Syifa tentang menu ma
Read more
Bab 26B
Bab 26BBerbeda dengan Zein yang pikirannya justru kalut. Jantungnya berdebar kencang, pikiran buruk melintas berulang. "Bagaimana keselamatan Syifa? Apa dia akan baik-baik di sana? Aku yakin, Syifa tidak mungkin ke sana." "Pak Zein. Ada apa?" "Eh, nggak, By. Apa Dokter Syifa pernah menyinggung beliau menjadi salah satu anggota tim relawan?" "Saya pikir tidak, Pak. Dokter Syifa tidak mengatakan akan bergabung. Lagipula biasanya yang bergabung kan dokter-dokter baru. Sedangkan Dokter Syifa sudah senior." "Semoga, By."Bobby mengerutkan keningnya. Ia tidak tahu apa yang sedang dipikirkan bosnya. Tiba-tiba saja Zein pamit keluar kantor membawa proposalnya. Melajukan mobilnya dengan kencang, Zein kembali pulang. Sepanjang perjalanan pikirannya tertuju pada kepastian Syifa ikut atau tidak di tim relawan itu. Ia menghubungi ponsel Syifa pun hanya nada operator yang menjawab. Setengah jam, Zein sampai. Ia bukan memarkirkan mobil di depan rumahnya melainkan di depan rumah Syifa. Zein k
Read more
Bab 27A
Bab 27A"Senang bertemu kembali dengan Dokter Syifa. Dokter cantik dan profesional di rumah sakit ternama." Tangan Helan terulur di depan Syifa yang memandang tak acuh. "Terima kasih," balas Syifa dengan nada dingin disertai senyum kaku. Syifa tidak membalas jabat tangan. Ia justru menangkupkan kedua tangannya hingga laki-laki itu menarik tangannya dengan senyum masam. "Sepertinya kita berjodoh, Dokter." Helan tersenyum hingga dua sudut bibirnya terangkat membentuk bulan sabit. "Sebaiknya buang angan-angan jauh itu, Dok. Di sini bukan tempatnya kasmaran. Kita perlu bekerja sama untuk mencapai satu tujuan." "Tentu saja, Dokter Syifa. Kalau tugas kemanusiaan bisa dibarengi dengan hal itu, kenapa tidak? Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui." Helan mengerlingkan mata sambil beranjak pergi meninggalkan Syifa yang mematung di tempatnya. Ia merasa dongkol karena sampai tidak tahu ada laki-laki itu di tim relawan kali ini. "Halo, Dokter Syifa. Kenalkan saya Rosi, perawat yang dituga
Read more
Bab 27B
Bab 27B"Bekerjalah dengan senang hati, Dokter. Supaya lelahmu terganti sebagai ibadah," bisik Helan yang duduk di samping Syifa. Sontak saja, Syifa membuang muka ke arah lain sambil ngedumel. "Ishh, bisa-bisanya situasi begini bersikap manis, hufh." Syifa memilih melihat ke arah luar. Pemandangan gunung dan jurang di sekitar jalan yang mereka lewati merupakan tempat yang memicu adrenalin. Sebab di sana merupakan lokasi yang butuh keamanan ketat dari anggota TNI. Selain sikap waspada, di sana Syifa setidaknya bisa terhibur oleh pemandangan yang menakjubkan. Ketegangan pun berkurang. Satu jam, rombongan Syifa sampai di posko 1. Gegas tim medis pimpinan Helan turun dari mobil dan bersiap memeriksa satu persatu anggota TNI. Pengendara mobil jeeb memberi salam pada lelaki berbaju loreng yang pangkatnya terlihat lebih tinggi. "Lapor. Tim medis siap melaksanakan tugas!" "Laksanakan!" "Siap Laksanakan! Mari silakan masuk ke tenda yang disiapkan, Dok!" "Terima kasih," jawab Helan dan S
Read more
Bab 28
Bab 28"Ini teh gingseng dari Korea. Sebelum ke sini saya ikut kegiatan di sana. Teh khusus untuk kesehatan. Lihat nyamuk di sini berbeda dengan nyamuk di kota tinggal kita, Fa." Helan sedikit khawatir melihat wajah lelah Syifa. Beberapa kali menepuk tubuh untuk menghalau nyamuk. "Ingat kan di sini suka ada wabah malaria. Jangan sampai kita tim medis justru dirawat." "Ya, terima kasih Dokter Helan sudah mengingatkan saya." "Saya yakin kamu masih sendiri kan, Fa?" "Maksud, Dokter Helan?" "Kamu belum balikan sama mantan suamimu, kan? Kamu pasti juga belum menikah lagi." "Jangan mencoba merayu saya, Dok." Helan tergelak, sikapnya sudah bisa ditebak Syifa. "Saya cuma menebak. Jika memang tebakan saya salah, tidak mungkin Dokter Syifa sampai sini. Suamimu tidak mungkin mengizinkan." "Apa Dokter Helan memang merencanakan semua ini. Dokter mengikuti saya sampai sini?" tanya Syifa dengan wajah serius. "Menurutmu?" ungkap Helan dengan senyum mengembang. "Ckkk, sudah saya duga." "Ti
Read more
Bab 29A
Bab 29A "Siapa tahu kamu takut padaku, jadi pisau itu untuk mempertahankan diri," celetuk Helan. "Astaga, Dok. Jangan bercanda di saat genting begini!" bentak Syifa. "Ini nggak lucu." "Iya-iya maaf. Astaga, mereka hampir mendekati mobil kita. Ayo, cepat, Fa!" "Tunggu, Dok!" Syifa membetulkan tali sepatunya. Keduanya bergegas lari masuk ke hutan. Senja mulai menyapa, suasana hutan mulai sunyi. Cahaya dari sang surya yang menembus pepohonan mulai meredup. "Dok. Dokter Helan." Syifa merasakan jantungnya berdetak kencang. Ia menoleh ke kanan kiri dan belakang tidak mendapati Helan di sana. "Dokter Helan! Dokter di mana?" Syifa panik, pikirannya justru melayang kalau Helan tertangkap pemberontak. Gegas ia menelusuri kembali jalan tadi. "Syukurlah. Dokter Helan menakuti saya? Kenapa malah berhenti di situ?" ungkap Syifa dari jarak sekitar 50 meter. Ia hendak mendekat, tetapi Helan berteriak. "Awas, Fa! Jangan mendekat! Kamu pergilah mencari pertolongan. Saya tetap di sini berjaga
Read more
Bab 29B
"Syad, katakan di mana kantor relawan tempat Syifa bergabung?" tanya Zein sedikit memaksa. "Buat apa? Bukannya Anda tidak peduli pada mantan?" balas Irsyad sinis. "Tolong beritahu saya! Saya bukannya tidak peduli, tapi saya...." Zein menyugar kasar rambutnya. Situasi buruk begini akan susah menjelaskan pada Irsyad. "Saya ingin mencari kabar Syifa. Saya ingin dia selamat." "Buat apa? Supaya bisa Anda sakiti lagi, huh? Saya tidak akan mengatakan infonya. Saya yang akan memastikan Syifa selamat tanpa melibatkan Anda." Irsyad meninggalkan Zein yang duduk termangu di sofa ruang tamu. Bi Sumi menatap sedih majikannya. Ia juga tidak tahu harus berbuat apa. Di saat pikirannya kalut, Zein teringat proposal yang ditunjukkan Bobby. Gegas ia mencari proposal yang disimpannya. Zein membaca informasi tentang kantor relawan yang memberangkatkan Syifa. Tanpa pikir panjang, malam ini juga Zein meluncur ke kantor tersebut. "Hati-hati Pak Zein! Semoga Dokter Syifa baik-baik saja." "Terimakasih, B
Read more
Bab 30
Bab 30"Saya tidak menyangka Syifa menangis setiap malam semakin larut. Saya tidak berani bertanya. Hanya saya tunggu sampai ia bercerita. Ternyata ia memikirkan ayahnya Alea. Ia merasa bersalah hingga membuat gadis kecil itu kehilangan kasih sayang ayahnya." Zein menghela napas panjang, disusul matanya berembun. Namun, ia harus menjaga konsentrasi berkendaranya. "Saya tidak tahu alasan apa yang membuat Pak Zein berpisah dengan Syifa dulu. Namun, alasan Pak Zein saat ini menjauhi Syifa, saya tidak bisa menerimanya. Setiap tenaga kesehatan melakukan tugasnya sesuai prosedur. Kenapa Anda menyalahkannya atas kematian Mbak Ema. Saya benar-benar tidak habis pikir. Saya hanya berharap dia mendapatkan kebahagiannya." "Saya berjanji akan membahagiakannya. Saya pikir dengan membencinya, dia tidak akan mendapat kemalangan seperti istri saya yang lain. Saya takut Syifa bernasib sama seperti mereka berdua." "Pak Zein sungguh konyol. Takdir milik Allah, kenapa orang seperti Anda berpikiran semp
Read more
PREV
1
...
1213141516
...
21
DMCA.com Protection Status