Semua Bab DIPANDANG HINA KARENA JANDA: Bab 21 - Bab 30
103 Bab
Bertemu Calon Anak Tiri
"Mbak Kayla? Ini Mbak Kayla, kan?" tanya Sabrina sambil memperhatikan betul-betul wajah di depannya.Yang dipanggil Kayla itu pun sama terkejutnya. Gadis tersebut mengernyitkan alis, seperti tidak percaya bahwa yang mengantar makanan adalah orang yang dikenalnya."Loh, Mbak ... Sejak kapan Mbak Bina jadi driver ojol?""Baru hari ini. Alhamdulillah dapat dua orderan."Gadis yang dipanggil Kayla itu lalu mendorong pintu gerbang agar terbuka lebih lebar. Dia mempersilakan Sabrina memasuki halaman yang luasnya hampir seperempat lapangan bola."Ayo ikut masuk. Sudah sarapan belum tadi? Kalau belum, kita sarapan bareng, yuk!"Mata Sabrina tak berkedip saat memandang sekeliling. Rumah mewah di hadapannya itu adalah milik Kayla, putri tunggal Pak Muklis. Artinya, itu rumah bakal calon anak sambungnya.Kakinya urung melangkah lebih jauh. Urusannya hanyalah mengantarkan pesanan makanan Kayla lalu melanjutkan pekerjaannya sebagai pengemudi ojol. Seharusnya begitu. Namun, dia malah diajak hampir
Baca selengkapnya
Telepon Nyasar
"Dam, ada telepon, nih," seru Bu Ami.Adam sedang berganti baju di kamar sedangkan ponselnya ditinggal di meja makan karena mereka akan sarapan bersama."Dari siapa, Ma?""Enggak tahu, nomor tidak dikenal.""Tolong angkatin, Ma. Adam masih nyari SIM."Bu Ami meraih ponsel abu-abu milik Adam. Dia menekan gambar telepon berwarna hijau lalu tersambung dengan seseorang di seberang sana."Halo, Sayang ... Lagi di mana, nih?"Bu Ami menjauhkan ponsel dari telinganya sebentar, memeriksa nomornya, lalu mendengarkan lagi ucapan laki-laki yang menelepon tersebut. Ada perasaan was-was ketika ada laki-laki yang memanggil sayang ke anaknya. Zaman sekarang, semua hal serba terbolak-balik."Maaf, ini siapa?" tanyanya takut-takut."Baru tadi pagi kita ketemu, masa Neng Sabrina sudah lupa? Abang yang tadi nyegat motor Neng Sabrina di stasiun. Kamu lagi dapet orderan di mana?"Deg! Bu Ami makin tak mengerti kenapa ada orang yang mengaku-ngaku baru saja bertemu Sabrina, sang calon mantu idaman. Namun, a
Baca selengkapnya
Tetangga Julid Ladang Pahala
Sabrina merasa perekonomiannya sangat terbantu setelah menjadi driver ojol. Kalau kemarin-kemarin orderan menjahit bisa dipakai untuk membayar utang, uang dari mengojak bisa ditabung untuk mendaftarkan Alifa sekolah.Lelah, memang. Namun, dia tidak ingin menyerah. Masih ada satu PR besar yang harus dia selesaikan, yaitu menolak lamaran Pak Muklis dan menyudahi bantuan-bantuan dari mereka.Sabrina bukannya mau aji mumpung. Dia sudah terang-terangan menyatakan keberatan, tetapi keluarga Muklis masih tetap mengirim sembako dan membayar biaya berobat kedua orang tuanya. Di situlah dia merasa dilema. Jika bantuan berobat dihentikan saat itu juga, orang tuanya mungkin akan kembali sakit-sakitan.Motor Sabrina hampir menabrak pagar rumah tetangganya karena kurang fokus menyetir. Hari itu, dia mampir ke kontrakan lama untuk mengepak barang dan mengambil boneka Alifa. Bu Muklis memberi waktu sebulan lagi untuk mengosongkan dan memberi jawaban final.Karena mengerem mendadak, motornya oleng dan
Baca selengkapnya
Kebakaran Rumah
Sabrina baru sampai rumah orang tuanya menjelang Maghrib. Hari itu, orderan yang masuk lumayan banyak sehingga dia bisa mendapat bonus tutup poin. Senyum bahagia menghiasi wajah yang terlihat lelah."Alifa di mana, Pak?" tanya Sabrina sambil bangkit dari kursi.Dia berjalan ke arah dapur lalu menuang minum dari dispenser galon yang terlihat baru. Ah, jangan-jangan itu pemberian keluarga Pak Muklis juga, pikirnya. Makin lama, dia justru makin muak dengan segala hal di rumah ibunya yang merupakan hasil belas kasihan pengusaha kaya itu."Lagi main sama anaknya Bu Marni. Kamu bersih-bersih dulu, sana. Nanti jemput Alifa pulang sekalian suapin dia makan. Tadi siang cuma makan sedikit karena nyariin kamu terus," jawab bapaknya sabar.Sabrina merasa hatinya teriris karena harus meninggalkan sang buah hati. Selama ini, dia memang tidak pernah meninggalkan Alifa di rumah untuk bekerja. Tentu saja anak itu merasa kehilangan karena belum terbiasa.Mengambil handuk dan memasuki kamar mandi, Sabri
Baca selengkapnya
Dibawa ke Kantor Polisi
"Sab? Ada apa? Kenapa?" Bu Retno mendekati Sabrina dan mengguncang bahunya.Wanita beranak satu itu pun seolah-olah menemukan kesadarannya kembali. Dengan muka pias, dia menoleh ke ibunya."Bu, aku titip Alifa. Barusan tetangga ngabarin kalau rumah kontrakanku kebakaran."Bu Retno refleks menjerit kemudian mengucap istighfar. Kekagetan yang sama juga dialami oleh Pak Jaya. Tanpa membuang waktu, Sabrina bergegas mengambil jaket dan kunci motor untuk segera menuju rumah tersebut.Sabrina mengemudikan motornya dengan kecepatan tinggi. Jika dengan kecepatan rata-rata, dia baru akan sampai sekitar satu jam kemudian. Dia hanya berharap, semoga titik kemacetan dan lampu lalu lintas kali ini berpihak padanya yang sedang dirundung kemalangan.Air matanya bercucuran dari balik helm. Meski dia sudah tidak menempati rumah itu, tetapi kenangan akan kebersamaan keluarga kecilnya terus berputar di kepala. Di sanalah dia memulai bahtera rumah tangga, hamil, hingga membesarkan Alifa bersama suaminya.
Baca selengkapnya
Donasi untuk Sabrina
Jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Adam masih berkomunikasi dengan Gavin untuk memantau kondisi Sabrina. Kadang dia mondar-mandir di ruang tamu, kadang juga duduk dengan wajah frustrasi. Mulutnya tak putus-putus merapal doa, memohon agar Sabrina tidak kenapa-napa.“Gimana kabar Sabrina, Dam?” tanya Bu Ami. Wanita itu turut menemani Adam semenjak anaknya kembali ke rumah. Berita tentang kebakaran kontrakan Sabrina sempat masuk dalam tayangan breaking news saluran televisi lokal. “Masih ditahan di Polres, Ma.”“Ya Allah, kasihan banget. Memangnya nunggu apa lagi?”“Jadi gini, Ma. Kebakaran itu diduga terjadi karena arus pendek. Sabrina mengaku kalau lampu rumahnya sempat mati–nyala sebelum ditinggal dan dia lupa matikan saklar sebelum pergi. Status dia sekarang bisa naik jadi tersangka dan dituntut atas pasal kelalaian. Kecuali, pemilik kontrakan bersedia menyelesaikan secara damai.”“Astaghfirullah … Mama engga bisa bayangin gimana perasaan Sabrina. Dia sama siapa sekara
Baca selengkapnya
Pertemuan Tak Terduga
Adam duduk di kursi ruang tamu rumah orang tua Sabrina. Sebenarnya ototnya tegang, jantungnya dag dig dug tak karuan, tetapi dia berusaha stay cool. Sesekali dia menghembuskan napas lewat mulut untuk mengurangi grogi."Silakan diminum, Ustadz." Sabrina menaruh segelas es sirop berwarna merah menyala. Tampak segar di cuaca siang yang terik seperti sekarang.Setelah menyajikan minuman, Sabrina lantas duduk di sebelah Bu Retno dan Pak Jaya, berseberangan dengan Adam."Jadi, Nak Adam ini siapa?" tanya Pak Jaya.Sejak Adam datang, bapaknya Sabrina itu memang belum bertanya apa-apa. Dia hanya memperhatikan Adam dari ujung kepala hingga ujung kaki, bingung mengapa ada lelaki muda berparas tampan yang tiba-tiba bertamu."Bapak ... Kan Sabrina udah bilang kalau beliau ini guru ngajinya Alifa."Meski pelan, suara Sabrina masih bisa didengar Adam. Pak Jaya menepuk punggung tangan Sabrina sebagai isyarat agar anaknya itu diam. Mereka ingin mendengar penjelasan dari Adam langsung.“Seperti yang di
Baca selengkapnya
Jalan Buntu
Tentang luka. Meski katanya sudah sembuh, bekasnya sering kali tidak bisa benar-benar hilang. Nyerinya datang tanpa diundang. Dan itulah yang sedang Adam alami sekarang.Sepulang dari rumah orang tua Sabrina, Adam hanya berdiam diri di ruang tamu. Pertemuan singkat dengan Kayla setelah bertahun-tahun cukup mengejutkan. Terlebih, ada Bapak dan Ibu Muklis juga di sana. Dua orang yang dulu pernah menolak lamarannya untuk Kayla."Loh, pulang dari rumah Sabrina kok malah lesu?" tegur Bu Ami.Adam menoleh lalu tersenyum kecil. "Tadi saya ketemu Kayla sama orang tuanya di sana, Ma."Bu Ami membelalakkan mata. Dia lantas duduk di sebelah Adam untuk mengetahui kelanjutan ceritanya."Kok, bisa?"Adam mengedikkan bahu. "Entah. Sepertinya mereka cukup dekat karena Alifa langsung lari meluk Kayla waktu dia turun dari mobil.""Apa mungkin mereka ada hubungan saudara, Dam? Tapi Mama kurang yakin, ah."Adam sependapat dengan Bu Ami. Saat masih dekat dengan Kayla, dia sedikit banyak tahu tentang silsi
Baca selengkapnya
Hati-hati yang Patah
Alifa mengigau dalam tidur. Dia berulang kami menyebut kata 'Ayah'. Sepertinya gadis kecil itu memang sangat merindukan sosok ayahnya yang hangat meski sehari-hari jarang sekali bertanya.Setengah jam sekali, Sabrina mengganti kompres Alifa. Dia lakukan itu terus menerus hingga tengah malam. Pukul satu dini hari, panas Alifa akhirnya mulai turun. Sabrina yang tak kuasa lagi menahan kantuk pun ketiduran dalam posisi duduk di tepian ranjang.Pada saat itulah, Alifa berguling-guling di kasur lalu terjatuh dan menimbulkan suara berdebum yang cukup kencang. Kantuk Sabrina otomatis sirna ketika mendapati putri kecilnya mengerang kesakitan. Untung saja dipannya tidak terlalu tinggi, sehingga Alifa bisa ditenangkan sesaat setelah kejadian.Sabrina baru akan memejamkan mata setelah yakin Alifa sudah tertidur. Namun, anak itu mengigau lagi. Kali ini dia merengek seperti menangis dengan gerakan tangan seperti memeluk sesuatu. Berulang kali dia katakan, "Ini buku iqro aku, jangan diambil!"Ah, an
Baca selengkapnya
Alifa Opname
Sabrina tergesa-gesa memasuki lobby rumah sakit. Oleh satpam, dia diarahkan ke lantai dua, tempat Ruang Dahlia berada. Hatinya berkecamuk tidak karuan begitu sang ibu memberitahu bahwa Alifa dibawa ke rumah sakit karena kejang akibat panas tinggi.Perasaan bersalah membayangi Sabrina. Hanya karena panas Alifa sudah turun saat menjelang pagi, dia nekat pergi mengojek. Dia merasa telah menjadi ibu yang gagal karena kurang memperhatikan putrinya dan lebih mementingkan uang.Sabrina menuju meja resepsionis setelah keluar dari lift. Seorang petugas wanita muda menyapa dengan ramah dan menunjukkan letak kamar anaknya. Sepanjang menyusuri lorong rumah sakit, Sabrina mulai merasa pusing. Satpam dan petugas resepsionis bilang jika Ruang Dahlia adalah kamar VIP. Dia harus memutar otak untuk melunasi tagihan yang pastinya tidak sedikit.Tiba di depan kamar bernomor 203, Sabrina mengetuk pintu dan mengucap salam. Saat daun pintu terbuka, dia cukup terkejut mendapati para penunggu pasien. Bukan ha
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status