All Chapters of DIPANDANG HINA KARENA JANDA: Chapter 81 - Chapter 90
103 Chapters
Keluarga Besar
"Mas Hasan?!" Sabrina tidak bisa menutupi kekagetannya.Sosok yang muncul di ambang pintu adalah Hasan Maulana, kakak Sabrina yang selama ini tinggal berbeda kota dan hampir tidak pernah memberi kabar.Tiada angin tiada hujan, lelaki berusia 30 tahun itu pulang ke rumah orang tua bersama istri dan dua orang anaknya.Bu Retno mendekat perlahan. Ada rasa kesal sekaligus rindu yang merebak dalam dada. Selama ini, Hasan sering mengabaikan teleponnya. Nalurinya sebagai seorang ibu mengatakan bahwa kehidupan anaknya sedang tidak baik-baik saja.Deru mobil meninggalkan sedikit kepulan debu saat meninggalkan pekarangan rumah Sabrina. Tidak ada sorak sorai kegembiraan di sana. Yang ada hanyalah kebekuan ganjil."Assalamu'alaikum, Bu." Hasan meraih tangan Bu Retno dan menciumnya, diikuti istri dan kedua anaknya."Wa'alaikumsalam. Sehat, Mas?"Sabrina tahu, ibunya sedang mati-matian menahan tangis. Ibu mana yang tidak sedih ketika melihat anaknya kurus dan penampilannya sedikit berantakan? Padah
Read more
Mengalah Demi Kakak Ipar
Teriakan Sinta dari dalam kamar membuat seluruh penghuni rumah bergegas menghampirinya. Wanita itu berdiri di atas kasur dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Rambutnya yang panjang hampir sepinggang tampak kusut."Kenapa, Sayang?" tanya Hasan dengan nada khawatir. Sebelumnya, dia dan Pak Jaya masih menonton siaran langsung sepak bola nasional. Kedua anak mereka tertidur di depan televisi."Itu, Mas, ada kecoa!" rengeknya. Dia menunjuk sudut ruangan yang terhimpit lemari pakaian.Empat orang yang berjejal di ambang pintu mengedarkan pandangan. Mereka tidak mendapati hewan berwarna cokelat yang biasanya identik dengan tempat yang kotor tersebut."Mana? Nggak ada," sanggah Hasan."Tadi beneran ada, kok!""Seumur-umur tidur di sini, Ibu juga belum pernah lihat kecoa," sahut Bu Retno.Kamar yang mereka pakai memang sebenarnya adalah kamar Bu Retno. Dia tidak sekamar dengan Pak Jaya karena lelaki itu sering butuh kipas angin untuk meredam gatal pada kulit. Bu Retno sendiri tidak terlalu ta
Read more
Bersabar Meski Sulit
Sinta mematut diri di depan cermin besar di kamar Sabrina. Sebuah setelan celana kulot warna nude berpadu cantik dengan tunik motif bunga-bunga. Pashmina yang senada dengan kulot turut memperlengkap penampilan. Semua pakaian yang dikenakan Sinta itu adalah milik Sabrina. "Bikinin aku baju kayak gini juga dong, Sab. Kalau beli di mall mahal pasti," pinta Sinta. "Iya, Insyaa Allah kapan-kapan aku bikinin. Tunggu ada sisaan kain, ya. Lagian Mbak Sinta juga bakalan tinggal di sini, jadi nggak harus buru-buru." Wanita berwajah oval itu merengut. "Kok dibikinnya pakai kain sisa, sih? Yang baru, dong!" "Gini aja. Mbak Sinta beli kainnya, nanti aku yang jahitkan semuanya." "Ish, pelit banget sama saudara sendiri. Ya udah, deh, tunggu ada kain lebihan yang penting aku nggak bayar. Kamu kan tahu sendiri kalau Mas Hasan sekarang udah nggak kerja." Sabrina memasang senyum yang dipaksakan. Dia sudah banyak bersabar semenjak keluarga Hasan menginvasi kamarnya. Masalahnya, sebelum menjatuhkan
Read more
Sisi Lain Salim
Beni berlarian menuju Sabrina dan adiknya. Tangannya menggeggam erat sebuah benang yang terhubung ke layang-layang besar berbentuk capung. Kertas warna-warni itu meliuk di awang-awang. Pemiliknya tersenyum lebar dan beberapa kali melambaikan tangan kepada Salim agar mengejarnya. "Kak Beni dibeliin layang-layang sama Om itu?" tanya Bela setelah kakaknya tiba di hadapannya. Tangannya menunjuk Salim yang hampir sampai. "Iya. Om Salim baik banget. Padahal ini mahal, lho. Tadi dia bayar pakai uang lima puluh ribuan." Sabrina yang mendengar percakapan itu hanya bisa geleng-geleng kepala. Baru beberapa saat lalu dia menyombong di hadapan Salim, sekarang dia sudah tidak punya muka. Tadinya dia berpikir, Beni hanya akan menonton saja. Akan tetapi, anak-anak mana yang akan melewatkan kesempatan kalau ada orang yang menawarinya membeli sesuatu yang diinginkan? Lelaki berpipi tirus itu agak ngos-ngosan ketika sampai. Sabrina menundukkan kepala seraya berterima kasih. "Seharusnya nggak perlu
Read more
Menjahit Hadiah, Menyulam Luka
Sabrina berencana memindahkan lokasi kursus jahit yang semula diadakan di teras rumah. Pasalnya, tingkah dua keponakannya makin menjadi-jadi. Sudah tahu banyak perkakas kain, gunting, benang, dan lain-lain berserakan, Beni malah lari-larian di sekitar teras. Akibatnya, jempol kakinya terluka karena terlilit benang.Lain Beni, lain pula tingkah Bela. Gadis kecil berambut kriwil itu diam-diam mengambil peralatan milih salah seorang peserta. Dia mencorat-coret bahan kain berwarna putih yang semula akan dipakai untuk belajar menggambar pola. Dia juga memakai gunting untuk memotong rambut bagian depan. Akibatnya, ada sedikit pitak di bagian depan kepala.Melihat kondisi anak-anaknya, Hasan pun memarahi Sabrina."Harusnya ngadain kursus jangan di rumah dong, Sab. Udah tahu banyak anak kecil!" protes Hasan setelah membalut jempol anaknya dengan plester luka.Sabrina bersedekap dan tersenyum mengejek. "Nggak salah, nih, Mas Hasan marah? Harusnya aku yang marah, Mas! Karena ulah mereka, aku ja
Read more
Menjahit Hadiah, Menyulam Luka (2)
"Bechandyaa ... Bechandyaa...." Sabrina menirukan ucapan yang sedang viral di media sosial.Dia tidak mau mengambil hati ucapan ibunya. Jika memang Salim ingin melakukan pendekatan, sedari awal Sabrina akan menjaga jarak."Memangnya kenapa nggak mau sama dia? Lagipula Salim masih lajang," tanya Bu Retno penuh selidik."Ibu serius nanya ginian?""Yaa, serius. Maksud Ibu, mau sampai kapan kamu melajang? Beneran nggak mau nikah lagi sampai tua? Kali aja kamu mau punya suami lagi supaya bisa dibawa pergi dari sini.""Hmm ... Jadi ngusir, nih, ceritanya?"Bu Retno mencubit lengan Sabrina. Dia yakin, Sabrina mengerti maksud ucapannya. Sejak berkonflik dengan Hasan, Sabrina pernah bilang suasana rumah jadi kurang menyenangkan lagi."Gini ya, Bu. Aku nggak bilang nggak akan nikah lagi sampai tua. Tapi, untuk sekarang, aku belum menemukan alasan yang sangat kuat untuk melakukan itu.""Ibu itu ... Gimana ya jelasinnya? Sebenarnya Ibu kasihan sama kamu karena harus capek sendirian. Bapakmu sakit-
Read more
Peluang Emas
Hadiah-hadiah untuk Kayla sudah selesai dijahit. Sabrina juga sudah masukkannya ke dalam plastik klip bening agar terlihat sedikit eksklusif. Kalau dipikir-pikir, ya, memang eksklusif. Yang seperti itu tidak akan ditemukan di mana-mana karena Sabrina khusus menjahitnya untuk Kayla.Sebelum membungkusnya dengan kertas kado, wanita itu menimbang-nimbang sebentar. Dia ingin menyelipkan kartu ucapan, tetapi tidak punya kertas ucapan yang bagus. Tulisan tangannya pun jelek. Setelah cari-cari inspirasi dari internet, Sabrina memutuskan untuk mencetak kartu ucapan saja.Dia bisa membuat desain sederhana menggunakan aplikasi edit gambar. Kata-katanya singkat saja, intinya mengucapkan selamat menempuh hidup baru dan meminta maaf karena tidak bisa datang. Kalau sebelumnya dia harus cari-cari alasan, kali ini Sabrina punya alasan yang lebih kuat untuk tidak hadir.Sabrina harus segera mencari ruko kosong untuk disewa sebelum keduluan sama gerai es krim yang sedang viral. Makin cepat, makin baik
Read more
Membongkar Kedok Miskah
[trigger warning: adegan menjijikkan]Kayla mondar-mandir di kamarnya sambil memegang ponsel. Dia sedang menunggu kabar dari Bondan, orang suruhan yang dia beri tugas untuk memata-matai Miskah. Beberapa saat lalu, Bondan mengaku melihat Miskah baru keluar dari rumah seorang dukun.Kayla sebenarnya antara kaget dan tidak kaget mendengar kabar tersebut. Sikap Pak Muklis memang tidak wajar saat mengaku menyukai Miskah pasca ditolak oleh Sabrina. Selain itu, mereka juga ngebet sekali ingin menikah padahal Bu Muklis belum lama meninggal. Yang membuat Kayla cukup terkejut, ternyata wanita itu memang punya nyali demi mencapai mimpinya menjadi Nyonya Muklis.Hari H pernikahan mereka tinggal tiga hari lagi. Selama ini, Kayla dan Arfan masih terus mencoba membujuk Pak Muklis untuk membatalkan pernikahan. Namun, nihil. Juragan sembako itu seperti hilang akal dan tidak mau mendengar nasehat siapa pun. Bahkan, ancaman pecah kongsi usaha dengan orang tua Arfan pun hanya dianggap angin lalu.Target
Read more
Sah!
Deretan mobil memenuhi tempat parkir hingga sebagian terpaksa menepi di bahu jalan. Lalu lintas menjadi cukup tersendat karena pengendara motor pun turut berjubel ingin segera sampai ke lokasi resepsi. Bunyi klakson di sana sini beradu dengan kepulan asap, panas terpanggang sinar matahari.Papan karangan bunga berisi ucapan selamat juga berjajar di sisi luar gedung. Kuning, hijau, biru, merah, semuanya tampak meriah. Para petugas catering hilir mudik membawa wadah prasmanan yang menguarkan aroma nikmat.Panitia berseragam batik mega mendung tampak ramah menyapa para tamu undangan yang hadir. Motif mega mendung itu dipilih sesuai daerah asal keluarga besar Muklis, yaitu Cirebon.Empat orang penjaga buku tamu tampak cantik dalam riasan natural. Satu orang bertugas mengingatkan tamu untuk menulis nama mereka sebagai bukti kehadiran, satu orang bertindak sebagai penerima kado dan penjaga kotak amplop, sedangkan dua orang lainnya membagikan suvenir.Di sisi kiri gedung, dekat pintu masuk,
Read more
Bertolak ke Negeri Sakura
Satu buah koper besar, satu tas jinjing, dan satu ransel hitam sudah siap diangkut ke dalam mobil. Sofia memandangi barang-barang yang akan dibawanya itu dengan perasaan yang entah. Dia senang bisa kuliah lagi. Dia sedih karena harus meninggalkan keluarga di Indonesia. Dan dia merasa perlu segera pergi agar dapat move on dari Adam secepatnya.Sofia sadar, pembatalan pernikahan itu 100% adalah keputusannya sendiri tanpa intervensi dari pihak mana pun. Agak anomali jika dia yang ingin melupakan Adam lebih dahulu. Bukankah seharusnya sebaliknya?Lima hari setelah hari yang seharusnya menjadi tanggal pernikahannya itu, Sofia bertolak ke Negeri Sakura, Jepang. Bagi Sofia, keberangkatannya kali ini tidak lain hanyalah sebuah langkah untuk lari dari masalah dan akibat yang ditimbulkannya. Maka, tidak ada hal yang bisa dia harapkan selain agar Adam berbahagia tanpa dirinya."Sudah semua, kan? Nggak ada lagi yang ketinggalan?" tanya Pak Rudi memastikan. Barang-barang itu sudah berpindah ke bag
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status