All Chapters of DIPANDANG HINA KARENA JANDA: Chapter 71 - Chapter 80
103 Chapters
Undangan Pernikahan
Alifa membawa pulang balon dan berbagai snack setelah menampilkan pertunjukan baca puisi di sekolah. Banyak yang terharu setelah mengetahui bahwa puisi yang dia bacakan adalah buatan ibunya sendiri dan berkisah tentang ayahnya yang sudah tiada. Beberapa orang tua memberinya hadiah sebagai apresiasi ada keberanian dan ketegarannya. Tidak sedikit pula yang merekam momen itu dan membagikannya di media sosial.Sabrina menganggap itu sebagai sebuah berkah. Tidak punya suami bukanlah hal yang memalukan. Dia sungguh berharap, orang-orang itu berbuat baik bukan atas dasar kasihan. Dengan tersebarnya video Alifa di media sosial, Sabrina ingin menunjukkan bahwa anak yatim pun bisa tumbuh dengan baik dan tidak kekurangan kasih sayang.“Halo, Alifa cantik!” seru Kayla saat keduanya memasuki rumah.“Loh, kok ke sini enggak bilang-bilang, Kay?” Sabrina cukup terkejut dengan kedatangan gadis itu. “Udah lama nunggunya?”“Belum, Mbak, baru sekitar sepuluh menit.”Sabrina meletakkan tas Alifa di lantai
Read more
Kegalauan Calon Pengantin
Gadis cantik berhidung mancung itu duduk termangu di depan hotel tempatnya menginap. Bias-bias cahaya yang menghiasi keindahan langit sore Turki tetap tidak mampu mengobati kerinduannya pada Indonesia. Matanya hanya mengamati lalu lalang turis dan penduduk lokal yang asyik mengobrol bersama keluarga atau sahabat. Di satu sudut hatinya, ada ruang kosong yag terasa hampa."Andaikan Mas Adam ikut ke sini," gumamnya pelan.Sofia terlonjak ketika sebuah tangan memegang bahu kanannya. Ketika menoleh, dia mendapati sang nenek sedang tersenyum hangat."Cucu Nenek yang paling cantik lagi mikirin apa?" Bu Rum yang merupakan nenek Sofia lantas duduk di sebelahnya."Eh ... Emm, bbukan apa-apa, kok, Nek." Sofia tersenyum kikuk. Jelas sekali dia sedang menyembunyikan sesuatu."Barusan Nenek dengar nama Adam disebut. Tua-tua gini pendengaran Nenek masih bagus, lho."Sofia terkekeh. Memang susah mau main rahasia-rahasiaan dengan orang yang telah merawatnya saat masih kecil."Kalian lagi berantem?"Pe
Read more
Pertemuan Setelah Jeda
Adam berinisiatif mengajak Bu Ami untuk menjemput Sofia sekeluarga di Bandara. Meski belum ada benih-benih cinta di hatinya, dia berharap semoga usaha itu membuatnya jadi terbiasa.Dia tidak mau menikah hanya karena dorongan orang tua sebab sudah cukup umur. Sebisa mungkin, dia ingin menjadikan pernikahan itu sebagai salah satu ikhtiarnya membangun rumah tangga sakinah hingga ke surga."Mama seneng karena kamu akhirnya mau buka hati buat Sofia, Dam," ucap Bu Ami. Senyum tak lekang dari bibirnya yang dipulas lipstik warna nude."Insyaa Allah, ini yang terbaik, Ma.""Aamiin. Kamu bawa sesuatu untuk dikasih ke Sofia?"Adam terkekeh. "Ma, yang baru pulang dari safar itu mereka. Mestinya mereka yang bawain kita oleh-oleh.""Ya bawain bunga, kek. Atau apa gitu. Ih, kamu mah nggak romantis pisan!""Loh, itu lebih aneh lagi. Sejak kapan ada orang pulang umroh dikasih bunga? Sofia habis ibadah, Ma, bukan wisudaan." Adam sampai tertawa terpingkal-pingkal.Mulut di Ami komat-kamit karena mengger
Read more
Sedikit demi Sedikit
Sabrina bolak-balik melihat ke arah jalan dan pelataran rumahnya. Barangkali saja ada tetangga yang ingin mendaftar untuk kursus jahit. Namun, nihil. Hanya ada rombongan bocah sekolah dan para pengendara sepeda motor yang hilir mudik. Hingga pukul sebelas siang, baru satu orang yang mendaftar. Itu pun ada embel-embelnya, jadi ikut asalkan bayarnya boleh dicicil.Wanita itu menggigit bibir. Padahal sudah sejak pagi dia menyelesaikan pekerjaan rumah dan sengaja standby di warung agar bisa melihat siapa saja yang datang. Bahkan urusan antar jemput dan menemani Alifa bermain pun diserahkan kepada ibunya untuk hari itu."Gimana, Sab? Sudah berapa orang yang daftar?" Bu Retno tahu-tahu melongokkan kepala di ambang pintu warung. Dia baru saja pulang dari sekolah Alifa. Keringat masih membasahi dahi dan tepian jilbab hijaunya.Sabrina menggeleng seraya menunjukkan selembar kertas HVS yang masih dominan putih bersih. Raut sedih jelas sekali tergambar pada wajahnya yang ayu."Kenapa, ya, Bu? Ap
Read more
Bu Muklis Kritis
Sabrina sibuk mendata nama-nama peserta kursus beserta kebutuhan yang perlu dibeli. Berkat bantuan Bu Marni, jumlah total muridnya sudah ada 15 orang. Jumlah yang sebenarnya di luar ekspektasi Sabrina dan Venny karena target awal mereka hanya sepuluh orang.Tengah sibuk menghitung-hitung anggaran biaya, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di halaman rumah Sabrina. Tadinya dia pikir itu adalah Kayla. Namun, sosok yang keluar dari mobil gadis itu justru adalah sopir pribadi Pak Muklis.Sabrina meletakkan pulpen dan menutup buku. Keningnya berkerut. Ada apa gerangan sopir Pak Muklis datang ke sana? Bukankah mereka sedang sibuk menyiapkan acara pernikahan Pak Muklis dan Miskah?"Assalamu'alaikum, Bu Sabrina.""Wa'alaikumussalam. Mari silakan masuk, Pak."Lelaki berbadan kurus itu menggeleng. Wajahnya sangat serius. "Di sini saja, Bu. Saya ke sini untuk menyampaikan pesan dari Non Kayla. Hapenya sedang rusak."Itu lebih aneh lagi. Kalaupun ponsel rusak, bukan perkara sulit bagi Kayla untuk mem
Read more
Penyesalan Datang Terlambat
"Mbak, tolonglah aku ...." Nada suara Kayla terdengar putus asa.Sabrina menggeleng keras, berpikir selogis mungkin dan mengedepankan akal sehat. Saat ini, hati nurani harus mengalah terlebih dahulu agar hidupnya ke depan tidak makin runyam."Maaf, Kay, aku tidak bisa menemanimu ke luar negeri. Aku mungkin bisa memberi bantuan lain, tapi tidak untuk mengantar mamimu berobat.""Mbak Bina nggak kasihan sama aku? Papiku tergila-gila sama perempuan muda. Mamiku stress karena perempuan itu minta mahar nggak kira-kira. Terus tadi siang, Mbak Bina juga menolak datang waktu dijemput sopirku!"Sabrina mengawasi sekitar, takut-takut kalau Alifa atau orang tuanya bangun. Isi kepalanya seperti benang kusut."Kay, ingat, aku bukan siapa-siapa! Kamu masih punya ayah, punya banyak pembantu, dan punya kerabat baik dari pihak ayah atau ibu.""Semuanya aja ... Semuanya aja pergi ninggalin aku!" seru Kayla histeris.Sabrina tidak tahu apakah ada yang menemani gadis itu di rumah sakit, tapi emosinya jela
Read more
Cerita yang Terlewatkan
"Maafin aku, Mbak ...." Kayla mengucapkannya dengan terbata-bata di sela isak tangis.Hidungnya memerah dan beberapa kali dia harus menyekanya dengan tisu karena keluar cairan bening."Sssttt, nggak ada yang perlu dimaafkan," ucap Sabrina lembut. Dia mengusap kepala Kayla yang terbalut pashmina hitam."Aku udah nggak punya ibu, Mbak. Aku bisa apa di dunia ini kalau Mami pergi?" Gadis itu semakin membenamkan wajahnya di pelukan Sabrina."Ambil jeda Kay, nggak apa-apa. Kamu nggak harus selalu melakukan sesuatu. Ada kalanya kita memang butuh berhenti sesaat untuk menerima semuanya."Sabrina tahu rasanya ditinggal pergi oleh orang yang amat dicintai. Sesak, sakit, bingung, dan tidak tahu harus bagaimana. Rasanya seperti ada lubang yang menganga di dalam hati, yang seberapa kuat pun ditambal, tetap tidak akan bisa utuh kembali. Sesakit itu, memang.Perlahan-lahan Sabrina menuntun Kayla untuk duduk di kursi sebelah yang kebetulan memang masih kosong. Sabrina tidak melepaskan genggaman tanga
Read more
Merajut Mimpi
Lima orang peserta kursus jahit dasar duduk melingkar di teras rumah Sabrina yang tidak seberapa luas. Dari lima belas orang yang sudah mendaftar, Sabrina terpaksa membaginya menjadi tiga kelompok karena keterbatasan tempat. Selain itu, proses pembelajaran akan lebih efektif jika pesertanya tidak terlalu banyak.Masing-masing dari mereka sudah menyiapkan selembar kain, gunting, jarum pentul, penggaris, dan pensil. Hal pertama yang dipelajari adalah cara membuat dan memotong pola."Ternyata menjahit itu nggak mudah, ya? Saya kira tinggal pasang di mesin jahit, grek grek grek ... Jadi," celetuk Bu Marni, peserta kursus yang juga merupakan tetangga terdekat Sabrina.Peserta lain terkekeh dan mengangguk setuju."Benar, Bu. Nggak heran kalau ongkos jahit itu mahal. Yaa, karena ilmunya susah. Setelah belajar gini, saya jadi merasa bersalah karena dulu-dulu sering minta diskon waktu jahit seragam sekolah anak," sahut seorang wanita berkacamata bernama Bu Eli.Sabrina tersenyum kalem. Dia jad
Read more
Misi Menggagalkan Pernikahan
Katanya, pernikahan adalah ibadah seumur hidup untuk menggenapkan separuh agama. Menikah adalah ikrar suci yang bukan hanya mengatur hubungan antara manusia dengan manusia, tetapi juga manusia dengan Tuhan. Namun, masihkah pernikahan itu dianggap sakral jika hanya didasari hawa nafsu dan tipu muslihat?Pertanyaan-pertanyaan itulah yang muncul di benak Kayla kala memantapkan hati untuk mengeksekusi usulan Sabrina. Awalnya dia takut jika perbuatannya itu akan berbuntut dosa. Bagaimanapun, status Pas Muklis adalah duda. Sah-sah saja seandainya dia menikah lagi, di luar fakta bahwa istrinya belum genap sebulan meninggal.Akan tetapi, tetap saja hati kecilnya tidak terima. Miskah adalah wanita licik yang sepertinya punya niat jahat terhadap keluarganya. Bahkan sebelum menikah pun, dia sudah meminta mahar di luar nalar.Masih terngiang jelas ucapan Miskah pada hari pemakaman Bu Muklis."Kamu yang sabar ya, Kayla. Saya akan belajar menjadi ibu pengganti yang baik buat kamu."Saat itu Kayla t
Read more
Dua Undangan Pernikahan
Tidak salah jika ada yang bilang jodoh itu misteri. Buktinya, Adam dan Kayla pernah dekat di masa lalu dan kini akan melangsungkan pernikahan di tanggal yang sama. Bedanya, mereka akan duduk di pelaminan yang berbeda. Adam dengan Sofia sedangkan Kayla dengan Arfan.Itulah yang dipikirkan Sabrina saat menimang dua buah undangan di tangannya. Dia tersenyum, terkadang hati kecilnya mencelus karena roda kehidupan sungguh tidak bisa ditebak naik turunnya. Kalau boleh jujur, Sabrina pun pernah menaruh hati kepada Adam. Namun, dia tidak mau egois. Keadaannya serba terjepit saat itu. Lagipula, statusnya yang merupakan serang janda hanya akan membuat wajah keluarga Adam tercoreng. Bukan ... Sabrina bukan minder, tetapi tahu diri. Emas akan lebih pantas bersanding dengan emas, bukan dengan perak atau perunggu.Kini, tidak ada lagi ruang untuk galau. Sabrina akan terus berjuang menghidupi mimpinya. Meski harus berdiri di satu kaki, atau bahkan kaki bertukar posisi dengan kepala, Sabrina tidak a
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status