All Chapters of Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi: Chapter 51 - Chapter 60
80 Chapters
Bab 51. Pertapaan Hari Pertama
Bertiga mereka berjalan beriringan. Mbok Darmi, Srondok, dan Putri Padmarini. Memecah kegelapan malam dengan menggunakan obor. Nyala api obor melenggak lenggok macam pinggul penari tayub. Sedikit waktu melewati tengah malam. Suasana sangat sepi. Hanya suara gesekan dedaunan dan rerantingan yang membelai pendengaran. Berulang kali Putri Padmarini menengok ke belakang, karena merasa ada yang membuntutinya. Dia tidak mengetahui bahwa sukma Dewi Rukmini yang tengah mengekorinya. Suara air terjun yang mengguyur keras dari atas tebing terdengar bagai tetabuhan musik malam yang tak bertempo. Diseling dengan percikan air yang membasahi alam di sekitarnya. "Hati-hati kalian melangkah. Licin sekali tanah di sini," ujar Mbok Darmi lirih, memperingatkan Srondok dan Putri Padmarini. Meskipun suara Mbok Darmi sudah berada dalam volume terkecil, tapi gaungnya masih tetap terdengar. Bertiga mereka memasuki gua yang gelap dan lembab itu. Mbok Darmi mengarahkan nyala ob
Read more
Bab 52. Utusan Sanggabumi
Kelima putri keraton dsri Kerajaan Dimar itu tengah berkumpul di atas amben. Melakukan aneka kegiatan memasak yang semula wnggan mereka lakukan. Mengupas bumbu-bumbu, memetiki dedaunan, dan mengiris banyak jantung pisang. Semua mereka lakukan di atas amben. Sementara itu Nawang, Srondok, Trimbil, Wening, dan Srining berpencar dalam berbagai sudut ruang dapur. Srondok dan Trimbil tengah merebus irisan jantung pisang, Nawang dan Wening memarut kelapa, serta Srining mengaduk santan kental. "Ini gula merahnya sudah jadi, Mbil. Kamu letakkan di lemari bumbon sana," perintah Mbok Darmi seraya mengulurkan tenggok besar berisi gula merah berbentuk bulat. "Siapa kali ini yang membuat gula merahnya, Mbok? Kok bentuk dan warnanya bagus. Tidak seperti kemarin. Bentuk bulatnya kemarin itu kurang rapi." Trimbil mengambil satu bongkahan gula merah yang ada dalam tenggok dan melihatnya dengan seksama. "Walah, Nduk. Aku ya gak ngerti siapa yang bikin kemarin. Tahunya kan s
Read more
Bab 53. Aku Datang, Diajeng
"Siapa itu tadi, Ki Tirta?" tanya Putri Sekar Galih yang seketika melompat turun dari amben begitu sang pemilik suara lembut itu masuk ke dalam kamar mandi. "Ya itu tadi yang aaya ceritakan, Gusti Putri. Patih ... ah, saya lupa lagi," keluh Ki Tirta. "Dimas Bagus Penggalih," sahut Dewi Sekar. Mata Mbok Darmi dan Ki Tirta seketika membelalak. Lantas mereka berdua saling pandang dan tertawa tergelak. "Kalau nama lelaki tampan saja langsung ingat. Tapi coba kalau disuruh mengingat ajaran-ajaran yang diberikan Ki Guru, mana ingat?" ledek Mbok Darmi. Dewi Sekar mencebik. "Coba saja Ki Guru penampilannya macam Patih Dimas Bagus Penggalih, pasti saya akan cepat mengingat ajaran-ajaran yang diberikan," ujar Dewi Sekar seraya mengerling ke arah Putri Sekar Galih yang kini berdiri di samping Ki Tirta. "Ssstt, jangan berisik. Patih Dimas sudah keluar dari kamar mandi," seru Putri Padmarini. Sontak Putri Sekar Galih dan Dewi Sekar memasang sikap s
Read more
Bab 54. Rindu Berbungkus Katresnan
Ditemani oleh Ki Guru Saloka, Pangeran Gagat, dan Ki Tirta, Patih dua Dimas Bagus Penggalih dan Senopati Satria Cakra berjalan menuju ke gua tempat pertapaan Dewi Rukmini. Ki Tirta membawa piranti sesaji untuk diletakkan di depan Dewi Rukmini. Hari mulai beranjak gelap saat itu. Sepanjang perjalanan menuju ke gua, Patih dua Dimas Bagus Penggalih sama sekali tidak mengeluarkan kata sepatah pun. Hanya Senopati Satria Cakra yang lebih sering berbincang dengan Ki Guru Saloka dsn Pangeran Gagat. "Bagaimana perkembangan Gusti Ratu Dewi Rukmini selama menimba ilmu di sini, Ki Guru?" tanya Senopati Satria Cakra. "Dia murid istimewa saya, Gusti Senopati. Dua bulan berguru di sini, sudah sejajar dengan yang menimba ilmu selama dua tahun. Keseriusan dan kelapangan hati Gusti Ratu Dewi Rukmini menjadi modal utama cepatnya dia menyerap ilmu. Hampir mirip sifatnya dengan Ibunda Ratu Dyah Gayatri." Ki Guru Saloka menceritakan perkembangan Dewi Rukmini dengan penuh kekaguman.
Read more
Bab 55. Akhir Masa Pertapaan
Ki Guru Saloka berdiri di hadapan Dewi Rukmini. Diam sejenak sembari berkomat kamit mengucapkan do'a. Lantas sedikit membungkukkan badan sebagai sikap takdzim pada Sang Ratu Dewi Rukmini. Perlahan Dewi Rukmini turun dari batu besar datar yang menjadi singgasana pertapaannya selama 40 hari ini. Aura terang memancar makin berkilau dari wajahnya. Tak beraps lama kemudian disusul oleh Patih dua Dimas Bagus Penggalih, yang duduk di atas batu yang berada di samping Dewi Rukmini. "Terima kasih sudah menemani, Kangmas Patih," ujar Dewi Rukmini santun. "Sepertinya kita perlu berbicara mengenai pesan yang disampaikan oleh Gusti Romo Prabu Arya Pamenang." "Kalau begitu, mari kita sekarang ke pendopo," ajak Ki Guru Saloka. Di hadapan Ki Guru Saloka, Patih dua Dimas Bagus Penggalih, Senopati Satria Cakra, dan Ki Tirta, Dewi Rukmini mencabut tombak emas yang menancap lebih kurang jarak sedepa dari batu tempatnya bersemedi. Begitu mudahnya tombak itu dicabut oleh
Read more
Bab 56. Tsmsn Melati
Selesai sudah masa pertapaan Dewi Rukmini. Dia kini kembali harus berlatih dengan keras. Tanggung jawab memimpin sebuah kerajaan, bukanlah tanggung jawab yang mudah. Dewi Rukmini kini telah mengalami peningkatan secara batiniah. Lebih bisa bersabar, lebih bisa ikhlas, dan mulai bisa menafikan segala keinginan duniawi. Pembersihan jiwa dari segala keangkaramurkaan nafsu manusiawi, bisa dia jalani dengan hampir mendekati kesempurnaan. "Boleh saya membantu di sini, Mbok Darmi?" tanya Dewi Rukmini pada wanita tua, penguasa wilayah dapur padepokan. "Tentu saja, Gusti Ratu. Silakan panjenengan pilih sendiri, pekerjaan mana yang panjenengan kehendaki." Mbok Darmi merentangkan tangannya, menunjuk ke arah Nawang, Wening, Trimbil, Srondok, dan Srining. Dewi Rukmini tersenyum dan menatap satu persatu kelima anak buah Mbok Darmi. Dewi Rukmini memilih pekerjaan mana yang membutuhkan bantuan cepat. "Saya membantu Srining saja ya Mbok. Menguliti buah kelapa," ujar Dewi
Read more
Bab 57. Kalung Merah
"Apa yang terjadi dengan desa Kemuning, Ki Guru?" tanya Dewi Rukmini. Sore itu dia gagal mendapatkan bunga melati dalam jumlah yang banyak. Karena Srining dan Wening terus memaksanya untuk pulang. Sementara bunga melati yang tumbuh di dekat air terjun, hanya ada sedikit. "Sebenarnya itu bukan desa, Gusti Ratu. Hanya sebuah pedukuhan kecil yang masuk satu desa dengan padepokan ini. Sudah lama pedukuhan itu kosong. Kalau tidak salah sudah 20 tahun tidak berpenghuni." Dahi Ki Guru Saloka mengernyit. Sepertinya dia tengah mengurai bermacam peristiwa yang terjadi 20 tahun yang lalu. "Mengapa pedukuhan itu menjsdi kosong, Ki Guru?" tanya Dewi Rukmini. "Malam itu, tepat ketika waktu sudah di tengah malam, tiba-tiba seluruh penduduk kesulitan bernafas. Hanya ada 10 orang yang bisa selamat. Dalam kondisi lemas karena terjatuh, kesepuluh orang itu berjalan merangkak hingga keluar pedukuhan. Hingga tiba di pedukuhan Karanganyar tempat padepokan ini. Dan sepuluh orang yang s
Read more
Bab 58. Tarian Bersama Penari Ghoib
Suara gementang gamelan mulai berbunyi sesuai arahan Ki Guru Saloka. Pada awalnya gamelan itu bertempo lambat dan bermain di oktaf yang rendah. Namun, lama kelamaan temponya mulai berjalan cepat ditingkahi nada-nada tinggi. "Siapa sebenarnya yang menanam pohon melati di sana, Ki Guru?" tanya Dewi Rukmini. Dia menoleh cepat ke arah para niyaga ketika musik yang dimainkan tiba-tiba menghentak keras. "Kenapa mereka bermain gamelan begitu bersemangat?" gumam Dewi Rukmini. "Tidak pernah ada yang tahu, siapa yang menanam pohon-pohon melati di sana. Tanaman melati itu ada, lebih kurang satu tahun setelah kejadian gas beracun itu. Awalnya, Cempluk, anak Mbok Darmi datang dari suatu tempat, katanya bermain. Dengan membawa banyak sekali bunga melati yang diletakkannya dalam tenggok kecil. Dia minta Mbok Darmi untuk merangkai bunga-bunga melati itu menjadi kalung. Mbok Darmi menuruti permintaannya Dan begitulah, begitu kalung itu jadi dan dipakai oleh Cempluk, dia meminta para niy
Read more
Bab 59. Sedekah Bumi
"Siapa kira-kira itu, Ki Guru?" tanya Dewi Rukmini. Ki Guru Saloka tidak menjawab. Dia masih melihat ke arah Putri Lintang Asih yang masih duduk seraya memijit-mijit pelipisnya. Ki Guru Saloka memutuskan untuk menghentikan pentas tarian itu. Dan pentas dilanjutkan dengan acara campur sari.Kelima putri keraton dari Kerajaan Dimar itu berkumpul di sisi samping pendopo. Wajah mereka terlihat ketakutan. Sedikit pucat. Berulang kali mereka memeluk Putri Lintang Asih dan memberikan support. Karena Putri Lintang Asih terlihat shock dengan apa yang baru dialaminya."Apakah mungkin kelima penari yang membayangi kelima putri keraton Kerajaan Dimar itu adalah para penari dari desa Kemuning?" tanya Dewi Rukmini pada Ki Guru Saloka. Ki Guru Saloka mengernyitkan dahi. "Bisa jadi, Gusti Ratu. Saya memang pernah mendengar cerita tentang lima penari bersaudara yang meninggal dalam kejadian di desa Kemuning itu. Tapi selama ini belum pernah ada kejadian mereka datang saat kita mengadakan pentas kese
Read more
Bab 60. Pasukan Bertopeng
Derap kuda membelah kabut pagi yang menyelimuti tanah Sanggabumi. Lima puluh pasukan berkuda, yang mengenakan penutup wajah dan berpakaian serba putih, bergerak makin dekat ke arah Kerajaan Sanggabumi. Lebih kurang lima kilometer sebelum mencapai istana, Dewi Rukmini, pimpinan pasukan bertopeng itu menghentikan gerak laju pasukannya. "Ada apa, Gusti Ratu?" tanya Ki Tirta. "Saya harus memperkirakan kekuatan lawan dulu, Ki Tirta. Dan nampaknya kita harus berpencar di lima titik. Dan penyerangan itu kita lakukan langsung dari atas tembok pagar istana. Semua harus dilakukan dalam gerak cepat. Kita harus menggunakan ilmu bayu segoro seperti yang pernah diajarkan Ki Guru Saloka," ujar Dewi Rukmini. "Siap, Gusti Ratu." Ki Tirta mengangguk mantap. "Baiklah. semua siap?" teriak Dewi Rukmini. Serempak kelima puluh prajurit menjawab, "Siaaaap!" "Seraaaaang!" Teriakan Dewi Rukmini itu membahana seperti genta yang ditabuh dengan keras. Dalam gerap
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status