All Chapters of Bukan Salesman Biasa: Chapter 21 - Chapter 30
122 Chapters
Pihak Ketiga
“Siapa?” tanya Ardhan.Brakkk ... Braakkk ... BraakkkPria yang mengikuti mereka dari belakang itu memukul jendela belakang hingga depan. Tentu saja hal itu membuat keduanya terkejut. “Itu Mas Prama, Mas,” kata Kinanthi dengan suara yang pelan. Perempuan itu terlihat sangat ketakutan.Usai melakukan ha tersebut pengemudi motor itu tancap gas. Ardhan yang mengetahui kalau ternyata itu adalah Prama ikut memacu gas dalam-dalam. Ia tak ingin reka bisnisnya itu salah paham dengannya. Ia bertekad untuk bertemu dengan Prama dan menjelaskan semuanya.Baik Ardhan ataupun pengendara motor itu tak ada yag mau mengendurkan tensi mereka, adegan yang tercipta seperti di film-film action. Saling berkejaran satu sama lain, didalam mobil Kinanthi hanya bisa menangis.“Mas Ardhan kita sudahi saja. Tidak usah dikejar lagi,” larang Kinanthi.“Tetapi kita harus menjelaskan ke Pak Prama. Saya tidak mau terseret dalam kisah cinta kalian, saya hanya sekedar membantu saja,” tolak Ardhan. Ia bersikeras untuk m
Read more
Pria Asing Menyebalkan
Ardhan terkejut mendengar perkataan supir taksi tersebut, ia refleks kembali memandang wajah lelaki tersebut melalui kaca spion depan sembari berpikir siapa orang tersebut. “Wah kayaknya kamu beneran lupa,” ucap pria itu lagi. “Apa kita satu sekolah dulu? SMP ya?” “Bukan, kita pernah bertemu di suatu tempat. Yasudah tak apa kalau kamu lupa,” kata lelaki itu pasrah. Ardhan meminta maaf karena sama sekali tak ingat siapa lawan bicaranya itu. Ia lantas memulai perkenalan seperti orang yang baru kenal. Pria bernama Marco itu lalu menceritakan bagaimana awal mereka bertemu, ingatan Ardhan yang semula hilang tiba-tiba muncul termasuk bagian yang membuat kesal pada pria itu. “Bagaimana bisa aku lupa kejadian hari itu ya,” celetuknya. “Tak apa, namanya juga manusia ada lupanya juga,” balas lelaki berkulit coklat tersebut. Ardhan
Read more
Makan Siag Berpahala
“Saya masih merasa tidak enak hati pada anda, Pak,” akunya, raut wajahnya lelaki itu tampak murung. “Semoga Pak Ardhan tidak mengaitkan hal ini dengan kerjasama kita ya.”“Tentu saja saya tidak akan melakukannya Pak Prama, bahkan saya sudah melupakan hal tadi,” timpal Ardhan, ia menanggapi dengan bijak.“Syukurlah kalau begitu. Oh iya ini sudah jam makan siang, bagaimana jika kita makan siang bersama, saya yang traktir, Pak.”Ardhan mengiyakan ajakan makan siang dari rekan bisnisnya itu. Keduanya berangkat menuju restoran rekomendasi Prama menggunakan kendaraan masing-masing. Meskipun mereka berangkat berbarengan namun karena perbedaan yang jauh antara motor Prama dan motor gede milik Prama, lelaki itu sering tertinggal di belakang.Dirinya yang kesal dengan sikap Prama berhenti lebih dahulu. Ardhan kehilangan jejak Prama, sehingga ia meminta bantuan aplikasi petunjuk jalan. Berbekal arah dari aplikasi tersebut, ia meneruskan kembali perjalanannya.Setelah berjibaku selama 45 menit di
Read more
Surat Pernyataan
“Pak Ardhan ... Pak Ardhan malah minta doa dari orang seperti saya,” katanya sembari tertawa. “Mana mungkin dikabulkan Tuhan.”Ardhan yang semula tersinggung oleh sikap lelaki itu kini menjadi mengerti kenapa pria itu tertawa mendengar ucapannya. “Jangan bilang begitu Pak, kita tidak tahu doa siapa yang dikabulkan. Yasudah kalau begitu saya pergi dulu, sekali lagi terima kasih traktirannya Pak Prama semoga restorannya selalu ramai.”“Hati-hati di jalan Pak Ardhan,” ujar Prama.Ardhan menghidupkan motor tersebut dan bergerak meninggalkan restoran tersebut. Ia tak sempat memikirkan tentang sindiran dari Prama karena dirinya menikmati pemandangan di kanan dan kiri jalan. Banyak tempat yang bisa ia kunjungi bersama kekasihnya nanti.Dan kini lelaki itu sudah sampai di tempat kerjanya lagi. Pak Bobby memberikan dirinya tugas baru, Ardhan tak merasa kesulitan karena dirinya pernah mengerjakan tugas yang sama sebelumnya. Pekerjaannya selesai sebelum jam pulang tiba. Waktu luangnya itu ia gun
Read more
Sandiwara Pak Bobby
“Masih mau cari masalah denganku? Lupa ini masih area kantor.” “Tenang saja Pak, kami hanya ingin bicara saja,” ujar Jonas. “Ikut aku ke luar,” titah Moritz. Ardhan mengikuti langkah musuhnya itu menuju luar bangunan. Mereka pergi ke bagian kantor yang sepi. “Cepat katakan apa yang mau kalian katakan,” desak Ardhan, ia merasa curiga karena kedua orang itu membawanya menuju tempat yang sepi. “Begini Dhan kami berterima kasih karena kamu mengusulkan pada Pak Bobby untuk memberikan kami kesempatan serupa. Itu sungguh menyenangkan hati kami,” ungkap Moritz. Ardhan mengerutkan keningnya, ia sama sekali tak melakukan hal tersebut. Dirinya saja baru tahu diberi tahu atasannya dan melihat surat pernyataan mereka. "Harusnya kalian berterima kasih pada Pak Bobby,” sahut Ardhan. “Kami sudah melakuka
Read more
Cinta Lama Belum Kelar
“Kenapa kamu tidak suka ya?” tanya sang Ayah. Ardhan tak menjawab ia masih sibuk mengamati motor yang ada dihadapannya itu. “Motor yang kamu pilih kemarin stoknya sedang kosong. Kalau kamu tidak suka bisa –“ “Suka kok Yah, yang ini justru lebih bagus daripada yang aku pilih kemarin,” ucapnya. Ardhan tak menyangka ayahnya membelikannya motor yang mirip dengan motor milik Prama. Sekilas motor ber-cc besar itu mirip namun dari segi harga, motor Prama lebih mahal. “Jadi kamu suka motornya?” “Suka Yah, terima kasih,” kata Ardhan sembari memeluk ayah dan juga ibunya. Ia tahu pasti mereka membeli motor tersebut dari uang tabungan keduanya. Sang Ayah mengatakan jika semua surat-suratnya sudah ditaruh di meja kamarnya. “Aku coba test dulu ya.” Dengan dibantu sang Ayah, Ardhan mengeluarkan motor gede itu. Suara motor barunya sungguh
Read more
Pria Berengsek
Ardhan tentu saja terkejut mendengar kalimat umpatan meluncur dari mulut lelaki itu. “Apa maksud Pak Prama mengatakan saya begitu?” ujarnya. Namun bukannya menjawab Prama justru tak menggubris perkataan Ardhan.Lelaki itu malah pergi setelah mendapat telepon dari seseorang. Ardhan yang masih penasaran mengejar pria itu hingga ke teras gedung tiga lantai tersebut. Ia menunggu Prama hingga selesai bicara dengan orang yang menelponnya.“Pak, saya masih ingin tahu kenapa Bapak –“Ucapannya berhenti karena ada seseorang yang datang dan langsung menyapa Prama. “Pak, maaf saya terlambat Pak tadi mobilnya bannya kempes,” ujar lelaki itu yang disinyalir merupakan anak buah Prama. “Sendirian Pak?”“Iya Pak tim kita belum ada yang datang,” jawabnya. Mereka pun terlibat obrolan mengenai internal perusahaan tersebut, Ardhan tahu diri sebagai pihak luar ia tak boleh mendengarkan pembicaraan mereka. Alhasil ia tak tahu jika pegawai tersebut menanyakan keberadaannya. “Ada tetapi sekarang tidak tahu k
Read more
Halusinasi
Ia terkejut bukan main saat menyadari hal tersebut. “Tidak mungkin,” batinnya. Karena tidak percaya, Ardhan kembali mencobanya. Lelaki itu berdiri di depan Prama, ia ingin mengatakan sesuatu padanya. Tetapi Prama lebih dahulu bertanya padanya. “Ada apa Pak Ardhan? Ada yang salah dengan ucapanku?” “Tidak, Bapak bebas mengatakan apapun tentang saya. Tetapi saya tidak pernah berniat untuk menandingin anda, Pak. Jika permasalahannya dikarenakan motor kita sama, menurut saya itu terlalu kekanakan.” Prama tertawa mendengar perkataan Ardhan barusan dan tersebut membuat dirinya bertambah kesal. Pria itu terlihat semakin meremehkan dirinya. “Begini ya Pak Ardhan, kekanakan atau tidak itu adalah keluhan saya terhadap anda. Terima saja.” “Saya terima Pak meskipun itu tidak masuk akal, tidak pantas dikeluhkan untuk laki-laki seumuran kita.” 
Read more
Kabar dari Kekasih
“Sewa? Saya tidak menyewa motor Pak,” kata Ardhan tak terima jika disebut demikian.“Saya bercanda Pak,” ucap Prama lagi. “Jangan dibawa serius begitu.”Ardhan ingin sekali marah pada pria tersebut sayangnya tidak bisa ia lakukan, mau tak mau Ardhan harus menahannya. Prama yang ketus berubah dengan cepat menjadi pria yang baik. Karena kantor mereka dekat dengan salah satu coffe shop terbesar dan terkenal maka ia menawari Ardhan minum kopi.“Tidak usah Pak, terima kasih,” tolak Ardhan. Bukannya ia tak suka kopi, Ardhan hanya tak mau merima kopi dari pria yang berulang kali membuatnya sakit hati. Usai menolak kopi dirinya segera masuk ke dalam ruang kerjanya.Rupanya Prama mengekor di belakang, setibanya di ruangan tersebut Ardhan langsung bersih-bersih mejanya.Hal yang sama juga dilakukan oleh lelaki itu. Ia meniru apapun yang Ardhan lakukan. Lama kelamaan ruangan kerja tersebut dengan para pegawai lainnya.Jam kerja sudah tiba mereka semua mengerjakan tugasnya masing-masing. Ardhan ta
Read more
Menantu Idaman
“Bagaimana bisa kacamata seperti bisa dipakai untuk melihat setan?” ucap Ardhan. “Bapak ini ada-ada saja.” “Liat kacamatanya saja masih dipakai anaknya,” imbuh sang Ibu. “Lagipula mana bisa jual kacamata bisa beli sepeda motor.”Karena malu atas perbuatannya tanpa berpamitan lelaki itu pulang ke rumahnya. Tak lama kemudian ayahnya datang bersama dengan motor yang diimpikan oleh anak semata wayangnya.“Ayah dari mana?”“Aku harus mencoba motormu sebelum kamu memakainya. Barangkali ada yang salah ternyata semuanya aman,” ungkapnya seraya turun dari motor. Pria berkulit coklat itu menyuruh anaknya untuk mecoba motornya.Tentu saja Ardhan langsung mengiyakannya tanpa basa-basi ia menaiki motor tersebut kemudian berkeliling kampung. Ia meneruskan rute berkelilingnya hingga kampung sebelah lalu pulang melalui jalur alternatif depan rumah Kinanthi.Dari jauh dirinya sudah memelankan motornya, barangkali ia kembali melihat Prama dan Kinanthi. Sesuai harapannya, ia melihat Kinanthi masuk ke d
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status