Semua Bab Bukan Salesman Biasa: Bab 51 - Bab 60
122 Bab
Kembali ke Awal
“Tidak mau, aku harus ke kantor,” jawab Ardhan tegas.“Pintar, jawaban yang bagus. Jangan-jangan kamu sudah tahu kalau di mobil itu tidak ada Kinanthi ya.”Ardhan membulatkan matanya, ia terkejut mendengar perkataan si Kakek. “Di mobil itu tidak ada mbak Kinanthi?” ucapnya sangsi.“Kalau tidak percaya coba kejar saja mobil itu,” ujar Kakek itu santai. Ardhan mendengus kesal, gas motornya dipacu lebih keras lagi, alhasil tak perlu waktu lama dirinya sampai di kantor. Karena datang lebih awal, dirinya bisa memilih tempat parkir. Ardhan kemudian ‘menyimpan’ motornya di sisi kiri baris ketiga bersama dengan motor-motor mahal lainnya.Setelah itu ia melangkah masuk ke dalam kantor, kaki jenjangnya membawanya cepat menuju lift. Ia sudah aman sekarang berada dalam bujur besi. Detik berikutnya ia sudah sampai di lantai yang dituju. Ia melangkah menuju ruang kerjanya. Suasana ruangan super besar sangat sepi. Hanya ada beberapa karyawan di sana.Seperti biasa, ia menyapa mereka dengan ramah. Me
Baca selengkapnya
Mata Turun ke Hati
“Kinanthi.”“Kinanthi? Dia bukan orang terdekatku, Kek. Sejak kapan dia jadi orang terdekatku,” oceh Ardhan tak terima jika Kinanthi disebut sebagai orang yang dekat dengannya. Si Kakek tak lagi meneruskan kalimatnya, yang terpenting ia sudah menyampaikan apa yang perlu Ardhan ketahui.Sosok pria itu menghilang setelah Ardhan sampai di rumahnya. Sore ini dirinya diminta sang Ibu untuk menemani pergi berbelanja kebutuhan rumah di Mall. Tentu saja pria itu bersedia, setelah berganti baju keduanya berangkat menggunakan motor ayahnya.Ardhan senang bisa menemani ibunya berbelanja karena sebelumnya ia tak punya kesempatan untuk melakukan tersebut. Selama jadi salesman, ia selalu pulang malam, komunikasi dengan kedua orang tuanya juga tidak berjalan lancar sehingga mereka sering bertengkar.Tempat yang dituju mereka adalah supermarket, ibunya membeli banyak barang kebutuhan rumah. Sesekali Ardhan memberikan saran dalam memilih produk yang tepat. Semua belanjaan sudah dibeli namun mereka tak
Baca selengkapnya
Pengalaman Salesman
“Tidak bisalah, mana mungkin aku bisa menghapus ingatan seseorang,” tolak si Kakek.“Bukannya waktu itu Kakek bisa menghapus ingatan Prama juga, waktu kita bicara di tanah kosong itu,” ujar Ardhan, ia berusaha mengingatkan si Kakek.“Tidak bisa Ardhan! Tidak ada kemampuan seperti itu, kamu ini aneh-aneh saja.”Sosok itu menghilang entah ke mana, meninggalkan Ardhan yang berdiri kebingungan. Ia mendengus kesal kemudian kembali ke atas ranjangnya. Ia merebahkan tubuhnya di kasur, perlahan-lahan matanya coklatnya itu mulai tertutup dan ia tertidur pulas.“Tidak usah kamu suruh, aku juga akan melakukannya, Dhan,” gerutu si Kakek. “Demi masa depanmu, aku sudah melanggar aturan dua kali.”Rasanya baru sebentar ia tertidur kini Ardhan sudah harus bangun lagi dan bersiap untuk kerja. Usai mematikan alarm, ia turun dari ranjangnya dan beralih ke luar kamar. Mandi, ganti baju, bersiap dan sarapan, semua itu harus dilakukannya setiap pagi.“Bawa bekal lagi?” tanya ibunya.“Iya Bu, aku bawa bekal
Baca selengkapnya
Kepergian Prama
“Masalah yang semalam ... saya ... ““Pak Ardhan setuju ‘kan dengan pendapat saya,” ujar Prama. Ardhan meneguk salivanya, ia bingung harus merespon apa. “Tanah itu luas dan letaknya strategis lho, Pak.”“Tanah apa ya Pak?” tanya Ardhan bingung.“Kok tanah apa, tanah yang kita bicarakan semalam.”“Maaf Pak tetapi semalam kita tidak bicara tentang tanah, mungkin Pak Prama salah orang.”Prama terdiam, sepertinya ia mencoba mengingat sesuatu. Ardhan yang tegang memandang ke arah Kakek. Jantungnya berdegup dengan kencang. “Oh iya benar, semalam kita tidak bicara tentang tanah,” kata Prama. Ardhan menyunggingnya senyum simpul. “Bahkan semalam kita tidak bertemu ya Pak.”“I –iya Pak,” sahut Ardhan.“Maaf Pak saya salah orang, akhir-akhir ini banyak orang yang saya temui jadi semua memori tercampur,” ujar Prama. “Lupakan saja Pak yang tadi, sekarang kita fokus saja kerja.”Prama kemudian melangkah masuk menuju ruangan besar itu sedangkan Ardhan berjalan menghampiri Kakek yang tersenyum kepada
Baca selengkapnya
Sakit Jiwa
“Sebaiknya berhenti atau tidak, Kek?” tanya Ardhan balik.“Dia sedang terpuruk, kamu mau menolongnya?”“Kek, jangan bertanya terus padaku. Aku tidak tahu jawabannya, sebaiknya menolong atau tidak,” jawab Ardhan. Di satu sisi ia kasihan melihat Prama namun di sisi lain dirinya malas berhubungan dengan pria itu. “Bagaimana Kek?”“Tolong saja, barangkali dia butuh bantuanmu,” sahut Kakek memberikan arahan agar Ardhan mengambil tindakan. Lelaki berwajah tampan itu menuruti perkataan si Kakek, perlahan ia mendekai sosok tersebut.Prama sepertinya tidak menyadari kedatangan Ardhan, ia terus menatap lurus ke jalanan. Setelah mematikan mesin motornya, Ardhan kemudian ikut duduk di samping rekan bisnisnya itu. Prama sama sekali tak bergerak atau mengatakan sesuatu padanya.Ardhan akhirnya membuka obrolan, ia menyapa lelaki di sampingnya itu. “Kenpa berhenti di sini, Pak?”“Tidak tahu, Pak. Saya hanya ingin berhenti di sini saja,” jawab Prama. Ardhan menatap sosok si Kakek yang juga ada di anta
Baca selengkapnya
Kacamata Khusus
“Teman apa? Mas Ardhan bawa teman ke mari? Kakek-kakek?” cerocos Kinanthi.“Jawab Mas!”“Teman siapa? Mana ada teman kakek di sini?” jawab Ardhan panik. Ia menduga jika teman Kinanthi itu bisa melihat sosok Kakek.“Memang tidak ada di sini tetapi di pikirannya si Mas ini,” lanjut teman Kinanthi tersebut. Ardhan tertawa keras untuk menutupi kepanikannya. “Tadi aku perhatikan Mas Ardhan ini bicara sendiri, dari gerak-geriknya seperti dia bicara dengan sosok yang lebih tua.”“Oh begitu, jadi kamu berkesimpulan jika teman khayalan Mas Ardhan seorang kakek-kakek ya,” imbuh Kinanthi.“Tidak mbak, saya tidak bicara sendiri dan tidak punya teman khayalan,” kata Ardhan, ia membuat penekanan agar kedua perempuan itu mempercayainya. “Anggaplah begitu, saya bicara sendiri dan lain sebagainya. Mungkin secara tidak sadar aku melakukannya.”“Maaf ya Mas jika saya membuat anda tersinggung dan tidak enak hati, saya tidak bermaksud demikian,” ujar ahli psikis tersebut. Ardhan tak mempermasalahkan hal t
Baca selengkapnya
Curi Pandang
Bukannya menjawab Ardhan justru menoleh ke arah sosok Kakek yang berdiri tak jauh darinya. Ia tak mengerti kenapa Prama bertanya seperti itu. “Maklum saja, ada kesalahan dalam memanipulasi ingatannya.”“Pak Ardhan ... Bapak belum menjawab pertanyaan saya tadi,” tuntut Prama.“Bagaimana ini Kek,” gumam Prama. Sosok Kakek itu menggelengkan kepalanya, bukannya tidak jawabannya tetapi pria itu membiarkan Ardhan berpikir sendiri.“Karena ... Pak Prama ... kemarin ...”Ardhan mencari kalimat yang pas untuk menjawab pertanyaan lelaki itu. Mata bergerak ke sana ke mari, otaknya bekerja keras untuk berpikir.“Oh iya sangat ingat, kemarin saya –“Prama menghentikan ucapannya karena ponselnya berdering, ada sebuah panggilan masuk. Ia mengangkat telepon sembari menjauh dari Ardhan. Dan kesempatan baik itu digunakan Ardhan untuk melarikan diri, ia masuk ke dalam ruang kerjanya.Ia menyibukkan diri dengan membersihkan meja kerjanya, menghidupkan komputernya dan melakukan hal-hal yang tak biasa ia l
Baca selengkapnya
Prama is Back!!
Ardhan memundurkan langkahnya ketika mengetahui hal tersebut, ia tak menduga jika ingatan Prama akan kembali. “Katanya Kakek sudah menghapus ingatannya,” ujar Ardhan, ia meninggikan suaranya.“Sstt, pelankan suaramu. Kamu mau dikira gila oleh atasanmu?”Ardhan segera menutup mulutnya kemudian berjalan mendekati si Kakek. “Katanya Kakek sudah menghapus ingatan Pak Prama, bagaimana bisa dia jadi ingat semuanya lagi.”“Aku hanya bercanda tadi,” goda si Kakek. “Tetapi tentang dirinya yang sudah sepenuhnya kembali menjadi seorang Prama itu sungguhan. Lihat besok, dia kembali membuatmu kesal bahkan bisa ...”“Bisa apa Kek? Bicara jangan sepotong-sepotong begitu.”“Bicara di jalan saja, ada banyak kuping yang mendengar dan mata yang melihat,” ujar si Kakek lalu menghilang. Ucapan pria tua itu membuat Ardhan seketika mengedarkan pandangannya ke segala sdut koridor kantornya. Tak ada siapapun di sana, hanya ia sendiri dan pak Bobby di ruangannya.“Jangan-jangan dia bicara masalah hantu lagi,”
Baca selengkapnya
Lho kok ngamuk?
“Bantu apa Pak?” tanya Ardhan, Prama mengajaknya menuju meja kerjanya. Perasaan Ardhan bercampur aduk, ia mencoba utuk tak takut tetapi waspada. Dari sikap dan aura yang terpacar Prama lebih kejam dan berkuasa dibandingkan sebelumnya.“Pak Ardhan bisa memperbaiki ini?” ujar anak konglomerat itu sembari menunjukkan bagian komputernya yang rusak. “Saya lihat kemarin Pak Ardhan memperbaiki komputer anda, mungkin sekarang bisa membantu saya.”“Coba saya periksa dulu ya Pak,” kata Ardhan mencoba melihat separah apa kerusakan komputernya. Meski tak bukan lulusan teknik komputer namun Ardhan bisa memperbaiki komputer yang eror.Entah gugup atau memang kerusakannya yang parah, Ardhan menyerah untuk memperbaiki komputer lelaki tersebut. Ardhan meminta maaf karena tidak bisa membantu rekan bisnisnya itu. “Maaf Pak, saya sudah berusaha tetapi komputer anda tetap tidak bisa menyala.”“Sayang sekali ya Pak, saya sudah buang-buang waktu selama setengah jam tetapi tidak ada hasilnya. Sia-sia, percum
Baca selengkapnya
Kesempatan Kedua
Raut wajah Ardhan berubah, matanya berkilau, emosinya memuncak. Ia bersiap untuk memukul pria di depannya yang tak kalah garang. Si Kakek terus menahannya tetapi Ardhan sudah gelap mata, ia tak bisa menahan amarahnya lagi.Mudah bagi lelaki itu untuk melumpuhkan lawannya, dalam beberapa kali pukulan Ardhan bisa membuat Prama bertekut lutut. Prama terduduk di lantai usai mendapatkan pukulan di wajah dan perutnya. Ardhan tampak begitu puas menyalurkan kekesalannya yang selama ini terpendam.Begitu pula dengan para penonton dadakan yang menikmati pertengkaran tersebut, tak ada dari mereka yang melerai kedua petarung tersebut. Sepertinya mereka juga ingin atasannya menerima balasan atas perbuatan jahatnya selama ini.“Kau puas?” sindir si Kakek. Ardhan yang sibuk mengatur napasnya diam seribu bahasa. “Ada hal besar yang akan terjadi, kau akan me—““Persetan dengan yang lain, pria berengsek itu harus menerima ganjarannya,” ujar Ardhan memotong perkataan si Kakek. Ia sudah masa bodo dengan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
13
DMCA.com Protection Status