Semua Bab Istri Tuli Yang Kau Buang: Bab 61 - Bab 70
121 Bab
Bab 61 Membalik Fitnah
Bab 61 Membalik FitnahAwal Oktober, sinar matahari dengan digdaya memamerkan kekuatannya menjilat bumi. Panasnya membakar kulit siapapun yang berani melawannya.Musim kering kali ini, lebih panjang dan ganas daripada tahun lalu. Cuaca yang panas dan gerah membuat sebagian orang malas keluar rumah.Tapi Bening tidak, dia tetap bersemangat menyapa hari. Ia lewati panasnya jalan aspal yang melelehkan ban motornya dengan senyum mengembang. Ada banyak hal yang harus ia kerjakan untuk Joli Flower.Sesampainya di Joli Flower, ia sengaja memarkir motornya di depan Bank BNI, jaraknya 10 meter dari Joli Flower, kemudian berjalan kaki ke sana. Kemudian ia melihat Tanto dan Adit berjalan di depannya.“Kasihan Ibu Bening, gara – gara video viral itu, banyak client berhenti berlangganan. Kita juga yang kena imbasnya. Kita kemungkinan besar tidak mendapatkan bonus. Mana aku baru pinjam uang untuk membantu Ibu memperbaiki rumah,” keluh Ismail.“Lebay amay kamu, Il, baru juga dua hari kejadiannya. Ka
Baca selengkapnya
Bab 62 Typo membawa berkah
Bab 62 Typo membawa berkah "Sebentar, ya, Ibu - ibu, silahkan duduk dulu kalau mau mendaftar." Dengan lemah lembut Bening mengarahkan segerombolan ibu - ibu ke tempat duduk yang tersedia. Wanita itu kemudian mendatangi Tanto yang menunggu dengan tegang. "Ada masalah gawat apa?" tanya Bening. "Yang mendaftar melebihi quota, Bu." "Memangnya ada berapa orang yang mendaftar?" "1000 orang!" Tanto memperlihatkan jawaban orang yang antusias mau mengikuti kelas gratis merangkai bunga. "Wow! Luar biasa! Kamu tinggal bilang kalau quota kita cuma 90 orang. Setelah itu nanti kita bagi sesuai schedule yang mereka mau," kata Bening senang. Raut muka Tanto tampak semakin kalut. Matanya merah seperti hendak menangis. "Tapi, masalahnya tidak sesederhana itu, Bu. Saya melakukan kesalahan. Quota yang saya tulis untuk 900 orang!" "Haaaa!!" Bening melotot. Dia memejamkan mata beberapa saat, kemudian matanya menyisir sekitar. Raut mukanya berubah tegang. "Ikut ke ruangan saya sekarang! Panggil jug
Baca selengkapnya
Bab 63 Secret Admirer
Bab 63 Secret Admirer“Apa boleh saya ikut kelas gratisnya, Mba?” kata Ibu Irina dengan senyumnya yang khas.“B-boleh, Bu…” ucap Bening gagap sekaligus senang. “Silahkah, Ibu Irina duduk sebentar. Saya mempersiapkan alat – alatnya dulu.” Dia menepuk pundak Ismail dan Tanto yang masih tertegun menatap Ibu Irina tak percaya.“Ismail, tolong keluarkan bunga – bunga kering di gudang, mangkuk melamin, berikut moss.” Sebuah ide mendadak muncul di benak Bening.Setelah itu dia menemui Ibu Irina. “Maaf, Bu, menunggu. Staff saya masih mempersiapkan bahan – bahannya.”Ibu Irina tersenyum hangat. “Tidak apa – apa saya mengerti. Saya memutuskan mampir ke sini, karena tertarik dengan banner itu. Siapa yang buat?” Dia menunjuk banner dengan dekorasi bunga – bunga yang artistic.“Saya, Bu dibantu staff.” Ekor mata Bening melihat ibunya datang bersama dengan ibu – ibu lain.“Bagus sekali!” puji Irina.“Maaf, Ibu, apa Ibu tidak keberatan, jika ibu – ibu lain turut bergabung?”“Silahkan… silahkan… Mba,
Baca selengkapnya
Bab 64 Lelaki di tepi sungai
Bab 64 Lelaki di tepi sungai “Kok malam sekali pulangnya?” tanya Herni, saat membukakan pintu untuk putrinya. “Ajeng kerja di dua tempat, Bu” sahut Ajeng malas, Ia kemudian memberikan sebungkus nasi dan krupuk ke tangan sang ibu. “Tadi, sebelum pulang, Ajeng membeli nasi dulu buat Ibu.” Herni menggeleng. “Nasinya buat masmu saja, Ibu sudah makan di rumah Ibu Setyo sehabis menggosok di sana.” Hati Ajeng ngilu. Ibunya selalu mementingkan Ibra. “Mas Ibra terus yang Ibu pikirkan, apa Ibu memikirkan diriku juga. Ajeng pontang – panting bekerja supaya kita tetap hidup dan membiayai kuliah Ajeng,” sungutnya. Mata Herni berkaca – kaca. “Kakakmu butuh dukungan kita, Jeng. Ibu dan kamu. Dia keluarga kita.” “Dukungan sampai kapan? Mas Ibra sendiri yang membuat dirinya jatuh, dan dia sendiri tidak mau bangkit. Sampai Ibu menjadi wanita penghibur demi memenuhi kemauan Mas Ibra. Tapi apa yang Ibu dapat? Ibu malah dipukuli dan semua barang - barang dia jual sampai sendok dan piring buat kita
Baca selengkapnya
Bab 65 Kabar buruk
Bab 65 Kabar buruk Hari masih gelap gulita tapi Herni tergerak untuk bangun. Kakinya yang mulai kena rematik dipaksanya untuk berjalan membelah dingin menuju sungai, tak jauh dari tempat tinggalnya. Dibawanya ember dan pakaian kotor serta ember kecil tempat sabun untuk dipakainya nanti. Sebenarnya di tempat kosnya ada kamar mandi bersama, tapi dia enggan menggunakannya. Kamar mandinya jorok, bau pesing, kadang malah ada kotoran yang mengambang belum disiram. Hal itu membuatnya mual. Maka jika ada yang menyuruhnya untuk bersih – bersih rumah atau menyetrika, Herni selalu meminta ijin pada tuan rumahnya untuk mandi sebelum dia pulang ke kos. “Andaikan saja Ibra tidak neko – neko, mungkin hidupku tidak berakhir di sini,” keluh Herni sambil terus berjalan. UPS Langkah Herni terhenti karena kakinya menginjak sesuatu. Wanita berjongkok dan memeriksa apa yang diinjaknya barusan. Matanya terbelalak mengetahui barusan yang dia injak adalah sesosok tubuh. Posisinya tertelungkup. Herni
Baca selengkapnya
Bab 66 Denial
Bab 66 Denial “Hah… Kakak saya kena AIDS?” Ajeng nyaris tidak percaya dengan pendengarannya. “Betul. Kakakmu juga pecandu narkoba. Alangkah baiknya jika dia direhabilitasi, supaya bisa maksimal mengobati AIDS-nya.” Seluruh otot di tubuh Ajeng serasa lepas. Ia lemas sekali hingga penjelasan Dokter hanya lewat begitu saja di kepalanya. Dia terlalu syok dengan beban berat yang harus ia pikul. Beban berat memukul dada Ajeng. Pupus sudah harapannya untuk melihat kakaknya kembali segar seperti semula. “Terima kasih, Dok.” Hanya itu yang dapat ia katakan, sembari menerima hasil laboratorium. Ajeng berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan kepala menunduk. Langkahnya seperti tidak menjejak tanah. Pikirannya terlalu kalut, hingga membuatnya tak mampu mengangkat kepalanya tegak. Di depan kamar perawatan Ibra, gadis itu melihat Leong menunggu dengan muka yang sulit ditebak. “Ajeng apa kamu menangis?” tanya Leong perhatian, saat menyadari mata gadis itu sembab. Ajeng menunduk, dan hany
Baca selengkapnya
Bab 67 Hari yang membingungkan
Bab 67 Hari yang membingungkan “Bu, saya barusan meeriman DM dari tamu pelanggan Hotel Natya kamar 101, dia meminta Ibu sendiri yang mengantarkan bunganya,” kata Tanto, setibanya Bening di Joli Flower. Pagi itu Bening tiba tepat jam 7 pagi karena hari ini ada banyak pesanan dari Andini. Sahabat sekaligus adik iparnya kini membuat Wedding Organizer. Wanita itu lalu memandang Tanto dengan tatapan serius. “Oh, ya? Diantar ke mana? Apakah tetap di Hotel Natya?” “Tidak, Bu, Sekarang pesanan bunganya diantarkan ke Jalan Pemuda no. 9X, mulai besok tiap jam 7 pagi.” “Hmmm begitu, ya?” Jalan Pemuda tidak terlalu jauh dari Joli Flower, jaraknya mungkin sekitar 1 kilo dari Joli Flower. “Apa kamu pernah bertemu dengan pelanggan itu?” tanya Bening lagi. “Belum Selama ini, bunganya saya taruh di Resepsionis. Sesuai dengan permintaannya.” Bening menganggukkan kepalanya. Walaupun permintaannya tidak biasa tapi dia menyanggupinya. “Apa Ibu Tita ada memesan bunga lagi?” Tiba – tiba dia teringat
Baca selengkapnya
Bab 68 Terpesona
Bab 68 Terpesona Jam menunjukkan pukul 6.55 pagi, ketika Bening tiba di depan rumah berwarna putih, dengan pintu pagar kayu dan berdinding batu kali yang tersusun rapi. Kemudian di belakang dinding batu itu berjejer rapi tanaman heliconia yang tumbuh sumbur. Sementara di tengah – tengah halaman tampak bunga kamboja tiga warna, memamerkan keindahannya. Bening memencet bel, dan seorang satpam keluar membukakan pintu. Selamat pagi, Bu.” Sapa lelaki dari Timur itu ramah. “Selamat pagi, Pak, saya mau mengantarkan bunga.” “Silahkan langsung masuk ke dalam, Bu. Sudah ditunggu sama Bapak.” Kening Bening bertaut, tapi dia tidak membantah dan mengikuti perintah satpam tersebut masuk ke dalam rumah. Rumahnya sangat nyaman, tidak begitu luas dan sangat sejuk. Menariknya ada sungai kecil, dengan batu – batu sungai yang bermuara di kolam dengan air terjun mini dan tumbuhan pakis – pakisan yang tumbuh subur secara vertical. Tampak ikan – ikan kecil warna warni saling berkejaran. Pemandanga
Baca selengkapnya
Bab 69 Pengontrak tampan
Bab 69 Pengontrak tampanSelama hampir 4 minggu, tiap weekend Bening jarang di rumah. Dia sering bolak – balik ke Jakarta untuk mengajar kelas ekslusive, Ibu – Ibu pejabat. Kadang dia mengajak Evan bersama Mama dan papanya, supaya tidak terlalu merasa bersalah.Weekend ini Bening berada di rumah, dan terkejut saat melihat dua paviliun telah jadi. Posisinya berada di halaman depan, letaknya di bagian timur dan barat rumah.Paviliun itu bentuknya mengadaptasi rumah Betawi dengan teras manis. Dihiasi kursi kayu dan aneka bunga milik Mamanya.“Paviliunnya bagus,” puji Bening tulus, saat mereka sarapan pagi.Iswati senang dengan pujian Bening. “Ya harus bagus dong. Biar penyewanya senang dan setara dengan harga sewanya.” Iswati menyuapkan sesendok cereal ke mulut Evan. “Besok, Mama dan Papa akan ke Surabaya selama 3 hari,” kata Iswati. “Rencananya Mama mau mengajak Evan dan Mba Atun. Apa kamu gak apa – apa sendirian di rumah?” ““Gak apa – apa sih, Bening bisa meminta Elang dan Andini untu
Baca selengkapnya
Bab 70 I am so in love with you
Bab 70 I am so in love with you I am so in love with you that there isn’t anything else. “Jangan bercanda, ini sama sekali tidak lucu?” kata Bening. Kama tersenyum tipis. “Siapa yang bercanda. Aku punya bukti. Asistenku Aditya telah membayar paviliun 2 selama 6 bulan ke depan.” Dia memberikan screenshoot bukti pembayaran pada Bening. Kaki Bening terasa tertancap di tanah. Pantesa“Gila! Apa kamu sadar yang kamu lakukan? Kamu punya rumah bagus dibandingkan di sini.” Dia tidak habis pikir dengan pemikiran Kama. “Yes, aku memang tergila – gila denganmu sampai hilang akal, Be, dan mengejarmu di sini.” Kama menyisir rambutnya ke belakang. Gerakan lamban itu membuat hati Bening berdesir. “Ngomong – ngomong apa kamu tidak mau menyuruhku duduk seperti lelaki itu?” Kama melihat sinis pada Robert yang duduk dengan menopang satu kakinya. Bening terbungkam. Suka tidak suka, Kama adalah penyewa paviliun dan dia harus membuatnya nyaman. “Silahkan duduk.” Dia mendahului berjalan ke teras, di
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
13
DMCA.com Protection Status