All Chapters of Bekas Bini: Chapter 11 - Chapter 20
103 Chapters
11. Siapa Bella
Langkah Rizal terhenti, saat menoleh ke belakang dan melihat wajah Ivana yang sudah mengembungkan ke dua pipinya, terlihat menggemaskan."Udah, nggak usah di ambil hati. Kayak anak kecil aja," rayu Rizal yang di balas dengan senyum bahagia Umi. Tak pernah di sangka sebelumnya oleh Rizal jika Ivana yang terlihat anggun, ternyata muncul manjanya jika di depan Umi."Ayo ... makan yang banyak. Biar gemuk!" Umi mengambil piring dan meletakkan nasi di atasnya untuk Ivana dan Rizal."Tak usah repot, Mi. Biar Aku aja yang melayani Rizal. Eh ... Umi nggak makan bareng kita?" tanya Ivana yang kemudian mengambil alih piring di tangan perempuan yang sudah dia anggap seperti ibu kandung."Nggak, tadi sebelum kalian datang aku sudah makan kok, bareng sama yang lain," jawab Umi dengan raut wajah yang masih kelihatan cantik di usia senjanya itu, kini tiba-tiba berubah sedih."Umi, maap ... aku hanya tak ingin merepotkan Umi, itu saja kok," sesal Ivana saat menyadari perubahan raut muka Umi.Perempua
Read more
12. Mama ....
Sudah dua hari Dimas setia mendampingi keluarga Naya di rumah sakit, bergantian dengan Mama dan Papa, menjaga Mas Faris.Semua proses penyembuhan yang di sarankan tim dokter sudah di lakukan. Namun, Mas Faris masih belum sadar, dan masih dalam pengawasan ketat tim Dokter. tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam kamar rawat mas Faris, sekali pun itu adalah keluarga. "Nay, kamu udah hubungi Ivana, belum? Mama kok nggak pernah ketemu selama kakakmu sakit dan di rawat di sini?" tanya Mama, perempuan yang telah melahirkan Naya dan Faris itu dengan nada sedih."Belum, Ma. Aku lupa." Naya berbohong tentang alasan kenapa tidak menghubungi Ivana, sejujurnya dia hanya tak ingin menambah beban untuk mantan kakak iparnya itu lagi. "Sudah ... tak usah di kabarin si Ivana. Aku tidak tahu harus menjawab apa kalau dia nanti bertanya macam macam tentang yang di alami Faris. Lagian udah jadi mantan istri si Faris kok. Jadi tak perlu lagi merepotkannya." Papa nyeletuk tanpa basa basi, saat mereka
Read more
13. Kalung
"Aku belum minta maaf atas salahku dulu, Pa. Dan sekarang anak kita jahat pada anaknya. Bagaimana aku bisa bertemu dengannya kelak, Pa?" ratap Mama yang masih menatap langit langit kamar. Pelukan Papa sudah terurai, Namun, tangan Mama masih senantiasa di genggam erat Papa, yang memberikan isyarat agar Naya membiarkan dulu Mama untuk tenang, tanpa perlu mendengar ada pertanyaan."Aku tak menyangka, yang kita cari-cari selama ini, ternyata sudah berada sangat dekaaat ... sekali dengan kita. Namun, tanpa kita sadari, kita telah menyakitinya," ujar Mama yang lembali meraung lagi, dengan mata terpejam seolah tak tahan melihat masalah yang sedang dia hadapi saat ini."Sudahlaaah, Ma. Kita hanya bisa melakukan yang terbaik. Semuanya sudah di gariskan oleh-Nya. Kita hanya bisa mendo'akan, semoga Ana tenang di sisi Tuhan." Tangan Papa membersihkan air mata di pipi Mama dengan tisu yang tersedia di meja kecil sebelah kiri brankar.Dimas yang melihat polemik keluarga Naya, serta merta menggen
Read more
14. Tidak Hamil
"Iya, bayi. Bukankah perempuan yang bersama anak saya dalam kondisi berbadan dua?"Papa menjawab sekaligus bertanya setelah menganggukkan kepalanya cepat, saat Dokter mengulang pertanyaan Papa tadi."Tidak Pak! Perempuan yang bersama anak anda tidak dalam keadaan hamil."Raut wajah Papa seketika terlihat tak biasa, seolah yang baru saja disampaikan Dokter bukanlah informasi yang dia harapkan."Kalau sudah tidak ada yang mau anda tanyakan lagi, kami mengucapkan terima kasih atas kepercayaan Bapak, kami akan mengupayakan yang terbaik untuk kesehatan anak anda!" Dokter Hendra berucap sambil berdiri dari kursinya, sesaat setelah suasana hening di antara keduanya."Terima kasih, Dokter." Papa pun berucap sambil berdiri dari kursinya. Kemudian mereka saling berjabat tangan."Sama-sama, Pak. Jangan sungkan untuk mendiskusikan tentang kondisi pasien, karena ini sudah tanggung jawab kami," balas Dokter Hendra membalas ucapan Papa, dengan senyum yang hampir tak terlihat. Papa mengangguk, kemu
Read more
15. Remuk dalam
"Udah siap, Va?" tanya Rizal, yang mendapat tugas dari Naya langsung untuk menjemput sahabat dan Umi di panti."Sudah, Nak Rizal. Apa nggak kelihatan ya kalau kami berdua sudah cantik begini?!" jawab Umi sambil tersenyum menggoda ke arah Ivana yang melebarkan ke dua matanya ke arah Umi."Kelihatan kok, Umi. Jelas sekali malahan," balas Rizal dengan senyum menggoda ke arah Ivana.Kelihatannya Umi sudah mengetahui kalau lelaki yang menjemputnya hari ini, mempunyai perasaan yang berbeda pada anak angkatnya itu.Begitu pun dengan Ivana yang merasa Umi sedang bekerja sama dengan Rizal untuk menggodanya, hanya bisa menarik napas panjang."Silahkan masuk Umi dan Ivana," ujar Rizal dengan tangan kanan membukakan pintu belakang mobil. Umi yang masuk lebih dahulu dengan segera menutup pintu tanpa memberi kesempatan Ivana untuk mengikutinya dari belakang."Umi ...?!" Melongo Ivana melihat apa yang dilakukan Umi Dina.Umi menurunkan kaca mobil dan tersenyum, kemudian berkata, "kau duduk di depa
Read more
16. Liontin
Dengan kaget, Ivana segera menyentuh dadanya, meraba seperti sedang mencari sesuatu."Apakah ini kalungku? Kok bisa ada di kamu, Nay?" tanya Ivana mengambil benda di tangan Naya, setelah apa yang di cari di dadanya tidak ia ketemukan."Kalungmu jatuh saat pemeriksaan di Dokter Agustin," jawab Naya sambil tersenyum."Va, apa benar itu kalung kamu, kenapa tidak kamu perhatikan lebih dahulu?" saran Umi dengan tiba tiba."Benar, Umi. Ini kalung aku, ada tulisan Via di balik liontinnya, aku sudah sangat menghafalinya," jawab Ivana sambil tersenyum menatap penuh bahagia pada kalung itu. "Maafkan aku, Ivana! Maafkan aku!" Mama Via yang semula duduk berdampingan, tiba-tiba ngelosor turun duduk bersimpuh di kaki Ivana sambil menangis.Spontan Iva memindahkan ke dua kakinya agar menjauh dari Mama."Mama! Jangan begini, tak baik!" Tangan Ivana mencoba menarik tubuh Mama Via agar kembali duduk lagi. Begitupun dengan Naya dan Umi yang mencoba mencegah Mama untuk tak duduk di bawah."Katakan! Kau
Read more
17. Harinya
"Mama! Aku lapar, ayo kita makan, biarkan Papa yang menungguin Mas Faris selama kita pergi." Naya langsung memotong pembicaraan Mama, dia paham kalau apa yang akan di ucapkan sang Mama bakalan tidak di sukai oleh sahabatnya."Tapi—""Rizal! Jangan ngebut selama perjalanan, yang kau bawa orang hamil, mengerti!" Naya kembali memotong ucapan Mamanya dengan memberikan pesan tegas pada Rizal sambil menciumi pipi Ivana dan Umi secara bergantian.Ivana tersenyum saat melihat wajah Mama yang dengan berat hati akhirnya mengikuti apa yang di inginkan Naya, merelakan Ivana untuk kembali ke panti."Zal, aku boleh minta tolong, nggak?" tanya Ivana di dalam mobil, saat perjalan pulang ke panti."Ada apa, Va?""Tolong carikan aku rumah atau tanah di pinggir desa, dengan ukuran yang luas, dong. Untuk membangun panti," pinta Ivana penuh harap ke Rizal."Ok! Kamu butuh segera atau nyari santai, Va? Karena kalau ingin tanah atau bangunan dengan ukuran yang big, susah dapatnya kalau kita butuh segera."
Read more
18. Keajaiban
"Bagaimana, Dok?" tanya Umi saat melihat Dokter Agustin keluar dari ruangan ICU."Ini sudah pembukaan tujuh, semestinya akan lebih cepat, sakitnya pun biasanya akan semakin hebat, tapi ini sudah di tunggu sampai tiga jam tapi tidak ada kontraksi lagi. Harus segera di operasi, karena air ketuban sudah pecah tadi di waktu pembukaan ke lima." Dokter Agustin yang menangani Ivana menjelaskan pada Umi, Mama dan Naya. "Lakukan yang terbaik Dokter, asalkan anak dan cucu saya bisa diselamatkan," ujar Mama dengan mata berkaca kaca. "Baik kalau begitu, yang bertanggung jawab untuk pasien, tolong segera menyelesaikan adminstrasinya dan tanda tangani berkas persetujuan tindakan medis." Dokter perempuan itu kembali masuk ke ruangan ICU."Biar aku yang mengurusnya, Mama dan Umi di sini aja," usul Naya pada Mama Via dan Umi yang berada di luar kamar perawatan, karena tidak di ijinkan mendampingi pasien. "Iya, setidaknya nanti kalau bayinya lahir, Mama dengan Umi jadi orang pertama yang melihat b
Read more
19. Kapan nikah
"Biarin, lagian untung nggak dijenguk, aku takut muntah kalau liat dia," jawab Naya, terdengar sarkas."Jangan gitu, jadi orang jangan terlalu membenci, nanti nanti malah jadi menyayangi," balas Dimas, bijak mengingatkan Naya. "Maaf ya, cintaku sudah kepadamu, tak ada lagi untuk yang lain." Naya menjawab Dimas sambil tersenyum menggoda. Hingga membuat yang berada dalam kamar tersebut cekikan menahan tawa."Alhamdulillah." Dimas mengucapkan syukur sambil tersenyum dengan ke dua tangannya mengelus dada."Kalian nikah aja kenapa, sih? Lama lama pacaran juga nggak baik kali bagi kesehatan." Berengut muka Rizal yang melihat kemesraan antara Naya dan Dimas."Apa hubungannya dengan kesehatan? Lagian kesehatan siapa yang nggak baik?" Naya menjawab ucapan Rizal dengan pertanyaan pula."Ya kesehatan akulah, memangnya siapa lagi yang jadi obat nyamuk di antara hubungan kalian? Aku kan? Hanya aku seorang!" Rizal menjawab Naya sambil menunduk sedih, Namun walau sesedih apa pun muka yang di
Read more
20. Apa benar?
"Makanlaah ...! Mama pun harus jaga kondisi, Faris masih butuh kita, walau pun sekarang dia sudah sadar, tapi selama masih belum di ijinkan pulang itu berarti dia belum sehat." Papa Adi membujuk Mama untuk makan, pagi itu di kamar rawat Faris."Makan dong, Ma! Atau mungkin Mama mau aku suapin?" tanya Faris, dengan wajah yang kini mulai terlihat lebih segar. "Diii ... kamu aja di suapin, ini sok sokan nyuapin mama, songong!" Mama menjawab sambil sedikit memonyongkan bibirnya ke depan."Ya ... mungkin Mama kangen aku suapin, kan bisa aja?" Faris menjawab dengan senyum nakalnya. "Apa rencanamu setelah ini, Ris?!" Papa Adi menengahi perdebatan antara mama dan anak. "Prioritas sih, kembali kerja, Pa. Kemudian sesuai rencana, meneruskan rencana yang tertunda, yaitu menikah dengan Bella." Mama Via dan Papa Adi hanya bisa saling pandang ketika mendengar apa yang akan dilakukan oleh anak sulung mereka. "Bagaimana dengan Ivana?" Papa Adi sengaja menyebut nama Ivana di depan Faris."Buka
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status