Semua Bab Pernikahan Jebakan Kakak Mantanku: Bab 211 - Bab 220
242 Bab
Gagal Masalah Hati
Lima orang tim forensik keluar dari ruang rapat di ujung lorong. Dua diantaranya adalah sosok senior, melangkah lebih dulu disusul Rossie dan Javier di belakang mereka. Salah satu dokter senior berbalik ketika teringat sesuatu, yang lantas juga menghentikan langkah sepasang sahabat itu. “Kalian berdua, tolong berikan laporan kasus ini padaku segera. Pihak kepolisian akan menutup kasus jika terbukti kasus ini murni kecelakaan,” katanya. Tatapan pria berusia sekitar empat puluh tahun, kilau rambut putih yang nampak malu-malu diantara rambutnya yang hitam, dan sneli putih bertuliskan nama Frans. “Baik, dok. Kami usahakan laporan akan selesai kurang dari satu minggu. Bukan begitu, Ros?” itu Javier yang menjawab. Menoleh ke arah sosok wanita yang melamun sepanjang rapat–Rossie. Perlu upaya menyenggol lengan Rossie lebih dulu untuk membuatnya sadar akan realita. “I-iya, dok.”“Kamu kenapa kelihatan nggak fokus begitu? Nggak enak badan?” Lima pasang mata di sekitar Rossie kini menatapny
Baca selengkapnya
Sebuah Resiko
Pagi hari sudah menyapa Xavier dengan sinar matahari yang menyelinap masuk dari sela-sela tirai jendela kamarnya. Bunyi alarm dari ponsel terus menggema beberapa kali tetapi Xavier masih betah bergumul di atas tempat tidur dengan selimut yang menutupi hampir sebagian tubuhnya. Segenap tenaga dikumpulkan, sebelah tangannya meraba sisi lain tempat tidur, mencari ponsel dan menekan ikon merah di layar. Baru jam enam pagi tapi rasanya baru sebentar ia memejamkan mata. Setelah membaca lebih dari dua ratus halaman buku hasil karya papanya. Sebuah kenyataan baru terkuak. Membuat kepala Xavier mendadak pening semalam dan memutuskan untuk tidur. “Akh! Kepalaku sakit banget!” Xavier mengerang. Kepalanya terasa berat. Sebelah tangannya menyanggah tubuh, sedangkan sau tangan lain memegangi kepala. Pandangan Xavier memudar. Kurang tidur adalah alasan utama Xavier bangu tidur dalam keadaan tidak segar seperti sekarang. Meski sakit kepala dan peningnya cukup membatasi pergerakannya, Xavier teta
Baca selengkapnya
Tuduhan Tak Berdasar
“Terima kasih karena sudah memberikan aku tempat untuk menenangkan diri, Nyonya Mi Ra. Lain kali, mainlah ke unitku. Aku mengundangmu minum teh bersama.” Dua orang wanita berbeda generasi berjalan bersisian menuju pintu. Sebelum benar-benar membuka pembatas antara unit apartemen miliknya dan koridor di luar sana. “Pasti. Aku pasti akan mengunjungi nanti. Aku senang bisa mengenalmu, Nova.”“Aku juga senang bisa mengenalmu, nyonya Mi Ra. Maafkan sikapku yang sempat mencurigaimu,” kata Nova. Raut wajah bersalah menjadi beban paling berat yang Nova pikul saat ini. Terlalu banyak ditempa oleh rasa sakit membuat Nova hampir tidak memiliki sedikitpun celah dalam hatinya untuk mempercayai orang baru. Semua orang yang ia temui seakan berpotensi menyakitinya. Meninggalkan jejak luka yang begitu dalam di benaknya hingga membuat Nova trauma. Senyum tulus Mi Ra mengusik sedikit rasa bersalah. Pun, memaki Nova dengan sisi rasa bersalah yang tidak kunjung pudar. “Kalau begitu, aku pergi dulu. S
Baca selengkapnya
Perintah
“Berita duka cita. Pada hari ini, keluarga besar Vineta Furniture harus kehilangan atasan tercinta kita, Pak Reno. Beliau meninggal dunia tadi malam karena kecelakaan. Manajemen memutuskan untuk menghentikan operasional serentak hari ini untuk memberikan penghormatan terakhir pada beliau. Saya harap semua karyawan meluangkan waktu untuk ikut pergi melayat ke rumah mendiang Pak Reno siang ini.” Jena menahan napas saat setiap kata terucap dari mulut sang manajer. Pria tampan itu berdiri di ujung meja di ruang rapat berkapasitas dua puluh orang ini. Wibawa Nathan bahkan masih mampu menghipnotis semua mata orang-orang yang ada di sana. Tidak terkecuali Jena. Jena hanyalah sebagian kecil dari sederetan jabatan yang disanding oleh orang-orang di ruangan ini. Hanya seorang asisten manajer baru yang direkrut seminggu lalu. Peluh di pelipis Jena mengalir deras. Dadanya mendadak sesak namun situasi memaksanya untuk tetap terlihat baik-baik saja. “Jena,” panggil Nathan. Pria itu memiringkan
Baca selengkapnya
Hilang Memori
"Vira? Apakah kamu baik-baik saja?" Pertanyaan Ameera serta sentuhannya di tangan Vira mengagetkan wanita itu. Sejak menginjakkan kaki di restoran favorit mereka, Vira lebih banyak diam. Ameera tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Vira. Diamnya wanita itu lantas membuat suasana berubah menjadi canggung. "A-aku tidak apa-apa. Hanya sedang berpikir, perbedaan waktu antara New York dengan Jakarta cukup jauh. Jadi aku sedang berpikir bagaimana cara kita menghabiskan waktu secara virtual. Bukankah Itu mengasyikkan?" Senyum Vira mengembang. Terlihat hangat dan meneduhkan. "Aku tidak menyangka kamu akan memikirkannya sejauh itu.""Tentu aku harus memikirkan setiap hal tentang persahabatan kita. Aku tidak ingin kita hilang kontak setelah berjauhan." Harapan demi harapan terus diucapkan hingga menimbulkan rasa takut akan sebuah perpisahan.Mendengar itu Ameera semakin dilema. Perasaannya dimainkan oleh gelombang keraguan dalam dada. Meski begitu, Ameera tidak ingin kegel
Baca selengkapnya
Namanya Darren
Nova membisu, meski tahu tuduhan yang Mark layangkan padanya tidak memiliki dasar. Jauh di dalam lubuk hatinya ia mengerang. Sakit hati. “Sudah aku duga, kamu menyukai sepupuku.” Mark menyambung lagi. Raut wajahnya kecut, bahkan ia tak sungkan memalingkan wajahnya ke arah lain. Semakin menggebu menunjukkan kekecewaannya pada Nova.“Ini semua tidak seperti apa yang kamu pikirkan, Mark. Dengarkan aku dulu. Bukankah seharusnya saat ini aku yang marah padamu?” Mark diam. Otot-otot di wajah yang semula menegang kini mengendur. “K-kenapa harus kamu yang marah? Jelas-jelas hari ini kamu kabur dari rumah sakit hanya demi menemui Mario. Sedangkan kamu tahu sebentar lagi kita akan menikah. Anak kita juga menunggu kamu di rumah sakit.” Sekali lagi, Mark berhasil membuat mental Nova hampir jatuh. Astaga! Apakah pria ini tidak bisa sedikit saja berpikir positif? Baru bertemu selama beberapa menit saja, Mark sudah berhasil membuat Nova geram setengah mati. Sikap posesif Mark tidak bisa diganggu
Baca selengkapnya
Sang Penolong
“Aku setuju dengan rencana keuangan yang sudah kau susun. Tapi ku harap kau jangan menulis namaku di surat saham. Aku akan memberikan detailnya padamu lewat email.” Tubuh tinggi menjulang, beranjak dari kursi kemudian berdiri seiring mulut Mario yang terus mengoceh. Di depannya, Angga bersedekap. Kedua tangannya mengunci area dada bidangnya yang sedikit terekspos karena tiga kancing kemeja bagian atas sengaja dibuka. Bukan, bukan untuk menarik para lawan jenis yang sengaja berlalu lalang di depan meja mereka, melainkan karena suasana rapat internal dengan Mario membuatnya gerah. “Baiklah. Aku tunggu detailnya malam ini. Agar aku bisa menyelesaikannya sesegera mungkin dan kembali ke Indonesia,” balas Angga. Sebelah alis Mario terangkat, mengejek. “Kau yakin akan kembali ke Indonesia?” “Aku harus. Ada seseorang yang akan menuntutku untuk kembali.” Jawaban Angga terdengar menarik bagi Mario. Niatnya pergi pun urung. Alih-alih meninggalkan Angga sendiri di kafe ini, seperti niatnya
Baca selengkapnya
Harapan
Tepat di depan pintu masuk, dua orang pria bertubuh besar berdiri di sisi kanan dan kiri pintu sambil menatap Aurora penuh selidik. Di pikirannya, tak terlintas situasi apa yang sedang terjadi di butiknya saat ini. “Permisi,” gumam Aurora sambil melangkah mendekati pintu. Namun, tangan kedua orang itu menghadang jalannya.“Apakah anda Nona Aurora? Pemilik butik ini?” tanya salah satu bodyguard dan diangguki oleh Aurora.“Tuan dan nyonya sudah menunggu anda sejak setengah jam lalu. Mohon bersikap profesional di hadapan mereka.” Aurora menelan ludah berat. Tuan? Nyonya? Siapa mereka?Meski peluh di tubuhnya mengucur deras karena situasi tegang yang ia hadapi saat ini, Aurora mencoba menepis pikiran negatif yang terus berseliweran di kepala. Sambil memupuk keberanian dan sikap profesional, Aurora melangkah masuk ke dalam. Di sana sudah ada empat orang asing yang berdiri mengelilingi butik. Dilihat dari bagaimana cara mereka berinteraksi, Aurora menduga mereka adalah sekelompok keluarg
Baca selengkapnya
Pertanyaan Besar
Wanita mana yang tak sakit hati mendengar sebuah pengakuan dari sosok di luar rumah tangganya? Terlebih lagi, pengakuan itu adalah hal yang tidak mungkin mustahil terjadi mengingat sosok itu pernah menjalin hubungan dengan suami Kania.Baik Kania maupun Bryan terdiam. Pemandangan itu lantas membuat Amanda menyuarakan kemenangannya. Ia berjalan mendekati Bryan, meraih tangan pria itu lalu menaruh tangan Bryan di atas perutnya.“Sayang, ini anak kita. Kamu tidak berniat menyapanya?” tanya Amanda. Senyumnya menyimpan misteri yang terlalu dalam untuk digali. Kania yang duduk di atas brankarnya, menatap tingkah mantan kekasih suaminya ini dengan sorot tak suka dan penuh kebencian. Kedatangan Amanda membuat suasana hati Kania semakin hancur. Sudahlah tubuhnya masih lemah karena pendarahan tadi, kini mentalnya kembali diuji oleh sikap Amanda. Namun, apalah daya. Kania tidak memiliki upaya untuk menghalau Amanda. Apalagi Bryan sama sekali tidak memberikan penyanggahan apapun. ‘Sepertinya a
Baca selengkapnya
Keraguan Mendalam
Nova menatap lekat-lekat wajah putranya. Tidak menyangka bayi mungil itu kini berada dalam dekapannya. Dari wajah, hidung, dan bibir, Nova perlu berbangga diri karena tiga bagian wajah itu merupakan warisan darinya. “Mama kasih kamu nama Cerran, abjad depan yang sama dengan putri mama juga. Mama harap kamu menjadi anak yang penyayang dan selalu bahagia.” “Aku sudah memberinya nama Darren, kenapa kamu ubah lagi?” Terlalu fokus dengan sang buah hati, Nova hampir saja melupakan eksistensi Mark yang ada di sana. Ia menatap Mark yang duduk di sofa, di sudut ruangan tengah menata dua helai terakhir pakaian Nova ke dalam mini koper.“Kamu bisa memanggilnya dengan nama itu. Tapi di sini, aku adalah pemegang hak penuh atas Cerran. Jadi aku bebas memberi nama untuk anakku,” balas Nova acuh. Ia tidak.memungkiri perubahan sikapnya terhadap Mark belakangan ini. Hasrat untuk bercengkrama dengan Mark, ataupun meromantisasi hubungan keduanya tak lagi Nova miliki. “Kamu masih marah sama aku?” Mark
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
202122232425
DMCA.com Protection Status