All Chapters of Istri Penebus Utang Kesayangan Pewaris: Chapter 41 - Chapter 50
263 Chapters
Tunangan Hilbram
Seorang pengawal menyampaikan pada Zain terkait ada gerakan yang mencurigakan saat terpantau CCTV. Ada wanita yang mengendap-endap memasukan sesuatu ke minuman yang akan disuguhkan pada tuan dan nyonya mereka. Sepertinya targetnya adalah sang nyonya. Karena Ayesha sejak awal memesan minuman tanpa soda. Namun, ternyata sang tuanlah yang meminum dari gelas yang seharusnya disediakan untuk Ayesha. Zain sudah membekuk pelakunya yang tidak lain adalah wanita yang rela sampai menginap di halaman itu. Pasti dia sudah memetakan keadaan sejak kedatangannya. Sehingga tahu pasti minuman yang akan disuguhkan pada Hilbram dan Ayesha. Dia jadi sungguh merasa lalai menjalankan s.o.p tugasnya. Seharusnya dia tidak membiarkan sembarang orang masuk apalagi sampai menginap. Rahman pasti marah besar padanya. “Bagaimana kondisi Tuan Hilbram?” Rahman terlihat cemas saat ditelpon Zain. “Sedang di observasi oleh dokter. Mudah-mudahan tidak ada yang serius, Paman!” Zain melaporkan dengan nada takut.
Read more
Merasa di Abaikan
Mata Hilbram terbuka, menatap seseorang yang bukan istrinya dia berjingkat. “Siapa kau?” “Bram, tenanglah. Kau masih lemah, lebih baik jangan banyak gerak dulu!” Agnes menahan tubuh Hilbram dan memintanya tidur kembali. Bram menolak tangan Agnes dan memintanya menjauhinya. “Apa kau lupa? Aku Agnes, putri Mama Hamida!” Hilbram menatap Agnes dan baru teringat tentang wanita itu. Kalau dia di sini, artinya tantenya itu juga pasti bersamanya. “Mama sedang keluar sebentar.” Agnes menjawab lalu mendekati Hilbram. “Apa yang kau keluhkan?” “Aku bilang jangan sentuh aku!” “Kau ini kenapa sih, Bram? Aku ini sarjana kedokteran, hanya ingin memeriksamu. Ada apa kalau aku menyentuhmu?” Padahal tadi Agnes melihatnya bersama seorang wanita yang memeluknya. Hilbram tidak memperdulikan wanita itu dan sibuk mencari ponselnya. Namun tidak mendapatkannya. Saat itu, Hamida terlihat datang. “Ma, Bram sangat dingin sekali. Aku hanya berusaha membantunya tapi dia langsung marah-marah!” Agnes
Read more
Salah Paham
Matahari bahkan belum terbit. Ayesha sudah berkeras ingin ke rumah sakit.Dia melihat beberapa panggilan tidak terjawab dari nomor suaminya, juga pesan-pesaan yang belum dibalasnya.Sedikit rasa bersalah membuatnya meminta Zain segera mengantarnya ke rumah sakit.“Jangan cemas, Nyonya! Paman Rahman juga sudah datang untuk menjaga Tuan, jadi lebih baik Nyonya sarapan dulu.” Zain juga harus memikirkan kebaikan sang nyonya.“Zain, aku ingin melihat suamiku. Aku belum bertemu dengannya sejak dia sadar. Kalau kau keberatan, aku bisa jalan ke pangkalan depan dan naik kendaraan umum saja.”Zain tidak bisa membiarkan sang nyonya sampai harus pergi ke rumah sakit sendiri. Apalagi mengancam naik kendaraan umum. Bisa-bisa tuannya itu akan memarahinya habis-habisan.“Baik, Nyonya!” ujar Zain kemudian mempersiapkan mobilnya.Di tengah perjalanan Ayesha mencoba menghubungi Hilbram. Tapi sejak tadi nada sibuk saja.Baiklah, seharusnya dia tenang karena akan segera sampai di rumah sakit dan bertemu
Read more
Meminta Maaf
Sesampai di rumah, Ayesha membantu Hilbram beristirahat di kamar. Tubuh Hilbram terlihat masih lemas. Mungkin efek racun itu belum sepenuhnya hilang. “Obatnya harus di minum jam 12. Mas harus makan dulu sebelum minum obat.” Ayesha tidak bisa terus membisu, dia mencoba bersikap biasa. “Baiklah.” Hilbram tidak menolak. Ayesha meminta Momo menyiapakan makanan untuk Hilbram. Namun Hilbram menolak. Dia masih belum memiliki selera makan setelah harus dibersihkan pencernaannya kemarin. “Mau aku buatkan bubur?” Ayesha menawarkan lagi. “Tidak...” Hilbram ingin menolak, namun Ayesha sepertinya tidak menghiraukannya. Dia mendengar Ayesha akan membuat bubur untuknya dan bergegas ke dapur. Melihat itu, hati Hilbram merasa Ayesha masih marah padanya. Kenapa juga dia sekesal itu pada Ayesha hanya karena tidak menungguinya di rumah sakit? Sepertinya, alasannya bukan karena hal itu. Tapi lebih karena Hilbram merasa bukan sesuatu yang penting bagi Ayesha. Kenapa dia tidak mengira saja, Ayesha
Read more
Penilaian Hamida
Hamida dan Agnes sudah bersiap di meja makan menunggu kedatangan Hilbram.Ayesha datang terlebih dahulu karena Hilbram masih ada panggilan penting.Melihat wanita itu, Agnes memperhatikannya dari ujung kaki sampai ujung rambut. Apa yang menarik dari wanita yang serba menutup dirinya itu? “Selamat malam, Tante! Selamat malam, Agnes!” tegur Ayesha pada mereka dengan sopan.Ayesha duduk dengan tenang menunggu suaminya bergabung. Niatnya tadi ingin sekedar basa-basi pada kedua wanita itu.Dia sudah menjadi anggota keluarga Al Faruq. Bagaimanapun masalah mereka, Ayesha tetap harus menyapa tantenya itu.“Bagaimana kau bisa mengenal keponakanku itu?” tanya Hamida pada Ayesha. Menatap wanita yang tampak anggun itu, dia jadi benci sendiri. “Saya guru di sekolah Yayasan Al Faruq.”Ayesha tidak mungkin menjelaskan bagaimana mereka bertemu. Lebih masuk akal jika menyampaikan bahwa dia guru di Yayasan Al Faruq. Bertemu Hilbram di sana sangatlah mungkin.Agnes terganggu dengan kenyataan bahw
Read more
Tragedi Mengerikan
Demi tidak berlarut-larut dalam masalah hak waris, Hilbram meminta Rahman menghubungi pengacaranya dan menyegerakan untuk menuntaskan wasiat neneknya. Dia tidak mau dituduh ingin memguasai semua harta Al Faruq. Karena sejak dulu, Hilbram selalu diistimewakan dari cucu-cucu yang lain. Tak terkecuali dari anak-anak Al Faruq sendiri. Rahman paham apa yang harus dilakukannya. Dia segera menghubungi anak cucu keluarga Al Faruq agar bisa hadir untuk mendengar wasiat dari mendiang sang Nyonya Besar Al Faruq. Biasanya sangat sulit untuk mengumpulkan keluarga yang terberai itu. Tapi karena membahas tentang hak waris, mereka merespon dengan sangat cepat. “Aku malah terkejut, Hilbram sudah menikah. Dasar keponakan satu itu! Tantenya sendiri tidak di undangnya,” suara Fatma, tante Hilbram yang lain. Sepertinya bahagia sekali mendengar hak waris akan segera di bacakan. “Tuan Hilbram meminta maaf, karena tahu diri, tante-tantenya sangat repot dan tidak bisa diganggu. Jadi sekalian saja
Read more
Sepupu Spesial
Kedatangan anggota keluarga Al Faruq tidak berbarengan. Hamida yang terus mendesak agar pembacaan wasiat itu segera dilaksanakan, tentu datang lebih dulu di rumah keluarga. Dia datang bersama suaminya, Hardi dan juga tidak ketinggalan sang putri, Agnes.Mereka memilih beristirahat terlebih dahulu karena pembacaan wasiat itu masih nanti malam.Ayesha secara tidak langsung adalah sang Nyonya rumah, yang harus menyambut tamu-tamu keluarga. Dia sedikit bingung karena selama ini tamu yang paling agung yang disambutnya hanyalah Bu RT di perumahan.Hilbram menahan senyum mendengar ucapan istrinya itu.“Jangan becanda, Mas. Aku benar-benar tidak tahu harus bersikap bagaimana nanti?”“Tenang, aku akan selalu bersamamu!”“Apa mereka akan mengomentari penampilanku?” Ayesha jadi kurang percaya diri.Pernah dicecar Hamida dan Agnes, membuatnya meminta pendapat suaminya. Dia tidak ingin Hilbram sampai malu karena dirinya.“Kau selalu cantik, Ayesha!”Hilbram memeluk istrinya itu dan merasa baha
Read more
Ulah Hamida
“Kakak cantik sekali!” ujar gadis itu pada Ayesha sambil meraba-raba wajahnya. Ayesha membiarkan saja gadis itu melakukan apa yang dia ingin. Merasa bersalah sudah sempat berpikir buruk tentang Farin. Tadi, begitu Hilbram mengenalkannya pada Farin, gadis itu terlihat begitu terkesan dengan senyum tulus Ayesha. Karenanya selalu menempel saja pada Ayesha. “Farin, nanti Kak Ayeshanya tidak nyaman, lho!” Papa Farin mencoba menarik tubuh putrinya dari Ayesha “Tidak apa, Om. Biar aku bujuk Farin agar ikut makan malam juga.” Ayesha mencoba menenangkan Farin agar tidak berlebihan mengekspresikan perasaannya. Dia tentu memiliiki pengetahuan tentang menghadapi gadis itu. Seorang guru selalu dibekali ilmu psikologi untuk mendidik anak. “Jangan, Sha! Farin tidak boleh gabung dalam makan bersama keluarga.” “Tidak boleh begitu, Om. Farin juga butuh sosialisasi dan interaksi agar bisa belajar bersikap baik.” Ayesha terlihat tidak sepakat. Itu namanya diskriminasi. Dia akan membujuk Hilbra
Read more
Pembagian Hak Waris
Kalau ada yang lebih tegang dari persidangan, itu adalah pembacaan surat wasiat dan pembagian hak waris keluarga Al Faruq pada anak-anaknya. Apalagi setelah pembacaan itu ada pihak yang merasa sangat tidak terima.Siapa lagi kalau bukan Hamida dan suaminya. Mereka mencak-mencak karena hak waris mereka dicabut setelah melakukan banyak hal yang sangat merugikan keluarga Al Faruq. Mencemarkan nama baik dan terus-terusan mengumbar keburukan keluarga sendiri di media sosial.Namun, Nyonya Safina masih memberikan kemurahan dengan memberinya tunjangan seumur hidupnya yang baginya itu tidaklah seberapa.“Aku anaknya, kenapa malah tidak mendapatkan apapun!” Hamida tidak terima pada pengacara itu. membuatnya berpikir, Bharata pasti ada main dalam proses pembagian hak waris ini.“Hak Anda secara otomatis akan dilimpahkan pada anak Anda, Nona Farin Dahlia Al Faruq,  sekaligus saham perusahaannya.” Bharata menjelaskan.“Tidak
Read more
Kelakuan Hardi
“Apa itu, Mas?” Ayesha jadi ketakutan mendengar suara yang keras itu. Apalagi disusul suara orang ribut di luar. Hilbram merasa terganggu sekali. Dia bangkit untuk memeriksanya dan meminta Ayesha tetap di kamar. Siapa orang tidak waras yang berani-berani membuat masalah di waktu istirahat? Gerutunya sambil bersungut-sungut keluar. Di ruang tengah, Rahman dan beberapa anak buahnya yang lain memegangi Hardi yang tampak beringas, sementara Bobby terkulai lemas memegangi perutnya yang sudah bersimbah darah. Hilbram jadi tahu apa yang terjadi. Berjalan menghampiri Hardi, Hilbram langsung menamparnya dengan keras. Hingga hidung Hardi mimisan dan sudut mulutnya meneteskan darah. Tenaga Hilbram tidaklah lemah. “Bram! Jangan pukul suamiku!” Hamida berteriak ketika Hilbram memukul Hardi. “Rahman, bawa masuk wanita itu!” Hilbram menyuruh Rahman mengatasi Hamida. Lalu beralih pada Zain. “Periksa Om Bobby, kalau ada yang serius, segera bawa ke rumah sakit!” “Baik, Tuan!” Zain sigap melak
Read more
PREV
1
...
34567
...
27
DMCA.com Protection Status