All Chapters of Benih Rahasia Sang Pewaris: Chapter 11 - Chapter 20
105 Chapters
Bab 11. Rencana Pertunangan
"Aku bilang pergi! Apa kau tidak mendengarku?!" bentakku, tak bisa menahan emosi yang memuncak.Prang …!Tak sengaja, kuhempaskan botol minum yang ada di atas meja. Botol itu jatuh dan terpecah belah di lantai, menggambarkan perasaanku yang sudah hancur lebur karena ulah Kiara. Meskipun dia mencoba untuk memperbaikinya, tetap saja tidak akan pernah utuh seperti sedia kala.Aku menahan air mata yang akan mengalir seiring dengan jatuhnya botol minum tersebut. Wajahku bermuram, mencerminkan rasa sakit yang tak mampu terungkapkan. Kiara mulai menangis, tangisnya terdengar pelan dan perlahan menyayat hati. Namun, aku tidak bisa melupakan pengkhianatan yang dia lakukan padaku. Semua kenangan bersama bagai terkoyak oleh pilihan yang dia ambil, membuat cinta yang selama ini kami jalin tak lagi bermakna."Maafkan aku, aku tahu aku salah karena telah meninggalkanmu begitu saja. Mungkin maafku tak bisa menyembuhkan perasaanmu, tapi kuharap kau bahagia bersama Marissa," ucap Kiara.Cebikan sinis
Read more
Bab 12. Bocah Tengil
Sambil tersenyum, aku menegaskan pada mamaku. "Mama tidak salah dengar, aku ingin bertunangan dengan Marissa. Aku percaya pilihan Mama yang terbaik untukku." Ucapan itu keluar dari mulutku dengan penuh ketulusan, karena aku tahu betapa mama ingin aku bahagia bersama Marissa.Mama menatapku dengan kasih sayang, kemudian mengelus wajahku lembut. "Terima kasih, Sayang. Kamu memang anak yang baik. Mama sangat beruntung memilikimu," kata Mama dengan nada lembut.Meski begitu, di dalam hati, aku merasa terpaksa menerima keputusan untuk bertunangan dengan Marissa. Sejak dulu, Mama selalu mendorongku untuk segera menikahi Marissa. Namun, entah mengapa, perasaanku masih bimbang. Kami memang sudah menjalin hubungan, tapi ada sesuatu yang mengganjal pikiranku.Aku mencoba menyembunyikan keraguan itu dan menuruti keinginan Mama agar ia bahagia. Aku ingin melihat Mama bahagia melihatku sebagai calon suami Marissa. Namun, pertanyaannya adalah, apakah aku juga akan bahagia dengan keputusan ini?Seba
Read more
Bab 13. Sosok Lain
Pov KiaraSejak pagi tadi, aku terus mencari Kenzie di seluruh penjuru apartemen dan ke mana-mana, namun tak kunjung menemukan keberadaan putraku itu. Aku mulai merasa cemas, dan memutuskan untuk bertanya ke area resepsionis yang ada di area apartemen, mungkin saja mereka dapat membantuku. Sebelumnya, sudah kucoba menghubungi Kenzie lewat telepon, namun yang kulihat hanya dering ponselnya yang ada di dalam kamar. Ternyata, Kenzie meninggalkan ponselnya di apartemen.Dengan napas tersengal, aku mendekati resepsionis dan menunjukkan foto Kenzie sambil berkata, "Maaf, Mbak, saya sedang mencari anak saya, apa ada yang melihatnya?"Mereka lalu memperhatikan foto Kenzie dengan seksama, lalu kembali menatapku.Salah satu resepsionis mengangguk dan menjawab, "Mm … dia ada di belakang Bu Kiara."Aku terperanjat mendengar jawaban tersebut. "Hah? Belakang?" Tanpa berpikir panjang, aku langsung menoleh ke arah belakang dan benar saja, ternyata di sana ada Kenzie. Putraku yang kucari itu sedang te
Read more
Bab 14. Bekas?
Ternyata yang berdiri di balik pintu bukanlah Keenan. Kelegaan menyapu seluruh tubuhku seketika. Namun, siapa sebenarnya sosok yang berdiri di hadapanku ini? Apa yang ingin dia lakukan? Pertanyaan-pertanyaan ini mulai bergelora dalam pikiranku. Kubuat jarak agar lebih aman sambil mencoba membaca niat orang yang ada di depanku.Dengan sopan, ia menyapaku, "Permisi, apa benar dengan Bu Kiara Dewi Anggraeni?" tanyanya.Aku menghapus keringat di dahi sambil tersenyum ramah. "Benar, saya sendiri. Ada apa, ya?"Dia menyerahkan sebuah buket bunga mawar berwarna merah kepadaku. "Ini ada kiriman untuk Ibu," katanya.Seketika aku mengerutkan keningku. Aku berpikir keras siapa yang mungkin mengirim bunga untukku. Aku bertanya pada kurir itu, "Maaf, Mas, dari siapa, ya?"Lelaki itu menggeleng. "Pengirimnya tidak ingin memberitahu namanya, Bu." Mataku membulat, kening terangkat, aku semakin kebingungan dengan semua ini."Tapi … ini beneran untuk saya?" Aku memastikan agar orang itu tidak salah kir
Read more
Bab 15. Wanita Murahan
"KIARA!" teriak Keenan yang entah sejak kapan ada di dekat kami. Suara bariton-nya mengagetkanku, aku menoleh ke arah belakang, dan mataku membulat tak percaya melihat Keenan ada di belakangku."K-Keenan," gumamku lirih. Aku melihat mata coklatnya menatapku begitu tajam, sepertinya dia mendengar apa yang telah aku katakan sebelumnya.Aku terkesiap ketika dia menarik tanganku, menjauh beberapa meter dari Marissa, lalu setelah itu, ia menghempaskan tubuhku ke dinding yang membuat punggungku terasa sakit."Aduh!" rintihku kesakitan."Apa yang kamu katakan kepada Marissa, hah?" Dia bertanya dengan emosi, bisa kulihat rahang tegasnya sudah mengeras."Aku tidak mengatakan apa-apa," gumamku.Dia menyela, "Memangnya kamu pikir aku tidak mendengar perkataanmu?!"Aku menatap matanya yang sudah begitu sangat marah. "Memangnya apa yang salah dengan perkataanku?""Dasar wanita tidak tahu malu!" bentaknya. "Seharusnya aku membuka pikiranku dari dulu, mengapa aku bisa jatuh cinta kepada wanita seper
Read more
Bab 16. Bunga Misterius
Perasaanku sulit diungkapkan saat ini, jantungku berdegup, kesedihan yang mematri dalam benak ini. Cukup sulit untukku mencerna setiap peristiwa yang terjadi dalam hidupku. Semakin aku mencoba untuk pura-pura kuat, semakin sakit rasanya."Ada apa. Ara? Ceritakan pada ibu, mungkin ibu bisa membantu," ujar Ibu lirih, sambil mengusap punggungku.Aku hanya bisa menangis, tanpa menjawab perkataan Ibu. Ibu lantas menepuk pundakku, lalu membawa tubuh ini ke dalam dekapannya yang hangat.Kelembutan dan sentuhan kasih sayang dari Ibu membuatku merasa nyaman dan aman. Sejenak, hatiku merasa lebih tenang, seperti mendapatkan kekuatan baru dari keajaiban pelukan Ibu.Ketika air mata terus mengalir tak terbendung, aku melihat putraku, Kenzie, yang keluar dari dalam kamar. Aku berusaha mengusap air mataku, berusaha menyembunyikan kesedihan di hati, lalu segera melepaskan pelukan Ibu."Mom, ada apa?" tanya Kenzie dengan wajah polos, sambil berjalan menghampiriku.Aku mengatur perasaan, tersenyum mema
Read more
Bab 17. Mengunjungi Butik
Pagi ini, aku bersiap-siap untuk segera menuju butik. Ini kali pertama aku mengunjungi butik setelah pulang dari Singapura. Selama ini, asisten sekaligus sahabatku, Sissi, yang mengurus butik di Tuban. Aku merasa kagum kepada sahabatku itu karena ia mampu mengorganisir butik selama aku berada di luar negeri.Tok! Tok! Tok!Pandanganku tertuju pada cermin di depanku, lalu menoleh ke arah pintu saat mendengar ketukan. Senyumku terukir begitu melihat Ibu berdiri di ambang pintu."Apa kamu sudah selesai bersiap?" tanyanya ramah.Aku mengangguk dengan senyum. "Sudah, Bu.""Baguslah, Kenzie juga sudah siap."Aku segera meraih tas yang ada di atas meja, lalu keluar dari kamar. Hari ini, aku akan mengantarkan putraku, Kenzie, ke sekolah barunya.Setelah sampai di ruang tamu, aku melihat Kenzie sedang termenung. Aku mendekat dan duduk di sebelahnya. "Hai, ada apa dengan putra mommy?" tanyaku."Ken harus pergi ke sekolah?" tanyanya dengan tatapan penuh keraguan, sambil menatapku.Aku mengelus l
Read more
Bab 18. Permainan Marissa
"Siapa?" tanya Sissi.Aku menatap ke arahnya. "Ibu," jawabku."Ada apa dengan Tante Sinta?" tanya Sissi, yang tampak khawatir.Aku menghela napas dalam sebelum menjawab, "Ibu bilang ada yang terus mengirimiku bunga lagi." Aku meletakkan ponselku di atas meja. Aku merasa bingung, karena selama beberapa hari terakhir aku menerima bunga setiap harinya. Entah siapa orang yang sudah memberiku bunga itu?Sissi melihat ponselku sejenak sebelum memandangku dengan heran. "Bunga? Siapa yang mengirimimu bunga setiap hari?"Aku menggeleng dan mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Aku juga tidak tahu. Tidak ada pesan atau keterangan apa pun dari pengirimnya." Sissi terlihat sedikit khawatir. "Kamu harus berhati-hati, Ara. Mungkin ada orang yang mencoba mengganggumu."Namun, bukankah itu terlalu berlebihan? Apa yang bisa didapat oleh seseorang dengan mengirimiku bunga setiap hari? Pertanyaan ini terus menghantui pikiranku sepanjang hari, bahkan setelah aku berbicara dengan ibuku dan menge
Read more
Bab. 19. Menguatkan Diri
"Halo, ada apa, Marissa? Kenapa kamu mengganggu aku? Aku sedang dalam rapat penting.""Maaf, aku tidak menemukan gaun yang cocok di sini. Sebaiknya kita beli dari luar negeri saja.""Astaga, Marissa! Kamu menelponku hanya untuk menanyakan soal itu? Besok adalah hari pertunangan kita, dan kamu masih belum menemukan gaun. Dan kamu bilang apa tadi, membeli dari luar negeri? Apa kamu pikir, ke luar negeri cuma butuh waktu sejam?""Tapi, Sayang.""Aku tidak mau tahu. Pokoknya segera urus sendiri. Jangan menghubungiku lagi, aku sedang sibuk."Aku bisa mendengar Marissa menghela napas panjang ketika Keenan memutuskan sambungannya. Aku hanya merasa puas mendengar sikap tegas Keenan.Marissa menggerutu kesal sambil menatap ke arahku. "Kenapa? Apa kamu senang Keenan memarahiku?" katanya dengan wajah yang muram."Tidak. Lagian, aku tidak mendengarkan perbincangan kalian," alibiku."Aku ambil gaun yang ini saja," ujar Marissa sambil mengambil gaun sembarangan dari gantungan.Setelah melihatnya pe
Read more
Bab 20. Hari Pertunangan
Hari pertunangan Marissa dan Keenan tiba, suasana begitu ramai di rumah Marissa. Aku mencoba menyamarkan perasaan tidak nyaman di tengah keramaian. Saat ini, aku melihat Marissa yang tengah sibuk dengan persiapan. Meskipun hubungan kami penuh dengan dinamika, aku tetap ingin melihatnya bahagia di hari istimewanya.Marissa mengenakan gaun putih yang elegan, memancarkan kecantikan yang memukau. Dia benar-benar terlihat cantik, dan aku tidak bisa menahan senyum kebahagiaan melihatnya. Meskipun kadang sikapnya kasar, tapi di momen ini, aku hanya ingin fokus pada kebahagiaannya."Kak Ara." Aku terkesiap ketika ada seseorang menepuk bahuku. Segera menoleh ke arah belakang, aku melihat Putri yang ada di belakangku. Aku mencoba tersenyum ke arahnya."Putri," gumamku lirih."Putri tidak menyangka Kak Ara akan datang di hari pertunangan Kak Keenan. Kalau Putri jadi Kakak, mungkin Putri tidak akan pernah mau."Aku hanya tersenyum mendengar perkataan Putri. Meski sebenarnya aku hanya pura-pura te
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status