Semua Bab Malam Pengantin dengan Jenderal Dingin: Bab 181 - Bab 190
261 Bab
Marcus dihajar Billy
Billy tertawa keras dan jelas. "Hahaha...karma ini adalah karmamu," ejeknya sambil menatap Marcus dengan tatapan sinis. Raut wajah Marcus berubah menjadi kebingungan, kesal, dan kemarahan. "Apa yang lucu?" tanya Marcus dengan suara bergetar, mencoba menyembunyikan kekhawatirannya. Billy tersenyum mengejek, "Kau mengancam putrimu sendiri, Bukankah ini adalah karmamu? Lepaskan Vivian atau kau yang akan kehilangan nyawamu." Dia melirik ke sekeliling, memberi kode kepada anggota gengnya yang sekarang mengarahkan senapan mereka ke arah Marcus. Wajah Marcus semakin pucat, keringat dingin bercucuran di keningnya, dan kakinya mulai lemas. Dia merasa terpojok dan tidak memiliki pilihan lain selain melepaskan Vivian. Vivian, yang baru sadar siapa pria itu, Dengan mata berkaca-kaca dan suara penuh kemarahan, dia berkata, "Kalau kau adalah papaku, Maka, kau adalah orang yang paling tidak layak dimaafkan. Aku membencimu." Marcus terpaku mendengar kata-kata Vivian, seolah sebuah pukulan keras
Baca selengkapnya
Bryan Tiba di Jerman
Dalam keadaan panik, Billy melarikan Vivian ke rumah sakit dengan terburu-buru. Keringat dingin mengucur deras di keningnya, sementara nafasnya tersengal-sengal akibat berlari. Begitu sampai di rumah sakit, ia langsung berteriak memanggil dokter yang ada di sana. Celine dan Alex yang mendengar teriakan Billy langsung menyusul dengan wajah yang penuh kekhawatiran. Para dokter dan suster segera bergerak cepat, mendorong ranjang beroda untuk membaringkan Vivian yang dalam kondisi pingsan. Dengan sigap, mereka membawa Vivian menuju ke ruang rawat, berusaha menyelamatkan nyawanya."Dokter, tolong selamatkan putriku?" pinta Celine dengan cemas, tak sanggup menyembunyikan kekhawatiran yang mendalam. Dokter mengangguk seraya berjanji akan berusaha semaksimal mungkin. Setelah Vivian dimasukkan ke ruang perawatan, Billy dan Celine menunggu dengan cemas di luar ruangan. Tiba-tiba, Billy mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang. Wajahnya terlihat marah, namun suaranya tetap terjaga aga
Baca selengkapnya
Memilih Yang Mencintai Daripada Yang Kita Cintai
Billy berjalan dengan langkah pasti menuju kurungan tempat Marcus dan para tawanan lainnya terpenjara. Wajah Marcus memperlihatkan rasa sakit yang luar biasa; darah mengalir dari luka tembak di lengannya dan bekas siksaan yang dia terima dari anggota geng Billy. "Hebat sekali, menculik anak sendiri demi menantangku. Sepertinya kamu sudah salah besar," ujar Billy dengan senyum sinis, menatap Marcus yang terbaring lemah di lantai kurungan. "Di mana dia?" tanya Marcus dengan suara parau, menahan sakit yang menyiksa tubuhnya. "Telah dilarikan ke rumah sakit," jawab Billy santai, "Kau menyiksanya dan tidak memberi dia makan. Suami dan ayah sepertimu tidak pantas dihargai." Wajah Marcus memerah karena kemarahan dan rasa bersalah yang membanjiri hatinya. Matanya menatap tajam ke arah Billy, namun dia tidak bisa mengeluarkan suara lagi untuk membalas ocehan pria itu. "Kalau bukan karena Vivian, Aku sudah membunuhmu dari sejak tadi, Aku tidak ingin meninggalkan kesan buruk bagi putrimu. S
Baca selengkapnya
Ciuman Vivian dan Billy
Celine langsung terdiam, dan menyadari betapa sakitnya perasaan putrinya yang sebelumnya tersakiti oleh mantan suaminya, Bryan."Vivian, andaikan...kalau saat ini Bryan kembali, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Celine.Vivian tersenyum dan berkata," Untuk apa lagi? Bukankah dia sudah bahagia sekarang. Andaikan mereka sudah berpisah aku juga tidak akan bersatu dengannya. Cukup sekali kita mencintai seorang pria jangan sampai kedua kali mencintai orang yang sama," jawab Vivian."Kalau Bryan ada alasan melakukan itu, Apakah kamu akan memaafkan dia?" tanya Celine lagi."Mengkhianati pasangan sendiri adalah sesuatu yang tidak bisa dimaafkan. Ma, sudah nasibku harus gagal dua kali pernikahanku. Aku benar-benar takut dan sudah trauma. Aku bahkan tidak ingin mengingat mereka lagi!" jawab Vivian.Celine menghela nafas, dan memegang tangan putrinya," Baiklah, Mama tidak akan mengungkitnya lagi. Untuk saat ini apakah Billy akan menjadi pilihanmu?" "Ma, aku butuh waktu untuk mempertimbangkan,
Baca selengkapnya
Menerima Lamaran
Tak lama kemudian, Billy melepaskan ciumannya dan menatap dalam-dalam ke mata Vivian. Kedua tangannya mengelus lembut pipi wanita itu, mencoba meyakinkan perasaannya. "Vivian, apakah kamu bersedia hidup bersamaku?" tanya Billy dengan suara lembut, penuh harap. Vivian menatap Billy dengan air mata yang tak terbendung di pelupuk matanya. "Billy, aku pernah dikhianati dua kali dalam hidupku. Aku bahkan tidak tahu siapa yang bisa aku percaya lagi," ucap Vivian dengan suara bergetar, mencoba mengungkapkan ketakutannya. Billy tersenyum, mencoba memberikan ketenangan pada wanita di hadapannya. "Kalau begitu, biarkan aku menjadi orang yang bisa kamu percayai, Vivian. Aku akan berubah menjadi pribadi yang lebih baik, dan perasaanku padamu tidak akan pernah berubah. Percayalah padaku," ujar Billy dengan penuh keyakinan, lalu melanjutkan ciumannya yang lembut dan penuh cinta pada Vivian.Tanpa mereka sadari, ada sosok yang tak terduga sedang mengamati mereka dari luar. Murfy, seorang pria berb
Baca selengkapnya
Pertemuan Bryan dan Billy
Beberapa hari kemudian, Jhones datang menghampiri Billy yang sedang duduk di ruang tamu sambil membaca koran. Dengan ekspresi serius, Jhones memberikan sebuah amplop coklat yang tampak sudah lusuh kepada Billy. Dengan rasa penasaran, Billy segera membuka amplop tersebut dan mengeluarkan beberapa lembar berkas yang terlipat rapi di dalamnya. Billy memperhatikan setiap detail yang tertulis di berkas itu, lalu menatap Jhones dengan pandangan tajam. "Apakah ini adalah alamat pengirim?" tanya Billy sambil menunjuk alamat yang tertera di salah satu lembar berkas. "Iya, Tuan. Tapi, orangnya sudah pindah. Dia adalah seorang pria yang hanya sewa kamar itu sehari. Aku yakin dia hanya mengelabui posisi tempat dia berada," jawab Jhones dengan nada yakin. "Sudah periksa rekamannya?" Tanya Billy, masih dengan nada tajam dan penasaran. Sambil menatap beberapa foto seorang pria yang berpakaian serba hitam. "Sudah, Tuan. Dia sangat tertutup sehingga tidak ada yang bisa melihat wajahnya," jawab Jh
Baca selengkapnya
Emily Menemui Vivian
Bryan dan Billy saling menatap tajam dengan senyuman tipis di wajah mereka. Keduanya menyimpan dendam dan kebencian yang mendalam. Bagi Bryan pria yang berdiri di hadapannya adalah seorang musuh yang bakal menjadi lawan terberatnya. Sementara di mata Billy, sang Jenderal adalah pembunuh yang telah merenggut nyawa orang tuanya.Bryan dan Billy duduk berhadapan di meja makan restoran yang mewah, suasana di ruangan tersebut terasa formal dan tegang. Sementara itu, Jhones dan Andrew berdiri di luar pintu restoran, seperti dua penjaga yang siap mengawal jika diperlukan. "Tuan Maxwel, sungguh menyenangkan kita bisa bertemu hari ini," ujar Bryan dengan senyum paksa."Kebanggaanku bisa duduk bersama dengan seorang prajurit hebat," puji Billy dengan senyum palsu yang terlihat jelas di wajahnya. "Tidak tahu kesibukan apa sehingga membuat Anda datang ke Jerman?" tanya Billy, mencoba mengali informasi. Bryan menatap Billy dengan tajam, seolah menembus jantung lawan bicaranya. "Kedatanganku ada
Baca selengkapnya
Rencana Penyerangan Ke Markas Musuh
"Walau sudah dicampakan oleh ayah dari anakku, setidaknya kita masih bisa berteman. Aku merasa kasihan padamu," ucap Emily dengan mengejek.Vivian tersenyum mendengar ejekan wanita itu," Kamu seorang dokter dan merasa bangga bisa mendapatkan suami orang. Menjadi istri kedua dari seorang Jenderal membuatmu sangat bangga. Selamat untukmu!" ucap Vivian."Aku tahu kamu menaruh dendam padaku, Harus bagaimana lagi, karena yang dipilih Bryan tetap aku orangnya," jawab Emily dengan sengaja."Bagaimana kalau aku merayakan kebahagiaan kalian? Bukankah kamu sudah hamil dan pasti Bryan sangat bahagia, bukan? Aku sebagai orang berhati besar akan merayakan untuk kalian. Apa kamu menerima permintaanku?" tanya Vivian.Emily terdiam seketika melihat ekspresi wanita itu yang hanya biasa-biasa saja."Kenapa dia tidak terlihat sedih dan malah begitu senang?" batin Emily."Kenapa melihatku terus? Apakah ada yang aneh? Atau...kamu takut suamimu itu akan menaruh perasaan padaku?" tanya Vivian.Emily terseny
Baca selengkapnya
Bryan diincar Pembunuh
Anggota Billy telah mengepung wilayah markas Elang Hitam dengan hati-hati. Mereka menodongkan senjata ke arah sasaran mereka dari jarak yang jauh, siap untuk melumpuhkan musuh jika diperlukan. Udara terasa tegang, namun mereka tetap fokus pada misi mereka. Tak lama kemudian, Billy dan anggota lainnya tiba di lokasi dengan mobil hitam yang gagah. Mereka segera turun dari kendaraan dan bergabung dengan rekan-rekan mereka yang sudah mengepung markas tersebut. "Tuan," sapa mereka dengan serentak, memberi hormat pada Billy sebagai pemimpin mereka. "Bagaimana situasi di dalam sana?" tanya Billy dengan nada tegas, menatap tajam ke arah markas Elang Hitam. "Mereka dijaga sekitar lima puluh anggota, Tuan. Namun, sisa anggota mereka tidak ada di tempat. Apakah mereka memasang jebakan?" tanya anggota yang melaporkan situasi kepada Billy, wajahnya tampak waspada. Billy menghela napas sejenak, merenungkan kemungkinan yang ada."Tim A, langsung serang dari belakang. Sisanya menunggu di sini, si
Baca selengkapnya
Bryan Berhadapan Dengan Penembak Jitu
Para pembunuh bersembunyi di balik pepohonan, mereka saling berkomunikasi dengan isyarat tangan, bergerak lincah mengubah posisi mereka untuk mencari keberadaan Bryan yang tiba-tiba menghilang dari jangkauan pandang mereka. "Apakah dia menyadari keberadaan kita?" tanya salah satu penembak itu dengan wajah khawatir. "Aku tidak percaya kita tidak bisa membunuhnya," jawab yang lain. Mereka menggunakan teropong senapan untuk mencari jejak sasarannya, namun Bryan seakan menghilang ditelan bumi. Sementara itu, Bryan yang ternyata berhasil menyelinap ke ruangan lain sambil memegang senapannya dengan erat. Dengan napas yang teratur, dia berusaha mengendalikan gerak-geriknya agar tidak terlihat oleh para pembunuh. "Kita lihat saja, siapa yang mati nanti," gumam Bryan sambil mengarahkan senapannya ke arah salah satu pembunuh yang sedang bersembunyi di balik semak-semak. Dia menunggu waktu yang tepat untuk menembak. Setelah yakin bahwa bidikannya tepat mengarah ke kepala lawannya, Bryan me
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1718192021
...
27
DMCA.com Protection Status