Semua Bab Wanita Kedua: Bab 51 - Bab 60
171 Bab
Rahasia Masa Lalu
“Dia tidak pernah mencintai saya, Bi, dia yang mengatakan sendiri, hanya almarhumah Mbak Laras yang masih dia cintai tapi mungkin sekarang sudah terisi dengan Keira,” jawab Dina sendu, bahkan dia tak dapat menahan air matanya, ini kali pertama dia menangis di depan orang lain selain Bu Rahmi. “Itu tidak benar percayalah pada saya, Dia mencintai Nyonya. Mungkin dia memang sangat memperhatikan Non Keira, tapi Bibi yakin Tuan tidak memiliki rasa cinta untuknya. Percayalah. Nyonya harus bertahan karena tempat Nyonya di sini di sisi tuan.” “Tapi itu sudah tidak berguna, Bi, nyatanya Mas Angga sudah berkhianat di belakang saya.” “Bibi tahu Nyonya, ini sulit tapi cobalah untuk bertahan demi anak-anak juga, saya yakin semuanya akan kembali baik-baik saja. Tolong pertimbangkanlah kembali.” Dina hanya menghela nafasnya, Dia tahu Bibi sangat menyayanginya juga Angga, tapi dia tidak akan mau terkurung pada sebuah pernikahan yang sama-s
Baca selengkapnya
Adek Baru
Benar saja semalaman Dina hampir tidak tidur, wanita itu hanya duduk diam saja di ranjangnya. Dina sendiri juga bingung kenapa dia mau saja memikirkan kerumitan keluarga ini, bukankah akan lebih mudah kalau dia pergi saja, dan melepaskan semua beban, Aksa dan Arsyi bukan tanggung jawabnya lagi jika dia berpisah dengan Angga. Tapi jika itu yang terjadi, Dina sangat yakin seumur hidup dia akan hidup dalam penyesalan. Menyesal karena tidak memperjuangkan Angga, juga menyesal karena tidak bisa membantu seorang anak yang sangat membutuhkan bantuannya. Hidup Dina memang sudah sulit dari kecil karena itu dia tidak ingin menambah kesulitan itu dengan rasa bersalah karena mengabaikan seorang anak. Karena dia tahu benar bagaimana rasanya. Hari mulai beranjak pagi, tidak ada lagi waktu untuk tidur lagi. Dina butuh mandi, mungkin air dingin bisa membuat tubuhnya lebih segar, banyak hal yang harus di hadapinya pagi ini, terutama suaminya yang pasti akan menemuinya dengan berbagai hal yang membu
Baca selengkapnya
Kemarahan Aksa
Dina memandang mereka bergantian, Aksa yang begitu marah memandang Papa dan ibu tirinya, sedangkan di sana sang Papa masih tertawa bahagia bersama istri barunya. Hati Dina sakit tentu saja, sampai sesak rasanya tapi dia tahu kalau sakit hatinya belum ada apa-apanya dibandingkan rasa sakit yang dirasakan oleh Aksa putranya.“Aksa, Bukunya sudah disiapkan semua, Sayang?” tanya Dina mencoba mengalihkan perhatian Aksa agar tidak selalu memandang mereka yang sedang tertawa bahagia. Dina rasanya ingin menangis melihat semua ini, di sana Angga sedang tertawa bahagia menyambut kehadiran calon anggota baru keluarganya, sedangkan di sini putranya sedang menahan sakit hati dan kecewa pada papanya. Tidakkah Angga memiliki sedikit empati padanya dan juga anak-anak. Mengapa mereka tak lewat pintu samping saja agar tak perlu menyakiti mereka semua. Aksa mengalihkan pandangannya dari kedua orang itu dan menatap Dina, dengan senyum yang jela
Baca selengkapnya
Berbeda
Dina membuka pounch make upnya mengambil sebuah kaca kecil yang tersimpan di sana, wajahnya  masih terlihat pucat dan kuyu, efek kurang tidur memang membuat penampilannya berantakan. Sejenak dia menimbang sebentar, haruskah dia memakai lipstik warna merah supaya wajahnya terlihat lebih segar? Selama ini dia hanya menggunakan warna lipstik nude saja itupun hanya dia aplikasikan tipis saja. “Baiklah apa salahnya mencoba,” gumamnya pelan, lalu mengaplikasikan lipstik merah ke bibirnya. Sekarang dia akan menutupi kantung matanya, Dina akan memoleskan concelar. Sejenak Dina mengamati wajahnya sendiri,  sudah cukup sepertinya, bawangan hitam di bawah matanya telah menghilang dan mukanya terlihat lebih segar, efek make up memang luar biasa. Syukurlah Pak Amin mengemudikan mobilnya dengan tenang jadi dia bisa berdandan dalam mobil dengan baik, seharusnya memang lebih baik berdandan di rumah,  tapi Dina begitu malas mendengar koment
Baca selengkapnya
Ada Manis-manisnya
Mengikuti Brian ke gedung milik yayasan, artinya Dina harus bersiap-siap kakinya serasa patah. Laki-laki itu tipe pekerja keras dan perfeksionis, jadi dia akan dengan teliti mengecek satu per satu fasilitas yang ada dengan mata kepalanya sendiri. Jadi tidak mengherankan kalau Brian berkeliling semua gedung untuk melakukan pengecekan.Untuk sekolah luar biasa saja, mereka harus mengecek lima puluh ruangan yang kesemuanya memiliki fasilitas yang tidak sedikit, belum lagi kalau mereka harus menanyai penanggung jawab masing-masing ruangan dan menanyakan apa saja yang mereka butuhkan dan apa saja barang yeng tidak perlu ada. Tak jarang kabar yang beredar Pak Brian akan menanyai anak-anak langsung apa yang mereka butuhkan. Lalu Dina nanti juga harus membuat laporan barang apa saja yang memang benar-benar diperlukan dan sesuai dengan buget yang ada. Yang Dina syukuri adalah hari ini dia tidak memakai sepatu dengan hak tinggi, hanya sebuah flat shoes berwarna krem yang membungkus kakinya.
Baca selengkapnya
Bukan Ibu Tiri Cinderella
Dina menggendong Ara yang tertidur, dan meletakkannya di bangku penumpang dengan kepala anak itu ada di pangkuannya. Tubuhnya lelah luar biasa dan yang pasti dia sangat mengantuk, benar saja mengikuti Brian yang seperti mainan dengan baterai full membuat tubuhnya seperti mau rontok semua.Dedikasi laki-laki itu pada pekerjaan memang luar biasa, Dina yakin di masa depan yayasan tempatnya bekerja akan semakin maju jika berada di tangan Brian, apalagi laki-laki itu memang terlihat sangat tulus menyukai anak-anak, jadi dia pasti akan melakukan yang terbaik untuk membuat anak-anak betah dan nyaman belajar di sana, bukan hanya mementingkan keuntungan semata.“Pelan-pelan saja, Pak, saya juga mau tiduran bentar nanti kalau sudah sampai bangunkan saya,” kata Dina pada Pak Amin yang sudah bersiap di balik kemudi. “Baik, Nyonya.” Tubuhnya memang lelah luar biasa karena dihajar pekerjaan yang seolah tak ada habisnya hari
Baca selengkapnya
Biarkan Dia Tenang
Hari sudah semakin sore saat mereka sampai di area pemakaman. Pemakaman umum ini begitu terawat dan memiliki pemandangan yang indah. Pasti keluarga almarhum dan almarhumah di sini mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk mendapatkan satu kapling di tempat ini. Dina ingat Angga pernah bercerita kalau Laras sangat menyukai pemandangan bukit dengan berbagai pepohonan yang ada di dalamnya. Dan Angga mewujudkan keinginan Laras untuk selalu bisa melihat perbukitan yang menampilkan pemandangan yang elok.Dina menyebut ini pekuburan karena banyak kuburan yang ada di dalamnya, tapi tidak seperti kuburan pada umumnya yang menimbulkan suasana seram, kesan pertama yang ditangkap di sini adalah indah dan tenang. Ini memang kali bukan pertama kalinya Dina mengunjungi makam istri pertama suaminya  itu, sebelum menikah, Angga pernah mengajak Dina kemari untuk menunjukkan makam orang yang masih dicintai laki-laki itu, setelah sehari sebelumnya mengatakan
Baca selengkapnya
Kamu Cantik
“Kenapa Papa meminta kita menunggunya, Bunda?” tanya Aksa setelah papanya berlalu. “Bunda juga nggak tahu,” jawab Dina. Dia memang tidak tahu kenapa Angga memintanya menunggu laki-laki itu, mereka membawa mobil masing-masing dan tujuan mereka pun berbeda, Dina dan anak-anak akan pulang ke rumah sedangkan Angga tentunya akan kembali ke kantornya, mengingat hari masih sore. “Bunda!” “lho kok Ara di sini?” “Iya tadi sama Papa,” jawab anak itu dengan centilnya. Dina menerima pelukan putrinya sambil matanya terus mengarah ke bagian dalam mobil, apa Keira juga ikut? Tapi kenapa tidak turun?“Kok Ara ditinggal, Bunda, Kak Arsyi dan Mas Aksa mau jalan-jalan sendiri ya?” tanya anak itu dengan sebal, bibirnya sampai maju dan pipinya yang gembil digembungkan membuat Dina gemas ingin mencubitnya. “Kan adek tidur tadi, kita nggak jalan-jalan, cuma mau ke makamnya mamanya Kak Arsyi dan Mas aksa.” “Mamanya tinggal di sini Bunda? Tapi kok nggak ada rumahnya?” tanya anak itu dengan heran. Di
Baca selengkapnya
Malam Bersama
“Kasihan pada Keira karena anak hasil perselingkuhan Kalian tidak akan diakui, begitu?” “Aku tidak pernah selingkuh, Din, kehamilan Keira itu tidak seperti, suatu hari aku akan jelaskan, tapi tidak sekarang.” “Kenapa tidak sekarang?” tantang Dina. Alih-alih menanggapi Dina, Angga malah mengeluarkan tiga buah ponselnya.“Aku sudah matikan ponsel untuk Keira supaya dia tidak bisa menelepon, dan dua ponselku lainnya kamu yang pegang saja, kamu yang akan menentukan itu penting atau tidak.”Dina memandang heran suaminya yang bisa mengantongi tiga buah ponsel ke mana-mana, dia saja yang hanya menggunakan satu ponsel kadang lupa membalas pesan apalagi tiga. Dina segera menggelengkan kepalanya menghalau semua pikiran tak penting yang masuk dalam kepalanya. “Dan kamu akan menyalahkanku kalau ada telepon yang kamu anggap penting aku abaikan?”“Ya Tuhan, aku janji tidak akan melakukannya bukankah a
Baca selengkapnya
Kedatangan Mertua
Malam itu Angga mengemudikan mobilnya dalam perjalanan pulang dengan tenang, di sebelahnya Dina sesekali menghadap ke belakang untuk memantau anak-anak yang bernyanyi riang di bangku belakang, tepatnya Arsyi dan Ara yang sedang bernyanyi sedangkan Aksa hanya duduk diam memandangi kedua adeknya itu, meski begitu dapat terlihat sinar kebahagiaan terpancar di matanya. “Mas Aksa nggak ikut nyanyi?” tanya Dina iseng. “Aksa sudah gede masak nyanyi balonku Bunda,” katanya dengan wajah cemberut.“Jadi mau nyanyi apa?” “Aksa mau jadi pendengar saja, biar mereka yang nyanyi,” jawab Aksa ngeles. “Mas Aksa suara jelek Bunda makanya nggak mau nyanyi.” “Enak saja.” “Ok kalau begitu Arsyi dan Ara nyanyi lagi, apa perlu kita putar lagu?”“Boleh Bunda.” Mereka lalu berebut mengatakan lagu apa yang ingin di putar, dan baru berhenti saat Dina memutuskan akan memutar lagu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
18
DMCA.com Protection Status