All Chapters of Sentuhan Panas Dokter Dingin: Chapter 71 - Chapter 80
91 Chapters
Bab 71
"Udah sana pulang! Aku mau masuk," usir Ruma takut baper kalau lama-lama berduaan."Iya, padahal baru sampai, masih pingin main juga. Kamu baik-baik ya, boboknya jangan malem-malem. Bumil nggak boleh begadang. Jangan lupa vitamin dan obatnya diminum," kata Raja sebelum beranjak. Berat banget rasanya mau say good bye. Masih betah, tapi terpaksa harus out. Sabar sabar."Iya, habis makan aku langsung tidur, hati-hati di jalan!" ucap Ruma melambai dengan senyuman simpul."Kamu juga besok hati-hati ya. Tunggu sampai seseorang menjemputmu. Nanti aku kabarin. Selamat sampai tujuan, kabari aku juga kalau sudah sampai."Ruma masuk, Raja baru beranjak pulang. Berharap waktu cepat berlalu, agar sabarnya segera disambut dengan hari paling ditunggu. Setidaknya perasaannya jauh lebih baik setelah bertemu. Ruma dalam keadaan baik-baik saja.Pria itu sampai rumah langsung bersih diri dan tidur. Rasa hati ingin mengirim pesan selamat malam. Namun, ia rahan-tahan takut malah tidak bisa tidur. Gini aja
Read more
Bab 72
Sepanjang malam Raja tidak bisa tidur, entahlah padahal dia sudah berdoa dan berwudhu dulu untuk menghalau kegelisahan di hatinya.Pria itu terus kepikiran Ruma, apalagi dua hari ini tak ada kabar darinya. Mungkin karena terlalu sibuk atau apa, yang jelas hati Raja tidak bisa tenang. Di saat pria itu ada sedikit waktu dari sisa harinya, justru Ruma mungkin sedang tidak bisa aktif. Hal itulah yang membuat komunikasi keduanya seakan memburuk dan membuat sang dokter kepikiran. Akibat semalaman begadang, Raja paginya ngantuk berat. Beruntung ini hari libur dan pria itu tidak harus ke rumah sakit. Siangnya, Raja menemui ibunya. Dia menceritakan risalah hatinya selama dua hari ini."Ummi, Raja kepikiran terus sama Ruma. Bagaimana solusinya, Ummi," adu pria itu tersiksa batin sendiri. Mau dihalalin belum boleh, tidak dihalalin tersiksa jiwa. "Sabar Ja, kurang dari dua bulan lagi kan Ruma lahiran. Sebentar lagi, beri jeda waktu untuknya dulu," tanggal Ummi bijak. Walaupun Ruma sebenarnya t
Read more
Bab 73
Ruma mendesis lirih merasakan perutnya semakin nyeri. Dia merasa tanda-tanda mau melahirkan menghampirinya."Ya Allah ... kok makin sakit. Apa kamu mau keluar sekarang sayang." Ruma mengelus perutnya dengan wajah nyengir menahan sakit. Dia menghentikan aktivitasnya yang belum sempat diselesaikan. Rasanya tidak karu-karuan. Ruma mencoba mengatur napas, saat perutnya tak lagi sakit, dia kembali beberes. Seperti itu berlangsung hingga dapur selesai dirapihkan.Usai membersihkan dapur, Ruma beranjak ke kamar. Dia merasakan perutnya kembali nyeri. Ruma mencoba berbaring, mana tahu ini hanya kontraksi palsu saja sebab kehamilannya masih terlalu dini. Masih jauh dari perkiraan melahirkan. Baru beberapa menit ia merasa lega karena sakitnya hilang. Selang beberapa saat datang lagi. Semakin kuat dugaan kalau dirinya sepertinya memang mau melahirkan. "Sayang, jangan sekarang. Ini kan belum waktunya." Ruma mengelus-elus perutnya seraya berdoa yang ia bisa. Wanita itu mondar-mandir di kamarnya
Read more
Bab 74
Raja menangis terharu melihat bayi mungil yang baru saja diadzani dalam dekapan ibunya. Walaupun pria itu datang sedikit terlambat, beruntung Ruma dan bayinya sehat. Hanya saja karena baby mereka lahir prematur masih kurang bulan, berat badannya juga kecil. Sehingga memerlukan perawatan intensif. "Aku mau mengabari ummi sama abi ya, biar mereka datang. Besok kita menikah," kata pria itu tak sabaran. Apalah Dokter satu ini, memangnya tidak bisa menunggu Ruma bernapas dulu. Dia bahkan baru saja melahirkan beberapa jam yang lalu. "Hah, besok? Yang bener dong Mas, aku masih di rumah sakit. Bagaimana ceritanya kita akan menikah." "Biar aku bisa jagain kamu. Kalau kaya gini kan aku bingung juga ditanyain dokter kaya tadi. Bapak suaminya? Aku harus jawab apa, Dek?" "Ya jawab aja bukan, memang bukan kan?" "Belum sih, makanya lebih cepat lebih baik. Kita menikah dulu di bawah agama, nanti kalau sudah pulih baru kota meresmikan hubungan ini. Bagaimana?" "Terserah kamu saja, Mas, Ru
Read more
Bab 75
"Kamu sudah lahiran? Bapak yang maksa ibuk ke sini." "Iya Buk, alhamdulillah sudah. Terima kasih ibuk sudah datang," jawab Ruma lembut. Walaupun ibunya selalu bersikap kurang suka, Ruma tetap patuh dan menerima. "Rum, sehat? Alhamdulillah sudah lega rasanya. Cucu bapak lucu sekali," ucap Pak Razik membuat wajah Ruma tersenyum. "Iya Pak, alhamdulillah berkat doa bapak semuanya dilancarkan." "Raja mana? Bukannya dia katanya ke sini?" tanya Pak Razik tidak menemukan calon menantunya. "Di luar Pak, tadi ada kok. Tadi di sini." "Katanya orang tua Raja mau datang? Bener atau gimana Rum?" tanya Bapak memastikan. "Iya Pak, ummi sama abi mau silaturahmi ke rumah." "Dadakan sekali, dia niatnya cuma mau silaturahmi atau mau ngelamar kamu. Bukankah kita perlu siap-siap." "Mm ... kalau itu Ruma kurang tahu. Nanti kalau Mas Raja ke sini biar tak tanya dulu." "Ya, sebaiknya harus jelas. Biar enak nanti nerima tamunya." "Ibuk nggak mau repot, semua catering saja. Sebaiknya ju
Read more
Bab 76
"Alhamdulillah ...," ucap Raja dalam hati usai mengucapkan akad dengan khusuk. Pria itu akhirnya bisa tersenyum lega, serasa satu bebannya terlepas. Pengantin perempuannya pun dipanggil untuk bertemu langsung dengan suaminya. Tatapan pertama setelah sah, kenapa jadi malu-malu begini rasanya. Ini pernikahan kedua Ruma, tetapi serasa perdana. Ia merasakan kebahagiaan yang tidak bisa ditutup-tutupi lagi. "Tangan kamu, Dek," kata pria itu menginterupsi. Ruma sampai keringat dingin karena mendadak grogi. Padahal udah sah ini, tapi masih pada malu-malu gimana gitu. Lucu sekali pasutri baru ini. Sampai-sampai mau masangin cincin ke suami saja deg degan begini. Usai bertukar cincin dengan perasaan dag dig dug, kini saatnya mereka mengambil sesi foto bersama, lengkap dengan mencium tangan penghormatan setelah sah menjadi suami istri. Keduanya saling melempar senyum malu-malu. Kenapa mendadak canggung dan kaku begini. "Udah Mas, aku ke dalam dulu. Kasihan adeknya," ucap wanita itu
Read more
Bab 77
"Mas," kata perempuan itu memberi jarak. Dia menggeleng pelan, takut kalau pria itu lupa akan keadaannya saat ini. Raja tersenyum manis, dia paham, tahu betul kalau istrinya khawatir terhadap dirinya yang tiba-tiba bringas. "Tahu kok sayang, aku cuma kangen aja. Jangan khawatir, anggap saja kita lagi pacaran dulu. Cukup sampai sebatas ini bolehnya." Dia memberi batasan sendiri yang membuat Ruma membalas dengan pipi merona. "Emang boleh sampai sini. Kamu membuatku takut," ucap Ruma jujur. "Ya boleh lah, kan udah halal, sampai bawahnya juga boleh, asal nggak bablas aja. Hahaha." "Ish ... kamu meresahkan. Ternyata Dokter Raja yang cool dan alim itu mesum!" "Nggak apa-apa dong Dek, kan mesumnya cuma sama kamu," jawabnya enteng. Raja mau menunda-nunda pacaran. Ini kesempatan dia bermanja-manja gemesin ummanya Zava setelah sekian purnama menahan diri. Sudah halal mana tahan istrinya dianggurin. "Dek, jangan jauh-jauh. Masya Allah ... sini dong cantik." Raja kembali m
Read more
Bab 78
"Sebenarnya ada suatu hal yang ingin kami katakan, Bu, Pak," ucap Raja membuka prakata. Bapak dan ibu yang tengah duduk santai langsung terfokus pada pasutri yang baru bergabung itu. Siap menyimak hal apa yang ingin disampaikan anak dan menantunya. Sepertinya penting sekali kalau dilihat dari raut wajahnya. "Ini tentang hal kita berdua, dan juga Zava," sambung pria itu menyiapkan hati yang teguh. Sebenarnya ini aib, tapi untuk memperjelas keadaan, dan agar tidak menjadi kesalahpahaman lagi fi kemudian hari. Bapak dan ibuk menduga-duga karena Zava bukanlah anak dari Raja, jadi mungkinkah pria itu keberatan menerima putri Ruma. Tapi kenapa yang terlihat belakangan ini justru Raja sepertinya sangat menyayangi bayi itu. "Kenapa Ja? Bicara saja," sahut Ibuk tak sabar. Bikin penasaran orang tua saja. "Sebenarnya Zava bukan anak kandung Mas Rasya, Buk, Pak," ucap Ruma cukup jelas. Tentu saja pernyataan Ruma langsung membuat pikiran kedua orang tuanya jelek. "Maksud kamu?" Pe
Read more
Bab 79
"Hati-hati di jalan, jangan lupa ngabarin ya kalau udah sampai," ucap Ruma melepas suaminya pulang. "Siap umma sayang," jawab Raja masih cengengesan. Padahal dia juga berat ninggalin Ruma dan bayinya. Berharap beberapa minggu cepat berlalu. Pria itu mencium baby Zava dengan gemas. Tak lupa juga mendaratkan kecupan sayang pada istrinya. "Baik-baik di rumah, kalau kangen kan bisa telfon."Bogor Jakarta itu dekat, hanya saja kondisi Zava yang masih terlalu kecil menahan diri keduanya untuk tidak membawa perjalanan dulu. Rencananya setelah syukuran dan menggelar aqiqah untuk kelahiran Zava baru Ruma pindah ikut suaminya. Rasanya seperti ada sesuatu yang hilang saat mobil suaminya tak terlihat oleh matanya. Mendadak hatinya jadi sepi. Padahal baru beberapa menit pria itu berlalu, sudah membuat Ruma galau saja. "Ayo masuk, Dek, buya udah berangkat. Malam ini kita tidur berdua." Ruma masuk meninggalkan teras. "Raja sudah berangkat? Jangan lupa minta segera diurus secara legal biar pern
Read more
Bab 80
"Itu suara bayi siapa, Rum?" tanya Rasya lagi begitu penasaran. Dia sampai berdiri dari duduknya hendak mengekor Ruma ke dalam. "Bayi Ruma, Mas, sebentar ya, Ruma lihat dulu," ujar perempuan itu pamit melihatnya. Rasya sebenarnya sangat penasaran, tetapi tertahan dengan keadaan status mereka yang tidak bisa sebebas dulu. Dia hanya bisa memanggil-manggil dengan rasa ingin tahu. "Ruma!" seru pria itu gelisah sendiri.Sementara Ruma langsung masuk kamar mengunci pintunya. Baru mendekati Zava yang tengah menangis meminta perhatian. Dia takut tiba-tiba Rasya menyusulnya mengingat pria itu mengekor sampai ruang keluarga."Ada apa, Sya, biarkan Ruma mengurus bayinya dulu. Kamu tunggu di ruang tamu saja," tegur Ibuk langsung menyela. Melihat mantan menantunya sampai masuk. Perempuan itu sebenarnya masih agak kesal dan kecewa terhadap Rasya akibat telah menyia-nyiakan putrinya. Apalagi tahu sempat ada konflik yang menyebabkan perempuan lain.Dia menyesali sikapnya yang tidak mau terbuka du
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status