Semua Bab DIKIRA PENJUAL NASI KUNING: Bab 71 - Bab 80
82 Bab
TENTANG MASA LALU
POV : DIKTA "Pokoknya mama nggak setuju hubunganmu dengan Lana, Dikta. Apapun yang kamu katakan tentang dia, mama nggak suka. Ingat, Dikta. Ibunya pernah menjadi selingkuhan papamu dan itu masih membuat mama sakit hati sampai saat ini." Mama masih saja membahas hal yang sama, padahal berulang kali papa bilang jika semua itu hanya bagian dari masa lalu dan kini hanya mama yang papa cintai. Lagipula ibunya Lana sudah tiada, bisa-bisanya mama masih cemburu pada orang yang sudah meninggal dunia. Aneh. "Ibunya Lana bukan selingkuhan papa, Ma. Bukankah beliau menikah dengan papa tiga bulan lebih awal dibandingkan mama?" Aku membela, meski tak bermaksud menyudutkan mama, tapi sepertinya mama merasa tersudutkan. Mama kembali meradang bahkan memintaku memilih antara mama dan Lana. "Mereka menikah di bawah tangan, Dikta. Tanpa diketahui keluarga besar. Dasar ibunya Lana saja yang genit. Mau-maunya menikah dengan papamu tanpa persetujuan keluarga." Lagi, mama terus menyudutkan Lana dan ibuny
Baca selengkapnya
PENGAKUAN
"Bagaimana dengan foto-foto ini? Apa kamu masih tetap memakluminya bahkan mempercayai omong kosong perempuan itu?" Mama melempar beberapa lembar foto Lana dengan Radit di depanku. Aku buru-buru mengalihkan pandangan sebab tak ingin melihat Lana dalam kondisi seperti itu. Aku tahu bagaimana perasaannya dan aku tak ingin membuatnya semakin terluka tiap kali aku melihat foto-foto itu. "Foto ini jelas, Dikta. Bukan editan. Apa kamu masih tetap mempercayai dia terbukti tidur dengan lelaki lain? Apa kamu masih mengharapkan perempuan seperti dia untuk menjadi calon pendampingmu kelak?" Mama menatapku tajam sembari menggelengkan kepala perlahan. "Mama benar-benar nggak habis pikir kenapa kamu bisa bersikap seperti ini. Dimana letak spesialnya perempuan itu sampai membuatmu secinta itu, Dikta?" Mama menjatuhkan bobotnya ke sofa lalu memijit kening saking pusingnya. Aku tahu mama cukup frustasi melihat hubunganku dengan Lana. Mungkin terheran-heran kenapa aku belum bisa melupakan Lana meski
Baca selengkapnya
OBAT BIUS
POV : DIKTA Riana. Perempuan itu benar-benar keterlaluan. Dia tak pernah jera membuat Lana menderita. Sampai hati melakukan fitnah keji seperti ini. Aku akan membuat perhitungan dengannya. Lihat saja nanti! [Dit, aku sudah tahu dalang penyekapan itu. Kita ketemu di cafe Arjuna untuk membahas rencana selanjutnya] Pesan untuk Radit sudah terkirim. Tak mengukur waktu, aku pamit keluar pada mama dan papa yang masih terlibat obrolan serius soal penyekapan Lana. Mobil kupacu perlahan menuju tempat yang sudah kujanjikan, Cafe Arjuna. Jalanan kota tak terlalu macet hingga membuatku datang lebih cepat. Suasana tak terlalu ramai sore ini. Hanya ada tiga pasang pemudi dan pemuda yang menikmati menu yang tersedia di cafe ini. Lima belas menit menunggu, akhirnya Radit datang juga. Aku melambaikan tangan pada laki-laki bertubuh jangkung dengan kaca mata minusnya itu saat dia mulai mencari keberadaanku. Dia sedikit mengangguk lalu mempercepat langkah ke arahku. "Terlalu lama menunggu?" tanyany
Baca selengkapnya
PENCULIKAN
POV : DIKTA Kedua kakiku diikat kuat sementara kedua tangan juga diikat ke belakang. Tak hanya itu saja bahkan mulutku dilakban hingga tak mampu berteriak keras. Mereka benar-benar keterlaluan. Rasa haus membuatku mencoba berteriak dan menyenggol kursi di sampingku hingga terjatuh.Dua lelaki membuka pintu. Lagi-lagi aku tak bisa menebak siapa mereka sebenarnya karena tertutup masker. Meskipun bisa, kemungkinan besar aku tak mengenalnya. Kuyakin jika mereka bukan pelaku utama. Apa mungkin Riana lagi pelakunya? Dia tak berhasil menjauhkanku dengan Lana karena foto-foto itu, lantas sekarang berusaha menculikku balik agar Lana mengira aku membencinya? Jika memang iya, Riana benar-benar kelewat batas. Dia memang pantas mendekam ke penjara atas semua yang dia lakukan. "Jangan ribut! Mau ngapain kamu?!" sentak salah seorang penjaga itu dengan suara garangnya. Aku mencoba mengucap minum meski suaranya tak terlalu ketara. "Dia minta minum, Bang." Laki-laki lain tahu apa yang kuinginkan.
Baca selengkapnya
TERBONGKAR
Lima hari Dikta tak ada kabar. Entah mengapa kini di grup alumni ramai dengan foto-foto Riana dan mamanya yang digelandang polisi. Aku benar-benar tak tahu berita apapun karena sengaja jaga jarak dengan teman-teman yang lain. Aku nggak mau terlalu membuka diri di depan mereka semua. Apalagi sejak fotoku bersama Mas Radit tersebar, aku cukup berhati-hati untuk berteman dengan siapapun. [Riana jualan daster sama jadi rentenir, Gaes. Ternyata selama ini kita tertipu! Dia dan keluarganya sudah bangkrut sejak lama, tapi selalu berlagak hedon. Kasihan Lana, selalu dijadikan bahan ejekan. Padahal Lana sekarang sukses loh. Rizal yang cerita kalau Lana nggak seperti yang diceritakan Riana] Pesan pertama yang membuatku membulatkan mata seketika. Entah siapa, aku tak menyimpan nomornya. Sempat aku intip foto profil di WhatsAppnya, tapi tetap tak bisa kutebak. Dia tak memamerkan foto asli melainkan hanya foto kucing yang mungkin dia ambil dari media sosial. Keterkejutanku bertambah saat meliha
Baca selengkapnya
KABAR BAIK
POV : LANA "Assalamualaikum, Lana!" Salam terdengar dari luar gerbang. Aku buru-buru menyambar hijab dan membuka pintu utama. Kulihat sosok yang selama lima hari ini kurindukan. Dikta. Dia benar-benar datang dengan begitu bersemangat dan senyum lebarnya. "Wa'alaikumsalam, Dikta. Akhirnya ketemu kamu juga." Aku ikut semringah saat membuka gerbang. Namun, senyumku tiba-tiba padam dan mendadak salah tingkah saat melihat Tante Delima dan Om Erwin sudah ada di belakang Dikta. Mereka saling tatap lalu tersenyum tipis ke arahku. "Eh, Om dan Tante ikut juga. Maaf sudah menunggu lama, silakan masuk." Aku mendadak kikuk saat mempersilakan orang tua Dikta untuk duduk di ruang tamu. Saat pamit ke belakang untuk menyiapkan minuman, aku sempat melotot ke arah Dikta yang hanya senyum-senyum tipis. Sengaja banget dia tak memberi tahuku lebih dulu jika akan datang ke sini dengan kedua orang tuanya. "Aku bantu, Lan." Dikta beranjak dari sofa lalu mengikutiku ke dapur, meninggalkan kedua orang tuany
Baca selengkapnya
SEGENGGAM RESTU
"Aku bawa nampannya. Kamu pasti masih shock dengan kabar bahagia ini." Dikta mengambil alih tugasku membawa nampan berisi empat cangkir teh hangat dan camilan itu. Aku pun mengikutinya kembali ke ruang tamu. "Maaf menunggu lama, Om, Tante." Aku kembali tersenyum lalu menata cangkir dan piring berisi camilan itu ke atas meja dan menyimpan nampan di bawah mejanya. "Nggak apa-apa, Lana. Justru kami yang minta maaf karena sudah mengganggumu pagi-pagi begini." Om Erwin tersenyum tipis lalu menoleh ke arah istrinya yang ikut mengangguk pelan."Nggak masalah kok, Om, Tante. Lagipula saya nggak ada kerjaan. Saya merasa beruntung sekali pagi ini karena mendapatkan tamu spesial." Aku tersenyum tipis lalu melirik Dikta yang ikut manggut-manggut dengan senyumnya yang menawan. "Langsung saja ya, Lana. Kedatangan Om dan Tante ke sini selian untuk silaturahmi, Tante juga mau minta maaf sama kamu atas sikap buruk Tante selama ini. Kepergian Dikta lima hari belakangan karena penculikan itu membuat
Baca selengkapnya
BANGGA
Kebahagiaan mulai datang silih berganti. Setelah Dikta kembali dan restu dari mamanya kugenggam, muncul kabar lain yang tak kalah membahagiakan. Novel berjudul Bianglala yang mengisahkan tentang perjalanan cintaku sendiri dengan Dikta ternyata dipinang sebuah rumah produksi ternama. Production House yang biasa meminang novel-novel terbaik menurutnya. Kulihat ekspresi bangga di wajah Dikta saat aku menjelaskan kabar bahagia yang kudengar dari Pak Abdullah. Tante Delima dan Om Erwin pun terlihat bangga sembari mengucapkan selamat untukku. Akhirnya kini aku bisa membuktikan pada mereka jika aku bisa mandiri dan sukses dengan caraku sendiri. Setidaknya sekarang aku merasa lebih layak bersanding dengan Dikta dan tak merasa terus rendah diri saat bersamanya. Meski Dikta tetap menerimaku apa adanya dan tak pernah memandang dari segi karir yang kupunya, tapi aku ingin membuatnya bangga dan merasa lebih bersyukur memilikiku sebagai calon pendamping hidupnya. "Tante bangga sama kamu, Lana. I
Baca selengkapnya
YOU ARE MINE
"You are mine." Lagi kudengar kalimat spesial darinya, membuatku semakin berbunga. "Iya, iya. Semoga saja prosesnya tak membutuhkan waktu yang lama. Nanti kamu ikut aku buat urus ini itu kan?" Aku menoleh ke arahnya yang masih menyandarkan punggung ke sofa sembari menatapku lekat. Senyum tulusnya kembali terukir di bibir. Dia mengangguk lalu mengedipkan kedua matanya yang bening itu. "Tentu aku akan selalu dampingi kamu, Lana. Aku benar-benar bangga memiliki kamu. Perempuan hebat, mandiri dan istimewa." Lagi, pujiannya membuat hidungku kembang kempis. Gegas mengalihkan pandangan sebab tak ingin dia tahu jika wajahku kali ini pasti sudah memerah seperti tomat karena pujiannya yang berlebihan. "Kita nonton bareng saat gala premiere." Dikta berucap yakin sembari mengangguk pelan saat aku menoleh. "Makasih banyak ya, Dik. Kamu selalu menjadi pendukung pertama selain Ryan di setiap hal yang kulakukan." Aku berkaca. Tiap kali mengingat momen-momen membahagiakan kami di masa lalu maupun
Baca selengkapnya
KADO YANG MANIS
"Mbak Lana!" Aku dan Dikta yang masih duduk santai di lantai atas menoleh seketika. Di samping tangga kulihat gadis cantik dengan hijab cokelatnya tersenyum lebar ke arahku. Aku menatap Dikta beberapa saat lalu kembali pada perempuan modis itu."Denada," ujar Dikta membuatku kembali tersenyum. Baru kali ini aku melihat adik Dikta yang cantik itu. Usianya menginjak dua puluh satu tahun. Beda empat tahun dibandingkan kakaknya. Meski jarak usia mereka tak terlalu dekat, tapi kulihat keduanya cukup akrab. Denada datang dengan wajah cerianya lalu menyalamiku dan Dikta. "Buat calon kakak iparku yang cantik sekaligus penulis favoritku." Denada sedikit berteriak sembari memberikan sebuah kado untukku. Dikta tersentak melihatku yang sudah akrab dan terlihat cocok dengan adiknya. Dia pasti bingung dan tak menyangka kami seakrab ini. "Kalian akrab banget kaya sudah kenal lama." Dikta mulai curiga. Dia menatapku dan Denada bergantian. "Memang sudah kenal lama kakakku sayang." Denada merangkul
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status