All Chapters of Di Antara Dua Sujud: Chapter 21 - Chapter 30
39 Chapters
Chapter 21
Pov Bea Namaku Bea Delima. Aku dilahirkan oleh keluarga yang harmonis, dulu. Kedua orang tuaku memilih sebuah perpisahan. Mereka tewas dalam satu kecelakaan tunggal. Aku tidak tahu apa yang menyebabkan hal itu terjadi. Bibi Jubaidah yang merawatku memilih merahasiakannya. Apa salahnya jika dia berterus terang saja? Aku rasa, tidak ada salahnya, bukan? Aku hidup di panti asuhan. Merawat adik-adikku yang juga memiliki nasib yang sama. Kami tumbuh dengan kasih sayang dari ibu Jubaidah. Aku membutuhkan kasih sayang seorang ayah. Layaknya seorang putri yang perlu seseorang untuk melindungi. Kami memiliki keterbatasan di panti. Kekurangan makanan dan kebutuhan, sering kali menghampiri kami. Namun, sosok bak malaikat datang di tengah-tengah kesulitan itu. Namanya, Tuan Abdullah. Umur 8 tahun, aku melihat mereka yang rutin datang ke panti membagikan makanan dan juga mainan. Tuan Abdullah adalah pengusaha kaya raya. Dia memiliki istri yang cantik. Wajahnya sangat anggun dan teduh. Jilbab
Read more
Chapter 22
Bagaimana rasanya hidup menjadi seorang anak yatim piatu. Sungguh sangat suram atau bahagia? Aku beruntung karena dirawat ibu Jubaidah yang merupakan seorang janda. Dia memiliki sahabat yang baik bernama ummi Sahara dan Tuan Abdullah. Aku seperti mendapatkan anugrah dari Tuhan dari tangan-tangan mereka. Alina mengirimkan pesan kepadaku. Aku tidak membalasnya. Aku tahu, dia menghubungi Faizal saat ini.“Kamu nggak tahu jika Tuan Abdullah memiliki dua istri?” tanya wanita itu di sela-sela kami menikmati bunga tulip yang mekar. Aku cukup terkejut. Aku menggelengkan kepala. “Nggak, kamu tahu dari mana?”“Rata-rata pengusaha seperti itu, Bea. Memiliki dua istri. Kamu tidak takut?” tanyanya lagi. Dia mengangkat salah satu alisnya memandangiku. Aku sama sekali tidak paham maksudnya. “Itu artinya, Faizal bisa saja akan melakukan hal yang sama.”“Poligami!” tegasnya. Aku menelan salivaku seketika. Entah mengapa, tengorokanku tiba-tiba kering. Putri tersenyum. “Hal seperti itu bisa saja te
Read more
Chapter 23
Bea POVAku terkejut mengetahui bahwa bibi Ayna dan sang suami kecelakaan. Mereka tidak bisa diselamatkan. Luka parah di sekujur tubuhnya membuat mereka kehilangan banyak darah. Ini adalah takdirnya. Menurut mas Faizal, bibi Ayna dan sang suami hendak menjemput Alina di Surabaya. Aku tidak tahu secara jelas kronologinya. Hari ini adalah hari terakhir kami di Turkey. Aku dan mas Faizal segera merapikan pakaian ke koper lalu bersiap menuju bandara. “Bea, tapi kita bisa saling ngobrol kan?” sahut Putri dari sambungan telepon. Wanita itu menghubungiku secara khusus. “Ingat, ingat Bea, jika mas Faizal bisa saja seperti ayahnya, Tuan Abdullah. Tidak ada yang tahu, bukan?” sambungnya. Aku menjadi jengkel dengan sikap Putri. Dia tidak seharusnya mengatakan hal itu kepadaku. Memangnya dia siapa? Dia tidak punya hak untuk hal itu. Aku menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Aku mencoba menenangkan diriku. Mas Faizal sedang keluar. “Putri,” ucapku. Dadaku bergemuruh. “Iy
Read more
Chapter 24
Aku menunggu mas Faizal. Pukul sembilan malam, akhirnya suamiku datang. Bu Jubaidah mengatakan jika aku dan mas Faizal bisa ke panti besok soalnya Gandis lagi sakit. Baru saja Bu Jubaidah mengirimkan pesan kepadaku siang ini. Saat membuka pintu, aku segera memeluk suamiku. Ku eratkan pelukanku. Aku seperti orang yang tidak melihatnya dalam waktu yang lama. Abi dan Ummi saling pandang dan tersenyum melihat kelakuanku. Aku bahkan malu sendiri. Tapi aku rindu dengan mas Faizalku. “Besok udah mulai kuliah kan?” tanya mas Faizal yang masih berdiri di depan pintu. “Biarkan suamimu masuk dulu ke rumah Bea, nanti kan di kamar bisa lepas rindu lagi. Mana udah bulan madu kan?” kekeh Abi mengoda. Aku dan mas Faizal tertawa bersama. Mas Faizal masuk di susul oleh Ummi. Namun, ada gadis lain yang ikut bersamanya. Itu Alina. Wajah perempuan itu pucat pasi. Dia menunduk ke bawah dan tidak berani memandangiku. Bekas air mata jelas terlihat di pipinya. Aku memandangi mas Faizal, meminta penjelasan
Read more
Chapter 25
Kami kembali ke rumah setelah memastikan Gandis dalam keadaan baik-baik saja. Kondisi gadis kecil itu sudah lebih baik. Demamnya sudah turun. “Bea, aku sangat mencintaimu!” ucap mas Faizal tiba-tiba. Dengan cepat dia mengecup bibirku. Kami masih berada di dalam mobil dan saling berciuman. Aku terkejut dengan aksi tiba-tiba mas Faizal. Dia menciumku dengan sangat lama.“Mas,” ucapku. Aku berusaha mendorong tubuh mas Faizal dengan pelan agar dia sedikit menjauh. Mas Faizal memandangiku. Dia kemudian merapikan rambutku lalu segera turun dari mobil. “Maaf, mas sudah nggak tahan,” kekehnya. Aku mencubit pipi mas Faizal karena gemas. Saat turun dari mobil, ku lihat Alina sudah berada di depan gerbang. Apa dia melihat? Pikirku. Suasana menjadi hening sejenak. Seperti mas Faizal tahu jika wanita itu cemburu. Aku segera turun dari mobil tanpa berkata apapun. Mas Faizal menghela napas panjang. Dia mengekor di belakangku. “Ummi tadi lagi pergi. Ku dengar suara mobil kalian. Jadi, aku membu
Read more
Chapter 26
Faizal Pov“Dijodohkan?” ucap Hafid tidak terima. “Iya, sama Alina. Bagaimana? Kamu sudah ketemu dengannya kan?”Hafid menggelengkan kepala dengan cepat. “Lo bicara apa sih, Faizal. Aku nggak pernah tertarik sama Alina. Aku tertariknya sama …,” Aku menatap Hafid dengan serius.“Sama siapa?” tanyaku dengan cepat. Hafid memperbaiki posisi duduknya. Dia mengacak rambutnya. “Faizal, pokoknya aku nggak mau dijodohkan sama Alina!” Dengan cepat Hafid keluar dari dalam ruanganku. Aku segera mengejarnya. “Hafid, tunggu dulu! Alina sendiri,” seruku. “Terus, kalo dia sendiri. Lo mau aku nikahin dia? Gitu? Maksa banget namanya!” Para mahasiswa memandangi kami. Sahabatku yang satu ini memang sangat tampan. Namun dia sangat selektif memilih calon istri. Selain tampan, Hafid adalah lelaki pekerja keras. Tidak salah abi selalu memberikan proyek besar kepada Hafid. “Hanya lo yang bisa bantu aku. Kalo nggak, bisa-bisa abi maksa gue buat…,” Hafid membalikan badan dan memandangiku.“Buat apa?” tan
Read more
Chapter 27
Hingga malam hari, Alina tidak terlihat dimana pun. Aku menyerah mencarinya. Aku sudah mencari Alina di rumah sakit tempatnya bekerja dulu. Aku juga tidak lupa mencarinya di rumah keluarganya. Namun, dia tidak terlihat dimana pun. Di perjalanan, abi menghubungiku dan mengatakan sebaiknya aku pulang. Aku pulang karena Bea sangat mencemaskanku. Aku juga tidak ingin membuat istriku cemas. Aku kembali. Di ruang tamu, ku lihat Ummi terus menangis. Aku tidak tega melihat Ummi seperti itu. Bea duduk di samping Ummi. Dia berusaha menenangkan Ummi. “Gimana Faizal?” tanya Ummi saat aku datang. Ummi menghampiriku. Dia memandangiku secara lekat. Aku menggelengkan kepala. Wajah Ummi terlihat kecewa.“Nggak ada Mi, aku nggak lihat Alina dimana pun,” jawabku. Ummi menghela napas panjang. Dia menatap Abi. “Sabar dulu, mungkin Alina butuh waktu,” jelas Abi yang tiba-tiba datang dari arah pintu. Aku berjalan ke sisi Bea. Ku lihat Bea terpuruk. Dia menunduk ke bawah dan bola matanya berkabut. Ku gen
Read more
Chapter 28
Saat sampai di Surabaya. Aku segera menuju ke alamat yang dikirimkan Abi. Alamat tempat Alina kemungkinan berada. Sesampai di rumah yang dimaksud abi, aku segera mencari Alina.“Assalamulaiakum. Saya Faizal dari Bandung. Alinanya ada?” tanyaku kepada seorang lelaki paruh baya yang sedang mengurus tanamannya. Lelaki itu menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia terlihat bingung. Sesekali dia mengaruk kepalanya.“Baru saja keluar,” serunya.“Siapa yah?”“Faizal,” jawabku.“Saya ke sini buat menjemput Alina, dia ada kan di sini?” ulangku. Aku harus memastikan jika Alina ada di sini. Lelaki itu mengangguk.“Iya, panggil saja saya Suep, saya tukang kebun bapak di sini.”Aku menghela napas lega. Aku menunggu Alina di depan rumah itu. Namun setengah jam menunggu, dia tidak kunjung terlihat. Suep menatapku dan membawahkanku secangkir teh hangat.“Nona Alina datang ke sini malam hari, dia nangis terus. Saya bingung, kata ibu dan bapak, dia lagi terpuruk,” jelas Suep. Aku menyeruput te
Read more
Chapter 29
Saat sampai di Surabaya. Aku segera menuju ke alamat yang dikirimkan Abi. Alamat tempat Alina kemungkinan berada. Sesampai di rumah yang dimaksud abi, aku segera mencari Alina.“Assalamulaiakum. Saya Faizal dari Bandung. Alinanya ada?” tanyaku kepada seorang lelaki paruh baya yang sedang mengurus tanamannya. Lelaki itu menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia terlihat bingung. Sesekali dia mengaruk kepalanya.“Baru saja keluar,” serunya.“Siapa yah?”“Faizal,” jawabku.“Saya ke sini buat menjemput Alina, dia ada kan di sini?” ulangku. Aku harus memastikan jika Alina ada di sini. Lelaki itu mengangguk.“Iya, panggil saja saya Suep, saya tukang kebun bapak di sini.”Aku menghela napas lega. Aku menunggu Alina di depan rumah itu. Namun setengah jam menunggu, dia tidak kunjung terlihat. Suep menatapku dan membawahkanku secangkir teh hangat.“Nona Alina datang ke sini malam hari, dia nangis terus. Saya bingung, kata ibu dan bapak, dia lagi terpuruk,” jelas Suep. Aku menyeruput te
Read more
Chapter 30
Perjalanan cukup melelahkan. Aku segera memesan dua tiket pesawat untuk kembali ke Jakarta. Alina membawahku ke rumah pamannya. Sebelum kembali ke Jakarta, dia ingin bertemu dengan keluarga ayahnya. “Loh, serius kamu sudah mau pulang? Katanya nggak mau pulang toh?” “Kami sudah mau menikah, Om,” ucap Alina. Aku terkejut bukan main saat wanita itu mengatakan demikian. Pak Tito menatapku dengan serius. “Dia? Bersama dia?”Alina menganggukan kepala tanpa ragu. Ya Allah, apa wanita ini benar-benar sudah gila?Pak Tito kini memandangiku dengan sangat lama. “Alina, apa kamu serius. Bukankah mas Faizal sudah menikah?” Pak Tito berbicara dengan Alina namun lelaki itu terus menatapku. “Om, mas Faizal yang aku mau. Aku ingin bersamanya,” ucap Alina lagi. Lagi-lagi, tidak ada keraguan di wajahnya. “Siap dipoligami?” tanya pak Tito dengan cepat. Aku tidak bersuara. Aku memilih diam dan mendengarkan pembicaraan mereka. Alina menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. “Siap Om,
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status