Semua Bab Ternyata Suamiku Bukan Pria Biasa: Bab 111 - Bab 120
135 Bab
BAB 111 : Suasana Panas
Di luar gedung apartemen di Crescent Ave.“Apa Bos akan menyukainya?”“Bukan Bos yang harus di khawatirkan. Tapi Nona. Kalau Nona tidak menyukainya, Bos tidak akan menyukainya.” Seorang lelaki bertubuh tegap dan tattoo di punggung tangan kirinya membuang rokok yang baru saja diisap.“Dan jika Bos tidak suka…” Ia menggantung kalimat.Rekan di sebelahnya langsung bergidik ngeri. “Kenapa tugas kita menjadi aneh seperti ini.”Mereka cukup resah mendapatkan tugas aneh dari Bos mereka. Urusan melukai, menculik, menghajar sampai membunuh, mereka sudah biasa dan tidak memiliki rasa takut sama sekali.Namun tugas kali ini, membuat mereka diliputi kekhawatiran.“Kita masih beruntung bisa mendapat petunjuk dari sini,” Ia menunjukkan ponselnya dengan layar pencarian yang menunjukkan beberapa judul artikel ‘Kejutan Romantis’ atau judul semacam ‘Bagaimana Membuat Pasangan Anda Terharu’ dan sejenisnya.“Yeah,” tanggap si lelaki ber-tattoo.Beberapa saat lalu, mereka memang mendapat tugas dari Arion
Baca selengkapnya
BAB 112 : Mereka Bosan Hidup?
“Tu-tunggu-- Ah!” Lagi, Elara mendesah spontan saat Arion bergerak dengan lebih agresif dan membuat Elara nyaris kehilangan keseimbangan.Lututnya sudah terasa seperti jeli. Kedua tungkai kakinya pun mendadak kehilangan kekuatan.Tubuh Elara merosot, namun kedua lengan kokoh Arion menahan tubuh gadis itu.Arion melepas cumbuannya di leher Elara dan membungkuk.Dengan sekali entakan, tubuh gadis itu berada dalam gendongannya.“A--rion…” Napas Elara tersendat.Ia bisa merasakan gerah menyerbu setiap lipatan tubuhnya dan rasa hangat yang asing menjalari setiap persendiannya.Ia ingin memberontak, melawan, menahan, memprotes --apapun itu, untuk menghentikan Arion dari membuatnya mabuk.Ia harus tetap dalam keadaan sadar.Mereka belum bicara. Dia belum menginterogasi pria ini.Bagaimana…Bagaimana bisa Elara justru pasrah dan membiarkannya begitu saja?Ia harus melawan ‘arus hangat cenderung panas’ yang menyesatkan ini!“He-hentikan Mi-mister Arion…”Itu dimaksudkan menjadi kalimat peringat
Baca selengkapnya
BAB 113 : Menggali Masa Suram
Pintu besar berlapis baja itu, terbuka.Arion masuk ke dalamnya diikuti empat orang berwajah sangar dengan senjata di tangan mereka.Sumber pencahayaan dalam ruangan hanya berasal dari enam lampu temaram --lampu pijar yang sebenarnya sudah dilarang di seluruh Amerika, yang di pasang di enam titik dinding ruangan itu.Terdapat lima orang berpakaian gelap dengan masing-masing senjata di tangannya --serta Max yang langsung mengangguk memberi salam hormat pada Arion.Pria berwajah tampan namun dingin itu mematrikan tatapan ke arah seseorang yang duduk terikat oleh lakban yang mengelilingi tubuh dan tangan ke belakang. Begitu pula dengan kaki dan tak luput, mulutnya pun tertutup lakban.Langkah kaki Arion terhenti di depan seseorang tersebut tanpa melepas tatapannya yang berkilat tajam.Max yang sejak tadi sudah ada di dalam ruangan, segera melangkah --mendekat pada sosok yang terikat di kursi, dan langsung membuka lakban yang menutupi mulutnya dengan kasar.“Shit! Fuck you all! Mengapa kal
Baca selengkapnya
BAB 114 : Dilema
Elara mengesah dan mengembus napas --entah ke berapa kalinya.Kepalanya juga sudah mendongak dan melirik jam duduk serta susunan angka yang ada dalam layar ponselnya.Sama. Mereka menunjukkan angka yang sama. Jam 00:57 am.Sudah lewat tengah malam, namun belum ada kabar ataupun tanda-tanda Arion akan segera pulang.“Apa yang kulakukan?” Elara menggigit bibir bawahnya. “Apakah aku menunggu pria itu?”“Ya! Aku menunggunya! Ah, payah kau Elara Willow!” Gadis itu kemudian bangkit dari duduknya di atas sofa.“Tidak, aku normal kan? Yang kutunggu adalah suamiku sendiri. Itu pantas,” gumam Elara sambil menyugar rambut sisi kanan.Sesaat ia memandangi lantai ruang tengah yang masih dipenuhi kuntum mawar merah. Ia telah mematikan semua nyala lilin --khawatir terjadi hal yang membahayakan unit apartemen ini dan juga dirinya.Di luar kekhawatiran tersebut, Elara dapat melihat ‘hal manis’ dalam diri Arion, pria dingin yang tanpa aturan itu.Ia dilanda dilema.Sebelum menginjakkan kaki ke dalam un
Baca selengkapnya
BAB 115 : Rasa Yang Asing
“Itu masalahku, Lenora. Kupikir kau tidak perlu mencampurinya,” Arion menjawab setelah ia terdiam sepersekian detik.‘Tapi Arion, ini sudah terlalu lama.’ Suara di seberang sana tidak berputus asa. ‘Aku terpikir untuk mengundang mereka makan malam. Kapan kau bisa datang?’Arion mengeratkan pegangannya pada ponsel. “Aku sibuk.”‘Aku tahu kau sibuk, Arion. Tapi setidaknya luangkan waktu untuk pertemuan dua keluarga. Ini bukan masalah keluarga Goldwin saja, tapi keluarga kita juga akan terlihat buruk di hadapan publik.’“Lenora, aku--”‘Lakukanlah setidaknya satu kali saja. Kita makan malam dengan keluarga Goldwin. Mereka akan melihat bahwa kita masih memiliki rasa tanggung jawab.’ Lenora langsung memutus apapun penolakan Arion dan membuat pria itu merasa bersalah jika menolaknya.‘Setelah makan malam itu, kau boleh sibuk lagi. Oke?’ bujuk Lenora.
Baca selengkapnya
BAB 116 : Kenyamanan Bersamanya
Elara terbangun dengan kaget.Kedua matanya terbuka dan merasakan satu bobot yang menekan pinggangnya. Ia melirik ke bawah.“A-apa--” Ia menahan mulutnya dari memekik.Satu tangan kekar dengan bulu halus yang maskulin terlihat melingkari perut gadis itu, membuat kedua kelopak mata Elara kian tertarik ke atas.Pupil matanya membesar karena terkejut.Kepalanya segera menoleh ke belakang dan mendapati seraut wajah tampan yang memukau, tengah terpejam dan tertidur dengan sangat pulas.“A-Arion…” desis Elara. Pria itu masih berposisi menyamping, memeluk Elara dari belakang.Kemeja pria itu masih sama dengan yang dikenakan semalam. Hanya saja, posisi lengan kemeja telah tergulung hingga siku, sehingga Elara bisa menyaksikan betapa kokoh dan jantannya lengan pria itu dengan salur urat yang begitu gagah.Kedua mata gadis itu mengerjap --mengusir pikiran aneh yang mulai hendak singgah.“Kapan ia pulang? Di mana ini?” Elara memindai sekitar dan baru menyadari dirinya berada di dalam kamar pria
Baca selengkapnya
BAB 117 : Mendengar Yang Tak Seharusnya
Masih di hari yang sama.Itu menjelang petang saat Elara dan Jeanne menuju satu restoran di perbatasan San Francisco.Dua jam lalu, Jeanne baru saja mendapat panggilan dari pihak restoran tersebut, setelah sejak satu bulan lalu ia mengirimkan lamarannya ke sana.“Bukankah ini aneh?” Elara berdecak. “Kau seharusnya melamar posisi yang masih sesuai dengan jurusan atau gelarmu. Mungkin di bagian manajerial? Tapi kau malah melamar di bagian dapur. Apa itu masuk akal?”Omelan Elara bukan menjadi hal aneh dan mengagetkan di telinga Jeanne.Itu sudah bisa ditebak oleh sahabat Elara tersebut. Karenanya, Jeanne tutup mulut saat meminta Elara menemaninya datang ke restoran dan baru mengatakan posisi yang ia ambil, setelah mereka tiba di pelataran parkir.Jeanne benar-benar membiarkan Elara berpikir bahwa dirinya melamar untuk posisi marketing ataupun sekretaris.Dan jawaban ringan Jeanne, membuat Elara kian meradang karena kesal.“Kelak aku akan menjadi seorang istri. Karena itu, bekerja di bag
Baca selengkapnya
BAB 118 : Terasa Jauh
Tidak mudah.Sungguh tidak mudah.Mendengar apa yang Elara dengar, dengan telinganya sendiri. Melihat dengan matanya sendiri. Kalimat itu benar keluar dari pria itu.Pria bermanik kelabu yang kejam dan tak berperikemanusiaan --namun juga hangat dan mulai membuat diri Elara nyaman, dan kini ternyata semua itu adalah palsu.Semua hanya permainan pria itu.Ada satu sudut hati yang menyesali, mengapa ia harus menoleh ke arah ruangan itu dan tanpa sengaja melihat sosok yang sangat ia kenali itu --di dalam sana.Entah berbicara dengan siapa --Elara tidak mengenal lawan bicara Arion, karena lelaki itu duduk membelakangi.Namun ia merasa suara itu cukup familiar.Tapi….Apa gunanya?Semua penyesalan dan pikiran-pikiran itu.Apa gunanya?Elara hanya serupa mainan yang sedang disukai pria itu.Tentu saja.Memang dirinya siapa?Bahkan bagi pria yang tanpa pekerjaan tetap seperti Ario
Baca selengkapnya
BAB 119 : Bingung
Elara bergerak aktif --sangat aktif malah. Seperti menyibukkan diri dengan mondar mandir kesana kemari.Mengambil piring, cangkir, meletakkannya. Lalu beredar lagi, seperti ada yang terlupa dan bahkan menuju laci kitchen set, membukanya, namun tidak mengambil apa-apa dari sana.Arion bergeming dengan kening mengernyit. Tapi ia tidak mengucapkan sepatah kata pun, hanya memandangi dalam diam semua yang dilakukan gadis itu.Rambutnya yang diikat di belakang, bergoyang cepat. Menandakan si pemilik tubuh menggerakkan badannya dengan berlebih.“Ada apa denganmu?” Arion tak tahan untuk diam lebih lama.“Membuat pancake,” jawab singkat Elara.“Aku tidak bertanya kau lagi apa.” Pria itu lalu bergerak mendekat.Ia menangkap lengan Elara dan membalikkan tubuhnya agar menghadap dirinya. Menatap tepat di matanya.Karena sedari tadi, Elara menjawab Arion tanpa mengangkat kepala --seolah enggan melihat waja
Baca selengkapnya
BAB 120 : Kotak Kayu Mendiang Annie
Elara mengangkat wajahnya, melihat bangunan yang meninggalkan kenangan.Bukan kenangan manis, melainkan kenangan yang buruk.Bahkan terakhir ia dikeluarkan dari sana tanpa diberikan kesempatan untuk membela diri.Sebelah tangan Elara mengepal, ia menguatkan diri lalu masuk ke dalam kediaman White di depannya.“Nyonya White,” Elara menyapa wanita tua yang menunggunya di ruang tengah.Wanita itu tampak jauh lebih tua dan terlihat tidak terlalu sehat.Benar saja, ia terbatuk-batuk beberapa kali, sebelum menjawab sapaan Elara.“Duduklah, Elara.”Elara mengambil tempat di sofa seberang Nyonya Besar White. Matanya sempat memindai ke seluruh ruangan.Itu benar-benar berbeda sekarang.Kediaman White ini sungguh terlihat kusam dan tidak terawat.“Kami tidak memiliki dana untuk menggaji pelayan,” ujar Nyonya Besar White tiba-tiba, seakan tahu apa yang tengah ada dalam pikiran Elara
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status