Semua Bab Belahan Jiwa: Bab 21 - Bab 30
49 Bab
21. Bahagia Adalah Keadaan Pikiran (2)
Natal sudah lewat, ini hari terakhir di tahun itu, nanti malam mereka akan menyambut kedatangan tahun yang baru dengan pesta kembang api. Mereka akan menyaksikan kembang api raksasa yang meledak di langit bagaikan air mancur cahaya berwarna-warni di Marina Bay, yang letaknya paling dekat dengan lokasi apartemen. Menutup foto itu, Tiara menghela napas dengan dada sesak, lalu berjalan ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Kegiatan beberapa hari terakhir sungguh melelahkan. Semua orang masih tidur, Tiara tidak berniat membangunkan siapa pun. Nanti malam mereka akan bergadang untuk menyambut Tahun Baru.Hari ini ia akan menyiapkan sarapan sendiri, ia ingin membiarkan Anna membaringkan tubuh lebih lama. Mengurus si kembar yang sedang aktif-aktifnya benar-benar menguras tenaga, apalagi energi kedua bocah itu seolah tidak ada habisnya. Meskipun berbagi dengan Agung, ia tetap tampak kewalahan. Maklumlah, ini kesempatan pertama si kembar bermain di 'udara terbuka'. “Aku mau omelette,” begitu ke
Baca selengkapnya
22. Proton dan Neutron (1)
[Hai. Aku belum say thank you karena kamu sudah mau diganggu soal gizi Bapak. Karena kamu gak mau dibayar, aku mau traktir kamu makan siang, kabari kapan ada waktu ya.]Tristan membaca pesan Tiara. Pesan yang berbeda dari yang biasanya hanya berisi tentang  menu makanan dan berita tentang ayahnya. Sejak menghubunginya satu bulan yang lalu, Tiara sudah mengajak ayahnya jalan-jalan. [Untuk menghibur dan membuat hati Bapak senang, mengikuti saran dokter.] Begitu yang dia tulis waktu itu. Tristan tidak bertanya mengapa ayahnya harus dihibur dan dibuat senang hatinya, karena itu urusan pribadi. Tidak pada tempatnya jika ia terlalu terlihat ingin tahu. Toh, hubungan me
Baca selengkapnya
23. Proton dan Neutron (2)
Mata Tristan menangkap sosok Tiara di pintu masuk. Dia menoleh ke kanan ke kiri, matanya mencari-cari. Tristan bangkit dari tempat duduk, hendak menghampirinya. Namun Tiara sudah melihatnya, jadi ia hanya melambai lalu kembali duduk. Tiara melangkah mendekati mejanya, dan mengempaskan tubuh di bangku di hadapannya. Tersenyum. Senyum yang menular karena ia jadi menarik bibirnya juga. Mereka berjabat tangan.“Hai apa kabar? Maaf, pagi-pagi ternyata sudah macet. Sudah pesan?”Tristan menggeleng. Menyodorkan menu yang sedari tadi ada di hadapannya.“Belum. Aku sudah tahu mau pesan apa. Ini kamu pilih aja.”Sementara Tiara menunduk membaca menu, Tristan memperhatikannya. Rambutnya yang hitam dibiarkan tergerai melewati bahu.
Baca selengkapnya
24. Membayar Hutang Makan Siang
Dua minggu setelah traktiran santap pagi yang gagal itu, Tristan menerima pesan baru dari Tiara.  [Aku sedang di Pacific Place, terjebak 3in1. Sudah keliling semua lantai sampai kaki mau copot. Hari ini kamu praktik sampai jam berapa? Kalau ada waktu luang, gabung makan siang sama aku ya, masih hutang nih.]Tidak seperti para wanita yang mencari-cari alasan untuk menghubunginya, ini adalah kontak pertama Tiara sejak hari itu. Bahkan menanyakan tentang menu diet untuk ayahnya pun tidak. Tristan mengira mungkin kondisi ayah Tiara sudah jauh membaik, sehingga tidak membutuhkan nasihat darinya lagi.Tristan melihat jam yang melingkar di tangannya. Baru jam setengah dua belas. Ia belum lapar. Hari ini ia praktik sampai jam satu di sebuah rumah sakit pemerintah di Jakarta Selatan. Ia telah berencana untuk makan
Baca selengkapnya
25. One Afternoon Stand
Makanan dikeluarkan sesuai urutan. Yang pertama kali datang adalah hidangan pembuka. Tiara memesan Green French Salad with French Vinaigrette. Campuran sayuran berdaun segar, mentimun dingin, dan alpukat lemak sehat, disiram dengan saus vinaigrette yang terbuat dari campuran minyak dengan asam ringan seperti cuka atau jus lemon. Melihatnya saja sudah mengundang air liur karena tampak sangat segar.“Bagaimana pilihan pertama aku? Lulus kan, Dok?” Tiara tersenyum lebar.Tristan mengacungkan jempol. “Lulus dengan nilai terbaik.”Lalu tawa mereka berderai.
Baca selengkapnya
26. Hanyut
Pada kenyataannya, komunikasi Tiara dan Tristan tidak putus setelah pertemuan itu. Mereka memang tidak, belum, bertemu lagi. Namun, ada sesuatu yang mendorong Tiara untuk mengirimkan pesan, terutama ketika ia sedang makan. Entah karena kebiasaan dari awal kontak mereka, atau karena ia… merindukannya?Yang jelas, Tristan memenuhi pikirannya.Sedangkan Tristan, dirinya pun tidak mengerti, mengapa semua pesan Tiara selalu dijawab sendiri olehnya. Tidak pernah sekali pun diserahkan pada admin. Baik itu pertanyaan serius tentang menu diet dan konsultasi gizi untuk ayahnya dulu, apalagi sekarang, ketika obrolan mereka telah semakin meluas. Apakah karena ia… menikmatinya?Yang jelas, Tiara pernah hadir dalam mimpinya.‘Tapi mimpi kan bunga tidur yang tid
Baca selengkapnya
27. Membayar Taruhan
Makan siang untuk membayar taruhan pertama disepakati di resto Jepang di sebuah hotel bintang lima di Jakarta Selatan. Ini baru urutan nomor satu. Masih ada sekitar enam atau tujuh lagi setelah ini. Dan mungkin akan bertambah setelah mereka melakukan taruhan lain.[Daftarnya hutangnya sudah mulai panjang nih, harus mulai nyicil bayar.] Begitu pesan Tiara kemarin.[Oh ya, siapa yang kalah lebih banyak?] Jawab Tristan.[Kamu. {emoticon tertawa sampai menangis} Yakin gak sengaja mengalah?][Enggak, memang kamu lebih pinter kok. {emoticon senyum}][Aduh, bagaimana mungkin pak dokter bisa kalah pinter dari yang cuma lulusan SMA.][Biar ‘cuma’ lulusan SMA, tapi pengusaha suk
Baca selengkapnya
28. Mulai Dari Nol
“Waktu melahirkan Kirana, usiaku baru dua puluh dua. Sendirian dan tidak punya pekerjaan.” Tiara memulai ceritanya.“Ayahnya? Maksudku, tadi kamu mengatakan melahirkan sendirian, apakah suami kamu… meninggal, atau kamu… berpisah dengannya sebelum melahirkan? Maaf, tidak perlu dijawab kalau pertanyaanku terlalu pribadi.” Tiara menggeleng. “Anakku punya ayah, tapi aku tidak ingin membicarakan dia. Kalau bisa, aku ingin melupakan rentang waktu itu, meskipun tidak mungkin, karena setiap kali melihat anakku, aku tahu bahwa itu telah terjadi.” Tristan mengangguk. “Aku menghormati keinginan kamu. Setiap orang boleh punya rahasia yang ingin disimpan sendiri. Aku gak akan bertanya lagi. Maaf ya…” Tiara melihat sorot penyesalan di mata Tristan.&n
Baca selengkapnya
29. Candu
[Aku tadi ketemu dengan klien di Monotone.] Pesan dari Tristan.[Oh? Dan?] [Tidak apa-apa, cerita saja.] Sebenarnya Tristan ingin mengetik bahwa itu membuatnya teringat pertemuan pertama mereka di lokasi yang sama. Dan, bahwa itu hanya kebetulan berpapasan, bukan pertemuan dengan janji seperti mereka.Namun, entah mengapa Tristan menahan jarinya untuk mengetik lebih banyak. Hatinya tergelitik ingin melihat reaksi Tiara.[Klien ini… perempuan? Atau laki-laki?] Tiara bertanya lagi.Gotcha![Perempuan.] Tristan memutuskan untuk jujur.[Apa yang terjadi?][Tidak ada.]
Baca selengkapnya
30. Undying Love (1)
Bapak kritis. Sejak ditemukan tak sadarkan diri di kamarnya dan langsung dibawa dengan ambulan ke rumah sakit, Bapak tak pernah lagi membuka mata. Dia telah koma.Selama dirawat intensif, Tiara bersikeras menunggunya di ruang tunggu yang disediakan rumah sakit. Hanya pulang tiga hari sekali. Menukar baju kotor yang akan dicuci dengan baju baru untuk tiga hari ke depan. Itu pun dia hanya asal comot yang terlihat mata di lemari, lalu langsung kembali ke rumah sakit.Seluruh kegiatan bisnisnya diserahkan kepada GM produksi dan kepala desain. Saat ini seluruh otaknya yang terisi bayangan Tristan untuk sementara teralihkan.Dan kini, setelah dua minggu di ICU, kondisi Bapak tiba-tiba memburuk. Menyerahkan dia? Akankah
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status